Jaksa KPK: Idrus Marham Minta Uang Untuk Maju Ketum Golkar
Pada saat itu, Idrus Marham mendapatkan kepercayaan sebagai penanggungjawab Munaslub.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Sosial, Idrus Marham, mempunyai keinginan menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Setya Novanto.
Untuk itu, dia meminta, kepada Eni Maulani Saragih, selaku bendahara Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar untuk meminta uang sejumlah USD 2.500.000 kepada Johanes Budisutrisno Kotjo untuk keperluan Munaslub Partai Golkar Tahun 2017.
Pada saat itu, Idrus Marham mendapatkan kepercayaan sebagai penanggungjawab Munaslub.
"Dikarenakan terdakwa berkeinginan untuk menjadi pengganti antar waktu Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Setya Novanto yang masih memiliki sisa jabatan selama 2 (dua) tahun, yang selanjutnya disanggupi oleh Eni Maulani Saragih," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Selanjutnya, pada 25 November 2017, Eni mengirimkan pesan melalui aplikasi WhatsApp yang pada pokoknya Idrus Marham dan Eni meminta uang sejumlah USD 3.000.000 dan SGD 400.000 kepada Johanes Budisutrisno Kotjo.
Menindaklanjuti WA tersebut, pada tanggal 15 Desember 2017, terdakwa dan Eni melakukan ertemuan dengan Johanes Budisutrisni di kantornya di Graha BIP Jakarta.
Baca: Ray Rangkuti: Tim Gabungan Kasus Novel Tak Terlepas dari Kepentingan Pilpres
"Dalam pertemuan itu Johanes menyampaikan kepada terdakwa terkait adanya fee sebesar 2,5 % yang nantinya akan dibagi kepada Eni jika proyek PLTU MT RIAU-1 berhasil terlaksana," kata JPU pada KPK.
Selanjutnya, terkait fee yang dijanjikan oleh Johanes sebelumnya, Eni meminta sejumlah uang kepada Johanes untuk kepentingan Munaslub Partai Golkar dan terdakwa juga meminta agar Johanes mau membantu. Selanjutnya, permintaan terdakwa dan Eni disanggupi Johanes.
"Atas permintaan terdakwa dan Eni, pada 18 Desember 2017, Johanes memerintahkan Audrey Ratna Justianty selaku sekretaris pribadinya untuk memberikan uang dalam mata uang rupiah sejumlah Rp 2 Miliar kepada terdakwa dan Eni melalui Tahta Maharaya di kantor Johanes Budisutrisno di Graha BIP Jakarta," tambah JPU pada KPK.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Politisi Partai Golkar itu bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih terlibat menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Johanes Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd (BNR, Ltd). Uang itu diberikan untuk proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
"Telah melakukan atau turut serta melakukan sesuatu, beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan terlanjut, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang secara bertaha yang seluruhnya berjumlah Rp 2,25 Miliar dari Johanes Budisutrisno Kotjo," kata JPU pada KPK, Selasa (15/1/2019).
Dalam surat dakwaan itu, JPU pada KPK menyebut pemberian uang itu diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.