Beri Kesaksian di Persidangan, Mantan Ketua PN Medan Ungkap Pernah Terima Kamar Hotel
Marsudi mengungkapkan pernah menerima fasilitas kamar di Hotel JW Marriot, Medan, Sumatera Utara, dari Hadi Setiawan.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus korupsi atas terdakwa yakni Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan.
Pada Kamis (17/1/2019) ini, agenda sidang mendengarkan keterangan saksi. Salah satu diantaranya, yaitu Mantan Ketua Pengadilan Negeri Medan, Marsudi Nainggolan.
Di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Marsudi mengungkapkan pernah menerima fasilitas kamar di Hotel JW Marriot, Medan, Sumatera Utara, dari Hadi Setiawan.
Setelah mendapatkan fasilitas kamar, Marsudi menggunakan untuk memberi bimbingan kepada seorang mahasiswi.
"Ada mahasiswi S3, mau buat disertasi masalah jaminan investasi pariwisata dan terkait bisnis. Jadi memang bukan masalah pidana," tutur Marsudi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (17/1/2019).
Marsudi menjelaskan hubungan dengan Hadi. Menurut dia, Hadi merupakan kawan lama menghubungi dan mengatakan sedang berada di Medan. Hadi meminta waktu bertemu di hotel.
Lalu, Hadi menceritakan temannya yang bernama Tamin Sukardi sedang menghadapi masalah hukum sebagai terdakwa. Perkara Tamin ditangani di Pengadilan Tipikor di PN Medan.
Di kesempatan itu, Hadi mengadu Tamin tidak seharusnya dituntut secara pidana. Hadi meminta Marsudi berbicara kepada majelis hakim yang menangani perkara Tamin
Setelah pembicaraan, kata dia, Hadi menawarkan kamar hotel, tetapi ditolak, karena masih ada keperluan di rumah. Marsudi sempat pulang ke rumah dan kembali ke hotel.
Dihadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, Marsudi menjelaskan sudah ada janji dengan mahasiswi pascasarjana. Marsudi menggunakan kamar hotel untuk memberikan bimbingan kepada mahasiswi pada malam hari.
Menurut Marsudi, dia baru meninggalkan kamar hotel pada tengah malam.
Lantas, JPU pada KPK menanyakan, apakah Marsudi mengantar mahasiswi itu sampai ke rumah. Tetapi, Marsudi mengajukan keberatan. Dia merasa pertanyaan tidak relevan dengan perkara.
Diketahui perkara ini diawali dari operasi senyap KPK hingga penetapan tersangka pada Hakim Adhoc Tipikor di PN Medan Merry Purba dan panitera pengganti di PN Medan sebagai penerima.
Sementara unsur pemberi yakni Tamin Sukardi swasta dan Hadi Setiawan orang kepercayaan Tamin Sukardi.
Sebelumnya, Tamin Sukardi pernah berstatus terdakwa di perkara korupsi lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN2. Selama menjalani persidangan di PN Medan, Tamin Sukardi selalu menggunakan kursi roda bahkan hingga kasusnya divonis.
Sementara saat dipanggil KPK untuk diperiksa di Kejaksaan Tinggi Sumut pada Selasa (28/9/2018) siang, Tamin Sukardi tampak sehat mampu berdiri.
Hingga akhirnya Tamin Sukardi dibawa ke kantor KPK Jakarta dan ditetapkan sebagai tersangka.
Oleh penyidik KPK, Merry Purba dan Helpandi diduga menerima suap dari Tamin Sukardi dan Hadi untuk mempengaruhi putusan majelis hakim di vonis Tamin Sukardi. Total uang suap yang diberikan 280 ribu UGD.
Di perkara Tamin Sukardi, Merry Purba merupakan anggota majelis hakim. Sedangkan ketuanya Wahyu Prasetyo, Wakil Ketua PN Medan yang sempat diamankan KPK, akhirnya dilepas dan berstatus saksi.
Dalam vonis terhadap Tamin Sukardi pada Senin (27/8/2018), Merry Purba menyatakan dissenting opinion. Tamin Sukardi divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.