Idrus Marham Bantah Terlibat Suap Proyek PLTU Riau-1
Dia menegaskan tuduhan KPK apabila dia sempat meminta bantuan uang ke Johannes Kotjo untuk pencalonan ketua umum Golkar, tak terbukti
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Idrus Marham membantah terlibat kasus suap proyek PLTU Riau-1. Bantahan itu disampaikan di sidang beragenda pemeriksaan saksi mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih.
"Eni sudah mengatakan semua, saya tidak terlibat di PLTU, tidak pernah menyuruh, Eni dan Kotjo tidak pernah kasih uang, tak pernah ngasih janji," kata dia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, (29/1/2019).
Dia menegaskan tuduhan KPK apabila dia sempat meminta bantuan uang ke Johannes Kotjo untuk pencalonan ketua umum Golkar, tak terbukti di persidangan Eni Saragih.
Apabila mempunyai keinginan menjadi ketua umum di partai berlambang pohon beringin itu, dia menegaskan, terpilih karena kualitas. Bukan karena mempunyai uang dalam jumlah tertentu.
"Saya mau jadi ketua umum itu karena kualitas bukan karena isi tas, kalau ada yang sumbang tidak ada syarat, karena saya mau jadi ketua umum tidak tersandera oleh siapapun," tambahnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Idrus Marham bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih terlibat menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Baca: Jokowi-Maruf Akan Bicarakan Janji-janji Politik di Debat Pilpres
Johanes Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd (BNR, Ltd). Uang itu diberikan untuk proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Dalam surat dakwaan itu, JPU pada KPK menyebut pemberian uang itu diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Rencananya, proyek akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Semula, Kotjo melalui Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero terkait rencana pembangunan PLTU.
Tetapi, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, akhirnya Kotjo menemui Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Lalu, Kotjo meminta bantuan Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN.
Kemudian, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni yang merupakan anggota Fraksi Golkar yang duduk di Komisi VII DPR, yang membidangi energi.
Selama perjalanan kasus ini, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.
Di dalam surat dakwaan disebutkan, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham. Idrus saat itu mengisi jabatan ketua umum Golkar, karena Setya Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan e-KTP.
JPU pada KPK menduga Idrus berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar. Idrus disebut meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
Atas perbuatan itu, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.