Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

BPN: Kekerasan Terhadap Wartawan Tidak Dibenarkan

Ahmad Muzani menyayangkan adanya tindak kekerasan terhadap wartawan dalam acara Munajat 212 di Kawasan Monumen Nasional

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
zoom-in BPN: Kekerasan Terhadap Wartawan Tidak Dibenarkan
Tribunnews.com/ Taufik Ismail
Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani 

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ahmad Muzani menyayangkan adanya tindak kekerasan terhadap wartawan dalam acara Munajat 212 di Kawasan Monumen Nasional, Kamis (21/2/2019) malam.

Ia mengatakan bahwa kegiatan wartawan dalam peliputan harus dilindungi.

"Saya tetap konsisten profesi wartawan itu adalah profesi yang pada posisi tengah. Jadi, kegiatan apapun harus menghormati profesi. tindakan kekerasan terhadap wartawan adalah tindakan yang tidak benar," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (22/2/2019).

Baca: Hasil Pertandingan Twitch MDL Macau 2019, Virtus.Pro vs Invictus Gaming

Menurut Wakil Ketua MPR itu, harus ada lembaga yang dapat melindungi profesi wartawan.

Sehingga kegiatan jurnilistik yang dilakukan terjamin keamanannya.

Bukan hanya di Indonesia menurutnya, kekerasan wartawan sudah banyak terjadi di negara lain.

Berita Rekomendasi

"Ada ketidakpuasan iya tapi bukan melawan wartawan," ujarnya.

Sebelumnya, sejumlah jurnalis menjadi korban kekerasan, intimidasi, dan persekusi oleh massa yang menggunakan atribut satu Ormas.

Baca: Menteri LHK: Soal Konsesi, Posisi Jokowi Sangat Tegas Hutan untuk Kesejahteraan Rakyat

Peristiwa itu terjadi di kawasan Monas, Jakarta, saat kegiatan Munajat 212 digelar pada Kamis malam (21/2/2019).

Koordinator Liputan CNN Indonesia TV, Joni Aswira yang berada di lokasi menjelaskan kejadian tersebut.

Malam itu, belasan jurnalis dari berbagai media berkumpul di sekitar pintu masuk VIP, dekat panggung acara.

Mereka menanti sejumlah narasumber yang datang untuk diwawancarai.

Tiba-tiba di tengah selawatan sekira pukul 21.00 WIB, terjadi keributan.

Massa terlihat mengamankan orang.

Saat itu, beredar kabar ada copet tertangkap.

Baca: Chelsea Dihukum FIFA, Pintu Transfer Eden Hazard ke Real Madrid Tertutup

Para jurnalis yang berkumpul langsung mendekati lokasi kejadian.

Beberapa di antaranya merekam, termasuk jurnalis foto (kamerawan) CNN Indonesia TV.

Kamera jurnalis CNN Indonesia TV cukup mencolok sehingga menjadi bahan buruan sejumlah orang.

Massa yang mengerubungi bertambah banyak dan tak terkendali.

Beberapa orang membentak dan memaksa jurnalis menghapus gambar kericuhan yang sempat terekam beberapa detik.

Saat sedang menghapus gambar, Joni mendengar ucapan bernada intimidasi dari arah massa.

“Kalian dari media mana? Dibayar berapa? Kalau rekam yang bagus-bagus aja, yang jelek enggak usah!” ujarnya menirukan ucapan orang yang berbicara kepadanya.

Nasib serupa juga dialami wartawan Detik.com.

Saat sedang merekam, dia dipinta seseorang untuk menghapus gambar.

Namun, dia tak mau menyerahkan ponselnya.

Massa kemudian menggiring wartawan Detik.com ke dalam tenda VIP sendirian.

Meski telah mengaku sebagai wartawan, mereka tetap tak peduli.

Di sana, dia juga dipukul dan dicakar, selain dipaksa jongkok di tengah kepungan belasan orang.

Namun, akhirnya ponsel wartawan tersebut diambil paksa.

Semua foto dan video di ponsel tersebut dihapus.

Bahkan aplikasi WhatsApp pun dihapus, diduga agar pemilik tak bisa berkomunikasi dengan orang lain.

Usai kejadian itu, korban langsung melapor ke Polres Jakarta Pusat dan melakukan visum.

Jurnalis CNNIndonesia.com yang meliput di lokasi kejadian ikut menjadi saksi kekerasan tersebut.

Sementara jurnalis Suara.com yang berusaha melerai kekerasan dan intimidasi itu terpaksa kehilangan ponselnya.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengutuk aksi kekerasan dan intimidasi oleh massa FPI terhadap jurnalis yang sedang liputan.

Melalui keterangan tertulisnya, Jumat (22/2/2019), AJI menilai tindakan laskar FPI menghapus rekaman video maupun foto dari kamera jurnalis CNN Indonesia TV dan Detikcom adalah perbuatan melawan hukum.

Mereka telah menghalang-halangi kerja jurnalis untuk memenuhi hak publik dalam memperoleh informasi.

Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan, dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Kerja-kerja jurnalistik itu meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan kepada publik. Selain itu, mereka juga bisa dijerat pasal pidana yang merujuk pada KUHP, serta Pasal 18 UU Pers, dengan ancaman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta.

Kasus intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan massa FPI tidak hanya terjadi kali ini saja. Sebelumnya massa FPI pernah melakukan pemukulan terhadap jurnalis Tirto.id Reja Hidayat di Markas FPI, Petamburan, Jakarta Pusat, pada Rabu, 30 November 2016 lalu.

Atas intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis tersebut, AJI Jakarta menyerukan dan menyatakan:

1. Mengecam keras tindakan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan massa FPI terhadap para jurnalis yang sedang liputan Munajat 212.

2. Mendesak aparat kepolisian menangkap para pelaku dan diadili di pengadilan hingga mendapatkan hukuman seberat-beratnya agar ada efek jera. Sehingga kasus serupa tak terulang di masa mendatang.

3. Mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis sebelumnya. Sebab, hingga kini belum ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tuntas sampai pengadilan.

4. Mengimbau masyarakat agar tidak melakukan intimidasi, persekusi dan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang liputan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas