Komisi IX DPR RI Bahas Penanganan Bahaya Kanker
Komisi IX DPR RI menerima audiensi Devisi Onkologi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI dan Cancer Information & Support Center (CISC) beserta Auto
Editor: Content Writer
Komisi IX DPR RI menerima audiensi Devisi Onkologi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI dan Cancer Information & Support Center (CISC) beserta Auto Imun. Dalam rapat dibahas tentang beban penyakit kanker di Indonesia yang semakin tinggi. Angka kejadian kanker terus meningkat.
Data World Health Organization (WHO) dalam Globocan 2018 menyebutkan ada 348.809 kasus kanker baru dan angka kematian akibat kanker mencapai 207.210. Hingga tahun 2030 diperkirakan angkanya meningkat hingga 36 persen. Kasus kanker terbanyak adalah kanker payudara, serviks, paru, kolorektal dan hati.
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf M Efendi menyampaikan, masukan dari pusat informasi dan dukungan kanker akan menjadi perhatian Komisi IX DPR RI. Masukan itu akan dibahas secara lanjut tentang solusi penanganan kanker yang berbiaya tinggi. Pernyataan tersebut disampaikannya saat menerima audiensi di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (26/11/2018).
“Masukan-masukan dari CISC sudah kita tuang dalam keputusan-keputusan Komisi IX, antara lain soal obat. Tapi ada poin menarik yang saya catat, dan mudah-mudahan Anggota setuju, yaitu soal kerja sama dengan penyedia dan pihak lainnya. Ini menarik karena kanker berbiaya cukup tinggi. Dan BPJS mengatakan, saat ini beban BPJS besar,” ungkap Dede.
Dalam audiensi, CISC menyarankan kepada Komisi IX DPR RI agar kanker dimasukkan dalam prioritas program kesehatan nasional seperti HIV/AIDS/TB, dan Malaria. Mengingat beban kematian akibat kanker, menurunnya produktifitas dan kualitas hidup terus meningkat. CISC juga menyarankan agar disediakan iklan layanan masyarakat untuk pola hidup sehat dan deteksi dini kanker.
Juru bicara CISC Sri Suhasti menyarankan agar pemerintah menjamin pengobatan kanker yang bermutu, aman dan terjangkau seperti operasi, hormon terapi, kemoterapi, terapi target, imunoterapi dan radioterapi serta memastikan ketersediaan obat kanker sesuai standar terapi. Jika pengobatan dinilai mahal, upayakan solusi terbaik agar terapi baru bisa diakses oleh pasien, melalui keriasama dengan penyedia dan pihak lainnya. (*)