Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Nilai Denda dan Uang Pengganti Putusan Peradilan Pidana Inkracht 2018 Hampir Rp 39,8 Triliun

Pidana denda dan uang pengganti itu didapatkan dari pelanggaran lalu lintas, korupsi, narkotika, kehutanan, perlindungan anak, perikanan, pencucian ua

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Nilai Denda dan Uang Pengganti Putusan Peradilan Pidana Inkracht 2018 Hampir Rp 39,8 Triliun
Gita Irawan/Tribunnews.com
Ketua MA Prof Dr M Hatta Ali ketika membacakan Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2018 pada Sidang Pleno Mahkamah Agung RI 2019 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Selatan pada Rabu (27/2/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Agung Prof Dr M Hatta Ali mengatakan bahwa nilai denda dan uang pengganti dalam putusan peradilan pidana baik di Mahkamah Agung, peradilan umum, dan peradilan militer melalui putusan-putusan yang telah berkekuatan hukum tetap pada 2018 berjumlah hampir Rp 39,8 triliun.

Pidana denda dan uang pengganti itu didapatkan dari pelanggaran lalu lintas, korupsi, narkotika, kehutanan, perlindungan anak, perikanan, pencucian uang, dan perkara tindak pidana lainnya.

Hal itu disampaikannya ketika membacakan Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2018 pada Sidang Pleno Mahkamah Agung RI 2019 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Selatan pada Rabu (27/2/2019).

"Telah menjatuhkan pidana denda dan pidana uang pengganti dalam pelanggaran lalu lintas, pidana korupsi, narkotika, kehutanan, perlindungan anak, perikanan, pencucian uang, dan perkara-perkara tindak pidana lainnya dengan jumlah total hampir Rp 39,8 triliun," kata Hatta Ali.

Ali mengatakan jumlah tersebut mengalami kenaikan lebih dari dua kali lipat dari tahun 2017.

"Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2017 yang hanya sejumlah Rp 18 triliun," kata Hatta Ali.

Hatta juga menjelaskan, padahal jumlah perkara yang diterima  meningkat 10,65 persen, jumlah beban perkara meningkat 3,82 persen, jumlah perkara yang diputus meningkat 7,07 persen sedangkan jumlah sisa perkara berkurang 34,73 persen jika dibandingkan dengan tahun 2017.

Baca: Kemendagri Telah Terbitkan 1.600 KTP-el untuk WNA

Berita Rekomendasi

Menurutnya jumlah perkara yang diterima tahun 2018 merupakan yang terbanyak dalam sejarah Mahkamah Agung, namun dengan jumlah hakim agung yang relatif sama dari tahun-tahun sebelumnya, Mahkamah Agung mampu memutus perkara melampaui capaian di tahun sebelumnya.

Ia menjelasakan, selama tahun 2018 jumlah perkara masuk ke Mahkamah Agung adalah sebanyak 18.544 perkara yang terdiri dari  17.156 perkara masuk pada 2018 dan sisa perkara tahun 2017 sebanyak 1.388 perkara.

Berdasarkan jumlah tersebut MA berhasil memutus sebanyak 17.638 perkara, sehingga sisa perkara tahun 2018 sebanyak 906 perkara.

"Sisa perkara 2018 juga merupakan jumlah terkecil dalam sejarah Mahkamah Agung. Merujuk pada sisa perkara tahun 2012 yang berjumlah 10.112 perkara, hingga tahun 2018 Mahkamah Agung mampu mengikis sisa perkara sebanyak 9.206 perkara atau 91,04 persen," kata Hatta Ali.

Penyampaian Laporan Akhir Tahun MA ini dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla, dan sejumlah Menteri yakni Menkopolhukam Jenderal TNI (Purn) Wiranto dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.

Selain itu hadir juga para Ketua Mahkamah Agung Negara-negara sahabat yakni Ketua Mahkamah Agung Singapura Yang Mulia Sundaresh Menon, Ketua Mahkamah Federal Malaysia Yang Mulia Tan Sri Datuk Seri Panglima Richard Malanjum dan Ketua Mahkamah Agung Belanda Yang Mulia Maarten Feteris beserta Wakil Ketua Mahkamah Agung dari Kerajaan Qatar, Wakil Ketua Mahkamah Agung Republik Sudan, dan Para Hakim Agung dari Kerajaan Bahrain.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas