Eddy Sindoro Beralasan Keberadaannya di Luar Negeri untuk Lakukan Pengobatan
Terdakwa Eddy Sindoro mengungkapkan upaya bepergian ke luar negeri setelah penetapan status tersangka untuk melakukan pengobatan.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Eddy Sindoro mengungkapkan upaya bepergian ke luar negeri setelah penetapan status tersangka untuk melakukan pengobatan.
Hal ini diungkapkan Eddy Sindoro pada saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (22/2/2019).
"Semula, rencana saya 21 April ke Amerika. Tetapi, karena ada urusan ini, saya pikir jangan jauh-jauh lah," kata Eddy, Jumat (22/2/2019).
Baca: Maruf Amin Sayangkan Peristiwa Intimidasi Wartawan dalam Acara Munajat 212
Eddy merupakan tersangka dalam kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Eddy Sindoro sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2016.
Eddy diduga terkait penyuapan dalam pengurusan sejumlah perkara hukum beberapa perusahaan yang ditangani di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
KPK telah mengirimkan surat pencegahan ke luar negeri atas nama Eddy Sindoro kepada pihak Imigrasi sejak 28 April 2016.
Namun, dia tidak pernah menjalani pemeriksaan.
Hingga, akhirnya diketahui telah berada di luar negeri.
Baca: Cemburu Mantan Istrinya Punya Pacar, Pria Ini Aniaya Anaknya dan Rekamannya Dikirim ke Mantan Istri
"Saya belum selesai urusan. Pengobatan saya yang belum selesai. Kalau saya pulang kemungkinan tersangka akan sulit berobat," kata dia.
Hingga, akhirnya dia dideportasi dari Negara Malaysia.
Upaya deportasi pemerintah Malaysia itu dilakukan karena Eddy menggunakan paspor palsu.
Dia mengaku mengunakan paspor Negara Dominika.
Baca: Joko Driyono Dicecar 40 Pertanyaan Saat Diperiksa Satgas Antimafia Bola
Namun, dia merasa, paspor itu tidak palsu.
Selama upaya pelarian itu, dia dibantu oleh advokat Lucas.
"Lawyer saya yang ingin supaya cepat," tambahnya.
Sebelumnya, Eddy Sindoro didakwa melakukan suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution dengan uang sejumlah Rp 150 juta dan 50 ribu US Dolar.
Dakwaan itu dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2018).
Uang sejumlah tersebut diduga diberikan Eddy Sindoro kepada Edy Nasution untuk memuluskan sejumlah perkara perdata yang menjerat beberapa perusahaan
Eddy Sindoro meminta agar Edy Nasution menunda pelaksanaan proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan mengupayakan agar PT Across Asia Limited (AAL) bisa mengajukan PK (Peninjauan Kembali) atas putusan pailit meskipun waktu pengajuan PK sudah habis.
Aanmaning sendiri dalam dunia hukum merupakan peringatan berupa pemanggilan kepada pihak tereksekusi untuk melaksanakan hasil persidangan perkara serta hasil keputusannya secara sukarela.
Dalam uraiannya JPU KPK menyatakan untuk kasus penundaan aanmaning Eddy Sindoro melalui Wresti Kristian Hesti Susetyowati menyerahkan Rp 100 juta kepada Eddy Sindoro yang diterima oleh Doddy Aryanto Supeno.
Sementara untuk pengajuan PK PT AAL Eddy Sindoro yang juga melalui Wresti menyerahkan uang hadiah sejumlah Rp 50 juta dan 50 ribu US Dolar.
Eddy Sindoro didakwa melakukan pelanggaran pidana pada Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Edy Nasution sendiri sudah divonis dengan hukuman penjara selama 8 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sementara Doddy Aryanto Supeno divonis 4 tahun penjara dengan denda Rp 150 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.