Debat Kedua Pilpres 2019, Jokowi Apresiasi Petani Jagung dan Padi
Jokowi menilai mereka telah bekerja keras meningkatkan angka produksi jagung hingga 3,3 juta ton, sehingga Indonesia mampu mengurangi impor.
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Willem Jonata
Selanjutnya menurun drastis pada 2016 sebesar 67,73 persen atau 884,6 ribu ton. Kemudian zero impor pada tahun 2017.
Sektor jagung sebagai salah satu komponen bahan pakan telah berkontribusi besar hingga 40 bahkan 50 persen.
Setidaknya diperlukan jagung sebanyak 7,8 juta ton untuk industri pakan dan 2,5 juta ton untuk peternak mandiri dari total produksi pakan tahun 2018 yang mencapai 19,4 juta ton.
Sebagaimana rujukan data, dalam kurun waktu 22 tahun terakhir (1993-2015) Indonesia mengalami pergeseran sentra produksi jagung, dari pulau Jawa ke Sumatera dan wilayah Timur Indonesia seperti: Sulawesi, Kalimantan dan Nusa Tenggara. Meskipun dominasi produksi jagung tetap di pulau Jawa, namun terjadi pergeseran dari 62,26 persen (1993), menjadi 54,1 persen (2015).
Di pulau Sumatera, kenaikan produksi jagung dari 16,27 persen (1993) menjadi 21,7 persen (2015); dan Sulawesi dari 11,86 persen (1993) menjadi 14,1 persen (2015).
Sementara itu dari 90 pabrik pakan saat ini masih terpusat di 2 (dua) pulau besar yaitu Jawa (65 pabrik atau 72,2 persen dan Sumatera 19 pabrik atau 21,1 persen.
Baca: Dinilai Serang Prabowo Secara Personal, Ketua BPN Sebut Jokowi Curang
Terkait statment calon presiden 01, yang juga incumben Presiden Joko Widodo Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, I Ketut Diarmita dalam keterangan tertulisnya menjelaskan secara detil bahwa sejak 2014 rekomendasi pemasukan jagung sebagai pakan ternak mencapai 3,16 juta ton. Rekomendasi itu dikeluarkan Dirjen PKH Kementan.
"Jadi saya yang tahu datanya, sejak 2014 rekomendasi impor terus menurun dan pada tahun 2018 kami hanya mengeluarkan rekomendasi impor jagung pakan ternak sebanyak 73 ribu ton yang digunakan sebagai cadangan pemerintah melalui Rakortas dengan pelaksana impor jagung adalah Bulog," kata Diarmita.
Diarmita mengatakan, data impor jagung yang dipublikasikan oleh BPS maupun Kementerian Pertanian terdiri dari beberapa kode Harmonized System (HS) dan bukan merupakan produk tunggal. Dengan demikian, data impor secara keseluruhan bukan sebagai bahan pakan. Menurut dia, data impor yang ada adalah jagung segar maupun olahan.
"Jagung segar itu bisa berupa jagung bibit, jagung brondong dan jenis jagung segar lainnya. Sedangkan jagung olahan bisa berupa maizena, jagung giling, pati jagung, minyak jagung, sekam, dedak, bungkil dan residu. Inilah yang perlu kita pahami bersama bahwa tidak ada kode HS khusus jagung yang digunakan untuk pakan dan penggunaan jagung segar," katanya.
Menurut Diarmita, jagung sebagai komoditas pangan strategis kedua setelah padi, juga sebagai salah satu bahan pakan utama dalam formulasi pakan, sampai dengan akhir 2017 rekomendasi pemasukannya melalui Kementerian Pertanian.
"Yang jagung untuk Pakan rekomendasi dikeluarkan oleh Kementan, sedangkan selain untuk pakan rekomendasi impor oleh Kementrian lain", ujarnya.(*)