Keadilan dan Kesejahteraan Sektor Pertanian
Pertanian merupakan sektor penting dalam menunjang gerak kehidupan berbangsa serta bernegara Indonesia.
Editor: Content Writer
Pertanian merupakan sektor penting dalam menunjang gerak kehidupan berbangsa serta bernegara Indonesia. Terutama andilnya untuk perekonomian nasional.
Sebagai negara agraris, pertanian menjadi motor utama. Pangan adalah tolak ukur kemajuan, kedaulatan, keberlanjutan sebuah bangsa. Dan prinsip tersebut juga berlaku untuk Indonesia. Sekali lagi: apalagi sebagai negara agraris.
Keadilan pangan dan pertumbuhan produksi komoditas yang bersumber dari kerja pertanian harus merata.
Tak bisa untuk wilayah tertentu, hasil pertaniannya maju, namun di lain daerah masih tertinggal. Semua harus sejahtera dan pertanian ikut bertanggung jawab.
Menyimak beberapa capaian program pembangunan di sektor pangan dan ulasan dari para akademisi yang kompeten, Pemerintahan Presiden Joko Widodo dinyatakan telah sukses dalam menjalankan visi misinya dalam menerapkan Nawa Cita dalam sektor kedaulatan pangan.
Selain itu, aspek keadilan sosial melalui pembangunan menyeluruh juga telah dilaksanakan.
Di situ, pertanian diamanatkan ikut menyukseskan. Salah satu regulasi yakni Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat secara gamblang memberikan arahan kepada Kementerian Pertanian berkontribusi membangun kesejahteraan ekonomi di kedua provinsi tersebut.
Bersama instansi pemerintah lainnya, Kementerian Pertanian telah bersinergi mewujudkan peningkatan kedaulatan pangan lokal, pengembangan lumbung pangan nasional Merauke, ketersediaan penyuluh pertanian dan pengembangan industri komoditas ekonomi lokal, antara lain sagu, ubi jalar, kopi, coklat, pala, buah merah, vanili, merica, serta industri peternakan dari hulu ke hilir.
Dengan begitu bisa lahir ekonomi lokal di Papua dan Papua Barat yang maju serta berkembang.
Secara khusus, Melalui Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kuntoro Boga Andri, dinyatakan Kementerian Pertanian juga telah mengalokasikan anggaran untuk pengembangan padi, padi organik, jagung, kedelai, aneka kacang dan ubi, bawang merah, bawang putih, cabai, jeruk, tanaman perkebunan baik semusim (tebu dan nilam), tanaman perkebunan tahunan (sagu, kelapa sawit, kelapa, karet, kopi dan kakao), serta Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).
Lalu untuk pengembangan tanaman pangan dilakukan dengan budidaya komoditas, UPPO, PHT, sertifikasi, distribusi RMU serta peralatan pasca panen maupun pengolahan lainnya.
Faktanya, sebanyak 28.305 hektare pertanaman berhasil berkembang di Papua dan mendistribusikan saprodi 2.696 unit selama 2015-2018.
Komitmen Kementerian Pertanian tersebut, khususnya membangun Papua melalui komoditas pangan terbukti hasilnya.
Produksi padi dan kedelai meningkat masing-masing 54.376 ton dan 5.998 ton atau naik 23 persen dan 93 persen (BPS) Upaya membangun Papua dan Papua Barat disadari juga harus memprioritaskan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Dengan begitu, muncul para ahli dari lokal yang dapat memajukan tanah pertanian daerahnya sendiri.
Sederet fakta data kinerja Kementerian Pertanian tersebut telah menyokong fakta upaya mendorong pemerataan dan kemajuan pembangunan dan kesejahteraan ekonomi Papua maupun Papua Barat dalam usaha mewujudkan keadilan sosal di seluruh penjuru Tanah Air.
