NasDem Tak Potong Gaji Kader yang Duduk di Parlemen untuk Operasional Partai
Partai NasDem memiliki kebijakan antimahar dan tidak potong gaji kader yang merupakan anggota dewan.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai NasDem memiliki kebijakan anti uang mahar dan tidak potong gaji kader yang merupakan anggota dewan.
Namun, kebijakan itu bukan untuk pamer atau ingin dipuja dan dipuji partai lain.
Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate mengatakan, biaya politik di Nasdem itu tidak menjadi dominan.
Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko setuju dengan langkah NasDem.
Menurutnya pemotongan gaji anggota dewan hal itu idealnya tidak dilakukan partai politik.
Jika ada partai politik yang memotong gaji anggota dewan untuk operasional, kata dia, patut diduga ada masalah internal partai dalam menyediakan dana.
Dadang berpendapat, partai politik semestinya bisa transparan dalam mengumumkan sumber dana mereka.
"Idealnya memang gaji mereka (anggota dewan) tidak dipotong oleh partainya. Pemotongan itu juga mencerminkan ada problem ketersediaan dana bagi parpol dalam menjalankan fungsi elektoralnya," kata Dadang saat dikomfirmasi, Jumat (8/2/2019).
Pegiat antikorupsi ini menilai, potongan gaji anggota dewan bisa bernilai besar ataupun kecil.
"Jumlah potongan itu biasanya memang tidak besar. Tetapi itu akan berpengaruh kalau penghasilan anggota DPR itu hanya mengandalkan gajinya," katanya.
Dadang menuturkan, yang menjadi masalah adalah ketika anggota DPR atau DPRD yang melakukan korupsi itu bukan untuk keperluan bertahan hidup atau operasional karena gaji tidak mencukupi.
"Mereka membutuhkan uang untuk menopang cita-cita politik dan gaya hidupnya yang mewah," kata dia lagi.
Sementara Peneliti Formappi Lucius Carus menilai semua upaya yang dilakukan parpol untuk mencegah praktik korupsi itu perlu diapresiasi.
Menurutnya yang penting, adalah bagaimana komitmen dan konsisten itu berjalan.
"Tak hanya soal hubungan antara partai dan kader, lagi tak hanya soal tidak menggunakan mahar atau tidak menerapkan iuran ke partai dari anggota DPR, tetapi beranikah Partai membuka semua laporan keuangannya kepada publik," katanya.
Dirinya menegaskan, komitmen itu hanya layak dipercaya jika publik tak hanya dijejali dengan jargon-jargon tetapi langsung membuktikan bagaimana parpol mengelola keuangannya transparan.
Baca: Masa Jabatan Surya Paloh Sudah Berakhir, Bagaimana Nasib Partai Nasdem di Pemilu 2019?
Terkait hal ini, NasDem, menurut Johnny G Plate mengatakan, dengan tak adanya pemotongan gaji, partainya ingin membuktikan bahwa gerakan perubahan restorasi Indonesia itu bukan hanya slogan saja.
Dirinya berharap kebijakan, ini bisa menguranggi potensi korupsi.
"Setidaknya caleg tidak ada beban finansial yang harus dipertanggungjawabkan atau dibayar kembali. Nasdem juga tidak akan mengambil uang kepada caleg yang terpilih dan duduk di parlemen. Tidak ada pungutan uang atau potong gaji untuk membiayai partai," kata Johnny.
Sebelumnya Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh juga menekankan, profesionalisme yang menjadi patokan di NasDem, untuk kadernya, harus diimbangi dengan moralitas.
Menurutnya, kalau ada yang mengatakan NasDem antikorupsi, itu bukan pertanyaan yang harus dijawab.
"Pakta integritas simpan jauh-jauh karena kita bukan lagi dalam fiskursus masalah antikorupsi, kita ingin bangsa ini harus meminimalisir praktik korupsi, tapi ini bukan kerjaan satu-satunya, memberantas korupsi," kata Paloh, Jumat (8/2/2019).
Paloh menambahkan, banyak pekerjaan rumah yang tak kalah penting untuk membangun kesadaran masyarakat terkait hak dan kewajiban. Pemberantasan korupsi adalah kewajiban semua.
"OTT kita mengelus Dada, kalau setiap minggu dicopot, ada yang salah, NasDem menyatakan kesedihannya. Kita dukung giat pemberantasan korupsi tetapi kita ingatkan bahwa preventif jauh lebih penting daripada gerakan represif," tuturnya.
Sedang pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan aturan tegas yang diterapkan terhadap para kader yang terlibat korupsi, menjadi salah satu upaya positif untuk mengembalikan dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap parpol.
Terlebih saat ini masyarakat cenderung akan meninggalkan parpol tidak tegas terhadap pemberantasan korupsi.
"Kalau mereka tidak mau dihukum oleh publik, dan mau dihargai, maka parpol harus betul-betul memperlihatkan sebagai partai yang bersih dari tindak korupsi," kata Ray Rangkuti.
Menurutnya tren isu korupsi ke depan akan semakin kuat. Oleh karena itu, jika partai tidak ingin ditinggalkan oleh para pemilih, harus memiliki komitmen dan aturan tegas terhadap pemberantasan korupsi.
Upaya apapun yang dilakukan parpol untuk menghilangkan potensi korupsi adalah hal yang harus diapresiasi.