Moeldoko: Persyaratan Bebas untuk Abu Bakar Baasyir Tak Boleh Dinegosiasi
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan Presiden Jokowi sangat memahami keinginan dari keluarga Ustaz Abu Bakar Baasyir sejak 2017 lalu
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan Presiden Jokowi sangat memahami keinginan dari keluarga Ustaz Abu Bakar Baasyir sejak 2017 lalu yang berharap pengelola Pondok Pesantren Ngruki itu bisa dibebaskan dengan pertimbangan kesehatan.
"Presiden sangat memahami atas keinginan keluarga ini. Tapi pembebasan atas keinginan keluarga itu ada persyaratan yang harus dipenuhi dan memperhitungkan faktor yang lain," ungkap Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Baca: Polisi Ringkus Pelaku Pengeroyokan terhadap Dua Pelajar
"Ada faktor hukum, berikutnya kesetiaan pada Pancasila dan UUD 1945, NKRI dan beberapa yang lain. Atas dasar itu presiden menginginkan para menteri yang berkaitan untuk memberikan pendalaman," kata Moeldoko lagi.
Moeldoko melanjutkan selain mengutamakan sisi kemanusiaan, menurutnya Presiden Jokowi juga memperhatikan prinsip-prinsip bernegara yang tidak bisa dikurangi.
"Jadi presiden menekankan bahwa persyaratan itu harus dipenuhi. Bagaimana pendekatan hukumnya, bagaimana kesetiaan pada Pancasila dan UUD 1945, pada NKRI. Persyaratan ini tidak bisa dinegosiasi," katanya.
Sebelumnya, penasihat hukum Jokowi, Yusril Ihza Mahendra sempat menemui Ba'asyir di Lapas Gunung Sindur.
Ketika itu menurut Yusril, Ba'asyir menolak menandatangani dokumen pembebasan bersyarat dimana dalam dokumen mencangkup taat pada Pancasila.
Terpisah, kuasa hukum Ba'asyir mengklarifikasi kliennya yang tidak ingin menandatangani sejumlah dokumen pembebasan bersyarat.
"Mengenai ustaz tidak mau menandatangani kesetiaan terhadap Pancasila, itu perlu saya jelaskan, yang ustadz tidak mau tanda tangan itu 1 ikatan dokumen macam-macam," kata kuasa hukum Ba'asyir, Muhammad Mahendradatta di kantor Law Office of Mahendradatta, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2019).
Mahendradatta menjelaskan salah satu dokumen itu adalah janji tidak melakukan tindak pidana yang pernah dilakukan.
Oleh pengadilan negeri Jakarta Selatan pada 2011, Baasyir terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Mahendradatta mengungkapkan bahwa Ba'asyir tidak merasa melakukan tindak pidana tersebut.
Hal itulah yang menjadi dasar Ba'asyir tidak ingin menandatangani dokumen tersebut.
Dengan membubuhkan tanda tangannya, mengartikan bahwa Ba'asyir mengakui kesalahannya.