Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Faizal Assegaf Menuding Gerakan Radikal KIni Pindah ke Media Sosial

Kata Faizal Assegaf, sejak dibubarkan, HTI kini aktif menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks di sosial media dibandingkan turun ke jalan.

Penulis: Ria anatasia
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Faizal Assegaf Menuding Gerakan Radikal KIni Pindah ke Media Sosial
TRIBUNNEWS/RIA ANASTASIA
Diskusi Pemilu Damai Tanpa Radikalisme, Intoleransi dan Terorisme di Lentera Cafe, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (16/2/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilihan Umum (Pemilu 2019)  Ketua Progres 98, Faizal Assegaf mengatakan, paham radikalisme dan intoleransi masih mendominasi pemilu 2019 yang akan diselenggarakan 17 April 2019 mendatang.

Salah satu pendiri Presidium Alumni 212 itu menyebutkan, kelompok radikal Hizbut Tahfir Indonesia (HTI) masih eksis saat ini dan sering menumpang nama pada kelompok yang sebetulnya damai dan mendukung demokrasi. 

Kata Faizal Assegaf, sejak dibubarkan, HTI kini aktif menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks di sosial media dibandingkan turun ke jalan.

 "Menelang Pikada DKI saya sebagai penentu alumni 212 koordinator kajian politiknya tujuan awal itu gimana hadirkan gerakan oposisi yang damai. Tapi ada upaya untuk menunggangi yang dilakukan oleh HTI untuk timbulkan perpecahan," kata dia dalam diskusi Pemilu Damai Tanpa Radikalisme, Intoleransi dan Terorisme di Lentera Cafe, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (16/2/2019).

"Di medsos sejak HTI bubar tak ada lagi demo-demo di jalan, mereka buat forum di medsos didanai kekuatan-kekuatan Internasional," ucap dia.

Faizal menyatakan, kelompok radikal sebetulnya tidak mendukung kandidat capres cawapres tertentu, melainkan punya agenda dan kepentingannya sendiri.

Baca: Jokowi Minta Pendukungnya Setop Uninstall Bukalapak

Berita Rekomendasi

"Di Twitter sudah ada ancaman integrasi. Mereka tak tanggung-tanggung suarakan keinginan mereka untuk kegagalan demokrasi yang sudah berlangsung tak peduli Prabowo kalah Jokowi menang dan lainnya. Ini ancaman yang serius, tak bisa demokrasi dengan biaya mahal malah jadi pintu masuk disintegrasi Indonesia," tegasnya.

Menurutnya, pemerintah, KPU dan TNI/Polri perlu ambil sikap tegas untuk memberantas kelompok radikal tersebut. 

"Saya usulkan KPU TNI Polri harus sensitif lihat itu. Jangan sampai elemen yang tidak percaya hasil pemerintahan demokrasi ikut terlibat dan ciptakan konflik," kata Faizal.

"Musuh kita bukan Prabowo, bukan oposisi tapi intolerasi radikalisme pelaku utamanya HTI yang terlibat dalam skenario-skenario kebohongan," tambahnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, radikalisme, intoleransi dan terorisme masih menjadi ancaman menjelang Pemilu 2019.  Maka itu, ia meminta masyarakat Indonesia mampu mendeteksi ancaman tersebut.

"Harapan kami pemilu ini damai, aman, penuh kegembiraan tanpa ada gerakan yang bisa menggangu pemilu dan menimbulkan keretakan sosial," kata Karyono.

Dia mengatakan, salah satu bentuk ancaman pada pemilu saat ini adalah politik identitas yang mengedepankan suku, agama, ras dan antar golongan. Bahkan, selama memasuki masa kampanye, lanjut dia, ruang publik telah diisi ujaran kebencian dan hoax.

"Gerakan-gerakan intoleran, gerakan radikalisme, paham khilafah islamiah juga ikut menumpang dalam proses pemilu. Kemudian, kita sering kali melihat masih ada bendera HTI berkibar di dalam proses pemilu 2019 ini. Itu mengkhawatirkan, jangan sampai hal itu mengganggu proses pemilu," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas