Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MAPPI FH UI Nilai Pemberian Grasi Baiq Nuril Sulit Dilakukan

"Karena tadi secara aturan undang-undang formil sendiri, grasi tidak bisa untuk perkara di bawah dua tahun," katanya

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in MAPPI FH UI Nilai Pemberian Grasi Baiq Nuril Sulit Dilakukan
Tribunnews.com/Theresia Felisiani
Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan (MAPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dio Ashar 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan (MAPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dio Ashar turut menyoroti kasus Baiq Nuril, korban pelecehan seksual yang divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA).

Langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang mendukung Baiq Nuril mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan kasasi MA yang m‎enyatakan Nuril bersalah melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE.

Baca: Keluarga Dilanda Ketakutan, Baiq Nuril Dilanda Kegalauan

Yang mana apabila sudah mengajukan PK, tapi belum mendapatkan keadilan hukum bisa mengajukan permintaan grasi ke presiden Jokowi

Menurut Dio Ashar, grasi tidak berlaku di perkara yang tengah dihadapi Baiq Nuril.

"Grasi itu sulit untuk perkara seperti ini. Karena tadi secara aturan undang-undang formil sendiri, grasi tidak bisa untuk perkara di bawah dua tahun dan Baiq Nuril hanya enam bulan penjara," ucap Dio Ashar dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/11/2018).

"Ketika presiden Jokowi bilang misalnya dia mau kasih grasi, itu sangat tidak mungkin," tegas Dio Ashar.

Berita Rekomendasi

Dio menambahkan baiknya langkah yang diambil Presiden Jokowi adalah memberikan amnesti karena tidak ada batasan perkara untuk pemberian amnesty.

Diketahui kasus ini mencuat setelah adanya putusan Mahkamah Agung terhadap Baiq Nuril yang diduga melakukan pelanggaran atas Pasal 27 ayat 1 UU ITE pada 26 September 2018 lalu.

MA memutus Nuril bersalah dijatuhi vobis enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.

Padahal dalam putusan persidangan tingkat pertama, Nuril yang merekam panggilan telepon mantan atasannya yakni Kepala Sekolah SMAN 7 Mataran, muslim yang diduga melakukan pelecehan seksual itu dinyatakan tidak bersalah.

Kasus bermula dari Muslim yang berulang kali menelpon Nuril dengan nada yang melecehkan secara seksual.

Baca: LBH Apik Ungkap Polda NTB Telah Proses Laporan Pelecehan Seksual Baiq Nuril

Merasa tidak nyaman, Nuril berinisiatif merekam pembicaraan tersebut sebagai bukti harkat dan martabatnya telah direndahkan Muslim.

Muslim tidak terima karena rekaman percakapannya itu menyebar. Lantas Muslim melaporkan Baiq Nuril ke Polda NTB hingga kasus Nuril maju ke persidangan dan dinyatakan bersalah melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas