Pasangan Capres-Cawapres Dinilai Belum Memperlihatkan Konsep Penegakan Hukum
debat pertama pasangan calon presiden-calon wakil presiden di Pemilu 2019 sangat normatif dan tidak menyentuh hal-hal esensial
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane, menilai pelaksanaan debat pertama pasangan calon presiden-calon wakil presiden di Pemilu 2019 sangat normatif dan tidak menyentuh hal-hal esensial dalam bidang pembenahan hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.
“Dari debat ini terlihat, baik Jokowi sebagai petahana maupun Prabowo sebagai penantang tidak punya konsep yang jelas, terutama dalam penegakan supremasi hukum,” kata Neta, Minggu (20/1/2019).
Ada empat persoalan utama dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia. Persoalan pertama, kata dia, buruknya moralitas aparatur akibat tidak jelasnya reward and phunismen.
Dia menjelaskan, buruknya moralitas itu mengakibatkan sikap konsistensi aparatur lenyap, sikap diskriminasi berkembang pesat, tolok ukurnya selalu uang, mafia hukum tidak terkendali, lembaga pengawas tidak berfungsi, dan hukuman bagi aparatur yang brengsek tidak maksimal.
“Artinya, perlu keberanian dari rezim yang berkuasa untuk memberikan sanksi yang berat bagi aparatur penegak hukum yang mempermainkan penegakan supremasi hukum, di antaranya menjatuhkan hukuman mati bagi aparatur yang mempermainkan hukum,” ujarnya.
Persoalan kedua, dia menjelaskan, gaji dan tunjangan harus menjadi perhatian serius pemerintah yang berkuasa, sehingga kesejahteraan aparatur negara, khususnya aparatur penegak hukum terjaga.
Baca: Edy Rahmayadi Mundur dari PSSI, Pengamat: Jangan Hentikan Pengusutan Kasus Pengaturan Skor
Persoalan ketiga, fasilitas dan dana operasional aparatur sesuai dengan tuntutan kerja, agar aparatur penegak hukum tidak menegakkan hukum dengan melakukan pelanggaran hukum.
Keempat, dia menjelaskan, rezim yang berkuasa harus mendorong agar aparatur penegak hukum mampu membangun budaya kesadaran hukum di lingkungan kerjanya maupun dalam kehidupan masyarakat berbangsa.
“Keempat hal itu perlu dilakukan simultan dan terukur agar membuahkan hasil maksimal,” tuturnya.
Baca: Abu Bakar Baayir Enggan Tandatangani Janji Setia Kepada Pancasila, Sekjen PDIP: Tidak Bisa Ditawar
Dia menegaskan, membangun penegakan supremasi hukum tidak bisa hanya dengan retorika, apalagi dengan retorika yang tidak jelas, tidak fokus, dan tidak terarah seperti yang ditampilkan Jokowi dan Prabowo pada Debat Pertama.
Penegakan supremasi hukum memang harus bertahap tapi harus ada progres yang terarah menuju perbaikan dan bukan sekadar retorika, apalagi pencitraan.
“IPW berharap dalam Debat selanjutnya, Jokowi dan Prabowo berani mengatakan, saya minta KPU mencatat janji-janji saya, jika saya terpilih sebagai presiden dan saya tidak menepati janji janji kampanye dan janji di Debat ini, KPU bisa menggugat saya atau melakukan mosi tak percaya pada saya,” ujarnya.
Sehingga, debat Pilpres dan kampanye para capres tidak sekadar menembak awan, tetapi ada tanggung jawab moral yang terukur bagi calon terpilih untuk mewujudkan janjinya dan KPU sebagai penyelenggara pilpres ada tanggung jawab moral pada pilpres yang diselenggarakan.
Dia menambahkan, jika pun capres terpilih tidak mewujudkan janji kampanyenya, ada penjelasan mengenai kendalanya, sehingga rakyat yang sudah mencatat janji kampanye capres tsb tidak merasa dibohongi.
“Terutama dalam hal penegakan hukum dimana Polri adalah garda terdepannya, para capres harus paham bahwa penegakan hukum adalah payung sebuah bangsa agar keteraturan sosial dan rasa keadilan publik terpelihara,” tambahnya.