KPU: Orang Gila Tidak Punya Hak Pilih di Pemilu 2019
KPU heran isu-isu seperti ini diangkap ke permukaan, utamanya menjelang pelaksanaan pemilu 2019.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua KPU RI Arief Budiman membantah adanya informasi yang menyatakan pihaknya turut mendata calon pemilih dengan status gila, ke daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019.
"Itu berita hoax KPU dibilang sudah mendata orang gila dalam daftar pemilih. Saya tahu informasi bohong ini menyebar," kata Arief dalam acara Rapat koordinasi Kehumasan dan Hukum 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (11/2/2019).
Bantahan Arief ini menyusul pertanyaan salah seorang peserta Rakornas asal Bengkulu yang menyampaikan isu soal KPU membolehkan orang gila memilih berkembang di daerahnya.
Sekali lagi, Arief menegaskan, KPU tidak pernah mendata warga yang sudah dinyatakan gila masuk dalam daftar pemilih. KPU hanya mendata dan mendatangi warga yang punya gangguan kesehatan jiwa.
"Orang gila itu tidak boleh memilih. KPU hanya mendata warga sebagai pemilih yang memiliki kesehatan jiwanya terganggu, bukan gila ya. Bukan orang gila yang di jalanan nggak pake baju dan makan apa saja di jalan," ungkapnya.
Baca: Baim Wong ke Daerah Kumuh dengan Tampilan Bak Orang Gila, Warga Bantar Gebang: Kok Dandan Begini?
KPU heran isu-isu seperti ini diungkap ke permukaan, utamanya menjelang pelaksanaan pemilu 2019.
Padahal menurutnya, Mahkamah Konstitusi (MK) di tahun 2008 sudah memutuskan warga yang terganggu jiwanya namun masih punya kesadaran untuk memilih, bisa diikutsertakan untuk menyalurkan hak pilihnya.
Hal itupun sudah diterapkan pada pelaksanaan pemilu 2009 dan 2014 lalu.
"Pada Pemilu 2009 dan Pemilu 2014 juga boleh warga yang memiliki gangguan jiwa ikut pemilu. Kok, sekarang isunya KPU membolehkan orang gila ikut memilih," ujarnya.
Baca: Soimah Ngakak Saat Jokowi Contohkan Panggil Iriana Bila Tinggal di Istana, Ibunda Kaesang Menoleh
Arief menjelaskan, pengertian dari seseorang dengan gangguan jiwa ialah penyakit tersebut tidak permanen. Mereka hanya sedang terganggu jiwanya dan bisa pulih kembali seperti biasa.
Sementara yang di data oleh KPU ialah mereka yang sedang jalani rehabilitas alias tengah memulihkan stress. Sebab hal ini berbeda dengan orang yang sudah berstatus gila.
"Kita kalau diperiksa kejiwaan kita bisa dibilang terganggu. Saya saja yang setiap saat mikirin kotak suara, surat suara, kadang stress dan kalau diperiksa mungkin dibilang terkena gangguan jiwa. Yang penting dia tidak gangguan jiwa permanen dan mampu memilih dalam pemilu," terang Arief.
"Yang kita data, orang-orang yang sedang jalani rehabilitasi, memulihkan stress nya. Istilahnya bukan orang gila, tapi orang dengan gangguan jiwa. ODGJ atau orang dengan gangguan jiwa, masih boleh memilih," pungkasnya.