Jalani Persidangan, Merry Purba Menangis Suaminya Meninggal
Pada saat duduk di kursi terdakwa, Merry Purba tiba-tiba menangis di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus perkara suap yang menjerat terdakwa Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba.
Pada saat duduk di kursi terdakwa, Merry Purba tiba-tiba menangis di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Wanita memakai baju dan rok berwarna hitam itu tidak dapat menahan air mata.
Di awal persidangan, ketua majelis hakim, Saifuddin Zuhri, menanyakan mengenai keadaan Merry.
"Sebelumnya kami tanyakan terlebih dahulu saudara terdakwa sehat?" tanya hakim kepada Merry.
Merry menangis sambil menjawab pertanyaan majelis hakim.
Baca: Datang ke Rutan Medaeng, Al Ghazali Pakai Baju Bergambar Ahmad Dhani Bertuliskan My Hero
"Terus terang yang mulia, telah hilang, tak ada lagi memperjuangkan kebenaran ini, memohon kepada Tuhan beri supaya aku dikuatkan menjalani proses ini, dan aku jalani enggak apa-apa. Saya jalani semua," jawab Merry.
Hakim menanyakan apakah Merry dapat mengikuti sidang itu.
Sambil terisak-isak, Merry mengaku siap melanjutkan persidangan beragenda pemeriksaan saksi dari JPU pada KPK.
Di kesempatan itu, majelis hakim mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya suami dari Merry Purba, Sitorus. Sitorus meninggal dunia di Sumatera Utara pada pekan lalu.
"Sebelum lebih lanjut kami atas nama majelis hakim menyampaikan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya suami ibu. kita tidak memiliki yang memiliki yang diatas, Istilahnya yang mengambil yang diatas.
kita hanya bisa mendoakan menurut agama dengan keyakinan masing-masing. kami harap ibu bisa menerimanya dengan ikhlas sabar dan tabah begitu ya?" kata hakim.
Rencananya, pada hari ini, sidang beragenda pemeriksaan saksi. Adapun saksi-saksi yang dihadirkan, yaitu Martin Teni Peters, panitera pengganti PN Medan
Wahyu probo Yulianto, panitera muda khusus Tipikor PN Medan, dan Oloan Sirait panitera pengganti PN Medan.
Sebelumnya, pada saat membacakan surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menyebut Merry menerima uang dari Tamin Sukardi, terdakwa korupsi penjualan tanah yang masih berstatus aset negara. Uang itu diberikan melalui Helpandi, selaku Panitera Pengganti PN Tipikor Medan.
Pemberian hadiah tersebut berasal dari Tamin Sukardi melalui Hadi Setiawan, di mana jumlah keseluruhan uang yang diterima oleh Helpandi sebanyak SGD 280.000.
"Melakukan atau turut serta melakukan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang sebanyak SGD 150.000 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut yang diterima melalui Helpandi untuk kepentingan terdakwa Merry Purba," kata JPU pada KPK, ditemui di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Senin (14/1/2019) siang.
Suap diberikan dengan tujuan agar Merry Purba memberikan keringanan hukuman kepada Tamin selaku terdakwa korupsi penjualan tanah yang masih berstatus aset negara.
Perkara tersebut, yakni dugaan korupsi terkait pengalihan tanah negara atau milik PTPN II Tanjung Morawa di Pasar IV Desa Helvetia, di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Merry Purba merupakan salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara Tamin.
"Bahwa terdakwa Merry Purba mengetahui atau setidak-tidaknya dapat menduga uang sebanyak SGD 150.000 yang diterimanya melalui Helpandi untuk mempengaruhi putusan perkara tindak pidana korupsi atas nama Tamin Sukardi Nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn yang sedang diadili/disidangkan di Pengadilan Tiikor pada PN Medan agar menjatuhkan putusan bebas," kata Jaksa pada KPK.
Upaya pemberian uang itu dinilai mempengaruhi Merry sehingga akhirnya membuat pernyataan Dissenting Opinion atas kasus Tamin.
"Hal ini sesuai dengan pernyataan Dissenting Opinion dari terdakwa Merry Purba yang membebaskan Tamin Sukardi dari segala dakwaan dan tuntutan Penuntut Umum," ujar Jaksa pada KPK.
Atas perbuatan itu, terdakwa didakwa melakukan pelanggaran tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 12 huruf c Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dalam kasus dugaan suap kepada hakim PN Medan terkait penanganan perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, KPK menetapkan Hakim Ad Hoc PN Medan, Merry Purba (MP) sebagai tersangka bersama Helpandi (HK) selaku Panitera Pengganti (PP) PN Medan serta Direktur PT Erni Putra Terari, Tamin Sukardi, dan Hadi Setiawan selaku orang kepercayaan Tamin.
Merry diduga menerima suap sejumlah SGD280.000melalui Helpandi dari Tamin Sukardi bersama Hadi.
Suap ini diberikan agar Tamin divonis ringan dalam kasus korupsi penjualan tanah aset negara senilai Rp132 miliar lebih.
Dalam vonis yang dibacakan pada tanggal 27 Agustus 2018 ini, Merry menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion) bahwa penjualan tanah senilai Rp132 miliar lebih itu bukan merupakan tindak pidana korupsi.
Adapun jaksa penuntut umum meminta majelis hakim memvonis Tamin 10 tahun pidana penjara, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp132 miliar.
KPK menyangka Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan diduga selaku pemberi suap melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan terhadap Merry Purba dan Helpandi diduga selaku penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.