PT BAP Belum Kantongi Rekomendasi Perizinan Perkebunan Sawit di Kalimantan Tengah
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus suap tiga pejabat Sinarmas yang didakwa menyuap anggota DPRD Kalimantan Tengah.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus suap tiga pejabat Sinarmas yang didakwa menyuap anggota DPRD Kalimantan Tengah.
Dalam sidang yang digelar, Rabu (30/1/2019), Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kalimantan Tengah, Aster Bonawati dihadirkan sebagai saksi.
Dalam persidangan, Aster Bonawati mengungkapkan anak usaha Sinarmas, yakni PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) belum diberikan rekomendasi izin perkebunan sawit dari gubernur.
Baca: Pengamat Nilai Langkah KPU Rilis Caleg Mantan Napi Korupsi Sebagai Bagian dari Pemenuhan Hak Publik
"Tidak ada rekomendasi perizinan untuk PT BAP," ujar Aster dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Rabu (30/1/2019).
Dia menjelaskan, pemohon izin harus menempuh prosedur melalui Dinas PTSP yang kemudian ditujukan kepada gubernur.
Nantinya, pemohon diminta melengkapi persyaratan.
Baca: Mandala Shoji Jadi Buronan Usai Divonis 3 Bulan Penjara, Postingan Terakhirnya di IG jadi Sorotan
Sedangkan, Dinas PTSP meminta pertimbangan teknis dari dinas terkait.
Setelah semua persyaratan terpenuhi, kata dia, gubernur melalui Dinas PTSP akan mengeluarkan rekomendasi izin.
Adapun terkait kasus ini, menurut Aster, semula dia tidak mengetahui apakah PT BAP sudah memiliki semua perizinan atau belum.
Baca: Raih Penghargaan The Most Trusted Company Of The Year, Ini Komitmen Poltracking Indonesia
Dia baru mencari tahu setelah ada pemberitaan mengenai pencemaran lingkungan yang melibatkan PT BAP.
Aster menjelaskan, pada saat itu ada beberapa persyaratan yang belum dilengkapi PT BAP.
Sehingga, permohonan tidak bisa dimasukan data base dan akhirnya dikembalikan kepada pemohon.
Dia mengaku Teguh Dudy Syamsuri, seorang terdakwa, pernah diketahui datang mewakili Sinarmas Group untuk mengurus perizinan.
Namun, sampai sekarang permohonan tersebut masih di proses.
Seperti diketahui, kasus ini bermula dari rapat paripurna DPRD Kalteng memperoleh laporan serta adanya pemberitaan media massa mengenai tujuh perusahaan sawit yang diduga lakukan pencemaran di Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalteng.
Salah satu perusahaan tersebut yaitu PT Binasawit Abadi Pratama (PT BAP) di bawah PT Sinar Mas Agro Resources dan Technology (PT SMART).
Selain itu, RDP seharusnya juga membahas masalah tidak adanya izin Hak Guna Usaha (HGU) dan tidak adanya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPH), serta belum adanya plasma yang dilakukan PT Binasawit Abadi Pratama.
Edy Saputra Suradja, Wakil Direktur Utama PT SMART Tbk dan Direktur/Managing Director PT Binasawit Abadi Pratama (PT BAP) didakwa memberikan uang suap Rp 240 juta kepada empat anggota DPRD Kalimantan Tengah periode 2014-2019.
Pemberian suap itu diberikan agar DPRD Kalimantan Tengah tidak melakukan rapat dengar pendapat terkait dugaan pencemaran limbah di Danau Sembuluh.
Pemberian uang kepada Borak Milton (Ketua Komisi B DPRD Kalimantan Tengah) dan Punding Ladewiq H. Bangkan (Sekretaris Komisi B DPRD Provinsi Kalimantan Tengah) melalui Edy Rosada dan Arisvanah (anggota komisi B DPRD Provinsi Kalimantan Tengah).
Selama melakukan perbuatan itu, Edy bersama-sama dengan Willy Agung Adipradhana, selaku Direktur Operasional Sinar Mah Wilayah Kalimantan Tengah IV, V dan Gunungmas/Chief Executive Officer (CEO) Perkebunan Sinar Mas 6A Kalimantan Tengah-Utara dan Teguh Dudy Syamsuri Zaldy, selaku Department Head Document and License Perkebunan Sinar Mas untuk wilayah Kalimantan Tengah-Utara.
Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Willy Agung Adipradhana dan Teguh Dudy Syamsuri Zaldi diancam pidana Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.