Ahli dalam Sidang Terdakwa Lucas Sebut Rekaman Suara Bernilai Hukum Hanya untuk Satu Perkara
Di persidangan, salah satu penasihat hukum Lucas, Aldres Napitupulu menanyakan sadapan yang dimiliki KPK terkait perbincangan seseorang diduga Lucas
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
![Ahli dalam Sidang Terdakwa Lucas Sebut Rekaman Suara Bernilai Hukum Hanya untuk Satu Perkara](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sidang-lucas-di-tipikor.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus dugaan merintangi penyidikan perkara Bos Paramount Enterprise International, Eddy Sindoro yang menjerat terdakwa Advokat Lucas.
Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Kamis (14/2/2019) ini.
Baca: Pekan Depan, Penasihat Hukum Hadirkan Saksi Meringankan untuk Eddy Sindoro
Tim penasihat hukum Lucas menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Said Karim. Said dihadirkan untuk menguji keabsahan barang bukti rekaman Lucas dan Eddy Sindoro.
Di persidangan, salah satu penasihat hukum Lucas, Aldres Napitupulu menanyakan sadapan yang dimiliki KPK terkait perbincangan seseorang diduga Lucas.
Menurut Aldres, sadapan itu diperoleh KPK dari proses penyidikan Eddy Sindoro.
"Perekaman ternyata ada sprindik, tetapi untuk orang lain? Saya merekam a, sprinlidik maupun sprindik belum ada, sprindik b sudah dan saya lakukan perekaman a. Apakah dibenarkan, apa kekuatan alat bukti?" tanya Aldres kepada Said Karim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Kamis (14/2/2019).
Menanggapi pertanyaan Aldres, Said Karim menyatakan seharusnya KPK spesifik menyadap seseorang. Dia menegaskan, sadapan itu tidak ada nilai hukumnya jika perkaranya berbeda.
"Itu harus sifatnya spesifik. Tidak boleh untuk kepentingan perkara lain, dilakukan proses perekaman dan penyadapan, kemudian digunakan untuk perkara orang lain. Sesuai putusan MK itu, sifatnya khusus berkenaan dengan perkara tertentu, tidak bisa dipertukarkan. Itu tidak bisa dilakukan. Kalau demikian terjadi, nilai pembuktiannya tidak bernilai hukum," kata Said Karim menjelaskan.
Untuk itu, kata dia, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempunyai kewajiban menunjukkan keaslian atau originalitas dari barang bukti.
Selain itu, penasihat hukum terdakwa dan majelis hakim juga dapat menilai apakah pembuktian berdasarkan hukum atau tidak.
"Secara umum satu alat bukti Pasal 184 KUHAP. Maka ini kebenaran dari bukti it diuji di persidangan. Jadi kewenangan majelis hakim, apakah dia yakin," kata dia.
Selain itu, terkait keterangan saksi, dia menjelaskan, keterangan saksi yang benar adalah keterangannya yang berkesesuaian.
Dalam hal ini apabila ada dua atau tiga saksi menyampaikan hal yang sama maka hakim harus mengenyampingkan keterangan satu saksi yang berbeda.
“Jadi keterangan satu saksi harus dikesampingkan,” ungkap ahli.
Seperti diketahui, Lucas didakwa menghalangi proses penyidikan KPK terhadap tersangka mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro. Lucas diduga membantu pelarian Eddy ke luar negeri.
Selain itu, Lucas mengupayakan supaya Eddy masuk dan keluar wilayah Indonesia, tanpa pemeriksaan petugas Imigrasi. Hal itu dilakukan supaya Eddy tidak diproses secara hukum oleh KPK.
Atas perbuatan itu, Lucas didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Eddy merupakan tersangka dalam kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Kasus ini sudah bergulir sejak tahun 2016 ketika Eddy ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, Eddy mengungkapkan perjalanan ke sejumlah negara setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengobati penyakit.
Sehingga, dia membantah keberadaan di luar negeri menghindari proses hukum. Sejak ditetapkan sebagai tersangka 2016, dia sudah di luar negeri.
Baca: Eddy Sindoro Bantah Percakapan Hasil Sadapan KPK
Pada saat itu, dia selalu berpindah-pindah, mulai dari Jepang, Kamboja, Hongkong, Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Selama berada di luar negeri, dia menggunakan paspor palsu Republik Dominika.