Ombudsman Temukan Empat Potensi Maladministrasi dalam Kepemilikan Senjata Api Bagi Masyarakat Sipil
Ombudsman Republik Indonesia menemukan empat potensi maladministrasi dalam kepemilikan senjata api.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menemukan empat potensi maladministrasi dalam kepemilikan senjata api.
Hal tersebut didapatkan dari kajian Ombudsman berjudul Penyelanggaran, Perizinan, Pengawasan, Pengendalian, dan Penyelenggaraan Senjata Api Bagi Masyarakat Sipil.
Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala mengatakan kajian tersebut tidak berangkat dari satu kasus dan bersifat inisiatif.
Baca: Maruf Amin: Bangun Ekonomi Umat Tidak Harus Membenturkan Ekonomi Umat dengan Konglomerat
Empat potensi maladministrasi yang mungkin terjadi tersebut terdapat pada beberapa tahap, antara lain pada tahap perpanjangan izin.
"Karena dalam proses permohonan izin penggunaan senjata ini tidak hanya cek kondisi fisik senjatanya saja, dan pembaharuan buku kepemilikan. Seharusnya dilakukan juga tes menembak, psikologi, seperti persyaratan awal. Hal itu kami rasa penting karena orang harus sehat secara psikologis dan jasmani," kata Adrianus di Kantor Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (22/1/2019).
Kedua adalah potensi maladministrasi pada tahap pembayaran izin kepemilikan senpi, karena pembayaran ini dibayar secara tunai.
Baca: Politikus Gerindra: Mudah-mudahan Pembebasan Baasyir Tidak Seperti Pembebasan Tol Suramadu
"Bisa terjadi petugas yang minta lebih," kata Adrianus.
Ketiga, dalam hal penarikan senpi jika masa berlakunya sudah habis.
"Sering terjadi pemilik itu sudah berganti alamat," jelas Adrianus.
Keempat, tahap penggudangan atau penyimpan senjata api.
"Senjata api yang telah berhasil ditarik oleh Polri tentu ada di penyimpanan, digudangkan Polri, sebagaimana bentuk pengendalian senjata. Dalam hal ini tidak semua Polda memiliki gudang yang representatif dalam penyimpanan tersebut, bedasarkan pengumpulan data hanya Polda Metro jaya yang memiliki cukup besar dan aman pada Polda lain malah dijadikan satu dengan lain-lain," kata Adrianus.
Baca: Kabar Gunung Merapi, Siang Hingga Sore Terjadi 6 Kali Guguran Lava
Seluruh proses kajian tersebut dilakukan sejak Mei 2018-sampai Januari 2019.
Untuk mendapatlan hasil kajian tersebut Ombudsman juga telah mewawancarai sejumlah pihak antara lain Baintelkam Polri, Polda Sumatera Utara, Polda Jawa Tengah, Polda Jawa Timur, Polda Metro Jaya dan Polda Sulawesi Selatan.
Selain itu, Ombudsman juga telah melakukan kunjungan ke berbagai lembaga antara lain LIPI, Amnesty Internasional, dan PT Pindad (Persero).