Kisah Vivi Penyintas Bom Marriot yang Maafkan Pelaku Setelah Lihat Mantan Teroris Menangis
"Saat saya mencaci-maki, Beliau diam, malah menangis. Kenapa teroris bisa menangis?"
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Deodatus Pradipto
Saat baru mengalami peristiwa naas itu, ia mengaku bingung lantaran momen pernikahannya semakin dekat, namun dia mengalami kenyataan pahit.
Vivi mengaku saat itu belum bisa menerima kenyataan tangannya tidak bisa berfungsi secara normal.
Ia takut tidak bisa bersalaman dengan para tamu undangan yang hadir di pesta pernikahannya.
Akhirnya, Vivi terpaksa merelakan pernikahannya, ia batal menikahi pujaan hatinya.
Rencana indah yang telah ia dan pasangannya rencanakan buyar lantaran peristiwa yang terjadi hanya sepersekian detik itu.
"Bagaimana menyalami dengan tangan saya yang dibungkus, saya tak sanggup, akhirnya saya memutuskan untuk tidak jadi menikah," kata Vivi.
Vivi membutuhkan pemulihan mental.
Ia mengaku sempat konseling dengan para psikolog untuk mengembalikan keberaniannya dan menghilangkan traumanya melintasi kawasan yang memberikan memori buruk baginya.
Kecemasannya saat itu mempengaruhi karier Fifi, ia enggan melanjutkan pekerjaannya.
Seiring berjalannya waktu, konseling yang dia jalani memberikan trauma healing yang cukup membantu.
Satu dari sekian cara yang harus dia lakukan memang sempat membuatnya ragu.
Vivi harus mencoba kembali mendatangi lokasi yang pernah membuat hidupnya seketika hancur.
"Saya tidak sanggup untuk bekerja kembali dan stres, konseling dengan psikolog dan akhirnya mereka menyampaikan ini harus dihadapi, kita harus bisa berada di tempat saat kejadian terjadi," jelas Vivi.
Perlahan, namun pasti ia akhirnya mencoba saran tersebut. Vivi mulai mencoba melangkahkan kakinya ke kawasan hotel itu, namun ia mengawalinya melalui kawasan perbelanjaan ITC Ambassador.