Disamping itu, meningkatkan kesejahteraan petani maupun “ kelompok terlemah” buruh tani, merupakan bagian dari tangungjawab yang diemban Pemerintah melalui Kementerian Pertanian.
Menurut data yang baru dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), secara implisit menunjukkan kesejahteraan buruh tani pada Oktober 2018 relatif menjadi lebih baik dan relatif stabil dibandingkan dengan kesejahteraan buruh bangunan.
Data BPS menunjukkan upah nominal harian buruh tani pada Oktober naik sebesar 0,31% (Rp 163) dibanding upah buruh tani pada bulan sebelumnya (September 2018), yaitu dari Rp 52.665 menjadi Rp 52.828 per hari. Pada saat yang sama, upah nominal buruh bangunan juga naik, tapi hanya sebesar 0,08% (Rp 69), yaitu dari Rp 86.648 menjadi Rp 86.717 per hari.
Di sisi lain, dengan memperhatikan perkembangan indek konsumsi rumah tangga, upah riil buruh tani pada sektor pertanian pada Oktober 2018 sedikit menurun, yaitu 0,04% (Rp 15) dibandingkan September 2018, dari 38.205 per hari menjadi Rp 38.190 per hari.
Sementara pada saat yang sama upah riil buruh bangunan mengalami penurunan yang lebih besar, 0,20% (Rp 156), yaitu dari Rp 64.774 per hari menjadi Rp 64.618 per hari. Hal tersebut menunjukkan kesejahteraan buruh di sektor pertanian, saat ini lebih baik daripada buruh di sektor bangunan.
Selain mampu meningkatkan produksi, ketepatan pemerintah dalam menentukan program dan kebijakan pembangunan pertanian telah mampu meningkatkan kesejahteraan petani, yang dapat dilihat dari indikator membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dan menurunnya jumlah penduduk miskin di perdesaan.
Pada tahun 2014 nilai NTUP (Pertanian Sempit tanpa Perikanan) hanya sebesar 106,05; dan pada tahun 2015 dan 2016 berturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83. Nilai NTUP pada tahun 2017 dan 2018 juga membaik menjadi 110,03 dan 111,77. Jjumlah penduduk miskin di perdesaan juga terus menurun, pada Maret 2015 masih sekitar 14,21% (17,94 juta jiwa) dan pada bulan yang sama tahun 2016 dan 2017 turun menjadi 14,11% (17,67 juta jiwa) dan 13,93% (17,09 juta jiwa). Demikian juga pada Maret 2018, kembali turun menjadi 13,47% (15,81 juta jiwa.
Secara umum, keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan produksi melalui penerapan program dan kebijakan pembangunan pertanian yang tepat telah mampu meningkatkan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri secara signifikan.
Dampaknya terlihat dari stabilnya harga pangan di tingkat konsumen, sekalipun pada hari hari besar keagamaan maupun tahun baru terutama dalam 2 tahun terakhir.
Inflasi kelompok bahan makanan terus menurun, dari 10,57% pada tahun 2014, masing-masing menjadi 4,93% pada tahun 2015 dan 5,69% pada tahun 2016. Bahkan tahun 2017, selain turun menjadi 1,26%, dapat dikatakan dalam sejarah Indonesia baru kali ini inflasi bahan makanan/pangan lebih rendah dari inflasi umum (3,61%).
Penurunan ini terjadi karena keberhasilan pemerintah dalam menentukan program-program peningkatan produksi dalam negeri.
Kita semua sepakat bahwa pembangunan akan dikatakan berhasil jika program dan kebijakan yang dijalankan mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara merata di tanah air.
Hal ini telah dibuktikan dan sejalan dengan program dan kebijakan pembangunan pertanian yang dijalankan Pemerintah saat ini, hasilnya tidak hanya sebatas meningkatkan produksi, tapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan petani diseluruh Indonesia sebagai pelaku utama dalam sektor pertanian, sebagaimana yang telah saya uraikan diatas.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.