KPK Konfirmasi Saksi Soal Pengajuan Proposal Dana Pengawasan Atlet
KPK mengonfirmasi saksi soal proses pengajuan proposal-proposal dari KONI kepada Kemenpora terkait dana pengawasan dan pendampingan atlet.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK mengonfirmasi saksi soal proses pengajuan proposal-proposal dari KONI kepada Kemenpora terkait dana pengawasan dan pendampingan atlet.
Terkait hal itu, KPK, Jumat (4/1/2019), memeriksa tiga saksi untuk tersangka Sekretaris Jenderal KONI Ending Hamidy, yang merupakan dalam penyidikan kasus suap penyaluran bantuan dari pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga kepada KONI Tahun Anggaran 2018.
"Penyidik terus mendalami pengetahuan para saksi tentang proses pengajuan proposal-proposal dari KONI kepada Kemenpora terkait dana wasping atlet," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (4/1/2019).
Tiga saksi yang diperiksa itu antara lain Kepala Bidang Olahraga Nasional atau Kepala Tim Verifikasi Muhammad Yunus, Sekretaris Tim Verifikasi Cucu Sundara, dan Kabag Biro Hukum Kementerian Pemuda dan Olahraga Yusuf Suparman.
"Kalau proposal yang terkait pokok perkara saat ini yang dikabulkan kemarin sekitar Rp17,9 miliar, itu proposalnya nilainya sekitar Rp26 miliar. Kami juga sedang mendalami proposal sebelumnya terkait dana hibah yang juga pernah diajukan," pungkas Febri.
Baca: KPK Cecar Staf Pribadi Menpora Soal Peran di Kemenpora
KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka terkait bantuan penyaluran pemerintah melalui Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tahun Anggaran 2018.
Adapun, lima tersangka yang ditetapkan sebagai tersangka yakni diduga sebagai pemberi Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal KONI; Jhonny E, Bendahara Umum KONI.
Sementara diduga sebagai penerima Mulyana, Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga; Adhi Purnomo, Pejabat Pembuat Komitmen pada Kemenpora dan kawan-kawan dan Eko Triyanto, Staf Kementerian Pemuda dan Olahraga dan kawan-kawan.
Diduga Adhi Purnomo dan Eko Triyanto menerima pemberian sekurang-kurangnya Rp318 juta dari pejabat KONI terkait hibah Pemerintah kepada KONI melalui Kemenpora.
Diduga Mulyana menerima uang dalam ATM dengan saldo sekitar Rp100 juta terkait penyaluran bantuan dari pemerintah melalui kementerian Pemuda dan Olahraga kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tahun Anggaran 2018.
KPK juga menduga, sebelumnya Mulyana juga telah menerima pemberian pemberian lainnya.
Peneriman tersebut yakni pada April 2018 menerima 1 unit mobil Toyota Fortuner, kemudian Juni 2018 menerima sebesar Rp300 juta dari Jhony.
Pada September 2018 menerima 1 unit smartphone Samsung Galaxy Note 9.
Diketahui, dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan adalah sebesar Rp17,9 miliar.
Di tahap awal, diduga KONI mengajukan proposal kepada Kemenpora untuk mendapatkan dana hibah tersebut.
Diuga pengajuan dan penyaluran dana hibah sebagai "akal akalan" dan tidak didasari kondisi yang sebenarnya.
Sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13 persen dari total dana hibah Rp17,9 miliar, yaitu sejumlah Rp3,4 miliar.
Atas perbuatannya, Ending dan Jhony disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncta Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara sebagai pihak yang diduga penerima, Mulyana disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 123 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk Adhi Purnomo dan Eko disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.