Bappenas Ungkap Cara Lain Andalkan Anggaran Negara untuk Atasi Kelebihan Kapasitas Lapas
Reza pun menyadari mekanisme terkait anggaran tersebut membutuhkan proses yang panjang dan memakan waktu
Penulis: Gita Irawan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Subdirektorat Penerapan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Reza Faraby menjelaskan pihaknya tengah berupaya untuk membuat restoratif justice menjadi tema pembangunan di bidang penegakan hukum dan hak asasi manusia.
Terkait hal tersebut, ia mengetahui satu diantara permasalahan yang dihadapi terkait penegakan hukum adalah lapas dan rutan yang melampaui kapasitas hampir di seluruh Indonesia.
Baca: Biaya Bangun Satu Lapas dan Rutan Capai Rp 250 Miliar, Belum Termasuk Ongkos Lahannya
Ia pun mengatakan, saat ini Ditjen PAS Kemenkumham sebagai yang berwenang menangani hal tersebut telah mengajukan sejumlah program bernilai anggaran untuk mengatasi kelebihan kapasitas tersebut.
Reza pun menyadari mekanisme terkait anggaran tersebut membutuhkan proses yang panjang dan memakan waktu.
Ia menjelaskan, sebenarnya Bappenas dalam hal ini telah berdiskusi dengan Ditjen PAS untuk memberikan cara mendapatkan anggaran lewat program yang legal di luar dari anggaran negara.
Hal itu diungkapkannya setelah berdiskusi dan memberikan pemaparannya dalam acara Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) bertema "Mencari Solusi Penjara Penuh" di Cikini, Jakarta Pusat pada Rabu (27/2/2019).
"Sebenarnya anggaran itu kan bukan cuma dari uang yang dari negara. Sebenarnya itu kan bisa dari hibah dan sebaginya. Itu juga dibuka. Kayak pembangunan lapas pun, itu sudah dimungkinkan ada yang namanya program pemerintah dengan Badan Usaha," kata Reza.
Ia pun mengatakan, terkait pembangunan lapas baru pihaknya sudah mencoba menjajaki dengan Badan Usaha.
"Kemarin dengan Badan Usaha sudah coba dijajaki, nanti bagaimana Badan Usaha membangun lapas tapi dia dikasih lahan di mana untuk diusahakan. Untuk bagaimana nanti dibangunkan oleh Badan Usaha, tapi pemerintah nanti menyicilnya dalam jangka waktu 20 sampai 25 tahun. Nanti dibayar full kalau semuanya sudah berjalan," jelas Reza.
Ia menilai, cara-cara seperti itulah yang sebaiknya diupayakan mengingat saat ini pemerintah menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai piroritas utama pembangunannya.
Reza menjelaskan, saat ini Bappenas telah melakukan pertemuan dua pihak dengan Ditjen PAS Kemenkumham.
Reza mengatakan, dalam pertemuan itu baru membahas terkait konsep revitalisasi lapas dari lapas super maximum security sampai minimum security.
Namun menurutnya, yang menjadi kendala bagi Ballenas adalah terkadang Kementerian dan Lembaga tidak bisa menuangkan kebutuhannya dalam Terms of Reference dan Rencana Anggaran Belanja secara detil dan menampilkan data pendukung yang lengkap.
"Sebetulnya konsep itu pun belum banyak dibahas dengan Bappenas. Karena kalau sudah dibahas dengan Bappenas kan kelihatan kebutuhannya sebenarnya. Jadi misalnya kebutuhan untuk super maksimum seperti apa?" kata Reza.
Sebelumnya Kasubdit Pembimbingan dan Pengawasan, Direktorat Bimkemas dan Pengentasan Anak Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham Lenggono Budi mengatakan pihaknya telah berupaya mengatasi masalah kelebihan kapasitas di lapas dan rutan seluruh Indonesia dengan berbagai cara.
Satu di antara upaya yang dilakukan Ditjen PAS adalah dengan membangun lapas dan rutan baru.
Namun ia mengatakan, biaya pembangunan sebesar Rp 250 miliar per lapas dan rutan menjadi kendala dalam solusi tersebut.
Baca: Keributan di Lapas Perempuan Denpasar Kadang Terjadi karena Hal Sepele, Penghuninya Jambak-jambakan
Hal itu disampaikannya saat diskusi ICJR bertema "Mencari Solusi Penjara Penuh" di Cikini, Jakarta Pusat pada Rabu (27/2/2019).
"Pertama berupaya melalui Bapennas untuk membangun lapas dan rutan baru. Tetapi muncul masalah. Ketika membangun lapas dan rutan baru, biayanya minimal idelanya lapas dan rutan itu Rp 250 miliar. Itu diluar lahan," kata Lenggono.