Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Pensiunan PNS Korban Peristiwa Talangsari yang Pernah Dipenjara 16 Bulan

Saat peristiwa Talangsari pada awal Februari 1989, Amir (74) berprofesi sebagai seorang guru Agama di sebuah SD Negeri di Lampung Timur.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Kisah Pensiunan PNS Korban Peristiwa Talangsari yang Pernah Dipenjara 16 Bulan
Tribunnews.com/ Gita Irawan
Korban peristiwa Talangsari, Amir (74), saat mendatangi kantor Komisi Nasional HAK Asasi Manusia RI (Komnas HAM RI) Menteng Jakarta Pusat pada Senin (4/3/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat peristiwa Talangsari pada awal Februari 1989, Amir (74) berprofesi sebagai seorang guru Agama di sebuah SD Negeri di Lampung Timur.

Selain seorang guru agama Islam, saat itu kehidupan Amir terbilang cukup karena ia juga memiliki 450 ekor ayam petelur.

Saat peristiwa terjadi ia mengaku tinggal di Dusun Bandar Agung, Labuhan Maringgai (saat ini Bandar Sribhawono), Lampung Timur.

Baca: Jenazah DPO Poso Diidentifikasi di RS Bhayangkara

Ia mengatakan, saat itu ia sudah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak tahun 1982 dan memiliki seorang istri serta empat orang anak.

Amir mengaku bingung ketika seorang staf Koramil setempat mendatanginya setelah sekira sebulan dari peristiwa bentrok antara TNI dan masyarakat sipil tersebut.

Baca: Sandy Tumiwa Terjerat Narkoba Narkoba, Ibunya Berharap Direhabilitasi

Alasannya, Amir mengaku tidak pernah terlibat sama sekali dengan kelompok jemaah Warsidi yang saat itu terlibat konflik dengan TNI.

Berita Rekomendasi

Namun, staf tersebut mengajaknya ke kantor Koramil setempat untuk dimintai keterangan dan dijanjikan untuk dipulangkan setelah proses selesai.

Namun ternyata, Amir tidak dipulangkan, melainkan dibawa ke Kodim setempat.

"Ternyata dibawa ke Kodim. Pernyataannya persis seperti itu. Hanya diminta keterangan, lalu akan dipulangkan. Langsung dibawa ke Korem, dibilang seperti itu lagi. Dari Korem langsung dimasukan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Rajabasa sampai 16 bulan," kata Amir.

Ia mengaku ditahan bersama sejumlah warga dusunnya di sebuah blok khusus tempat orang yang diduga anggota Gerakan Pengacau Keamanan (GPK).

Saat itu menurutnya, ia juga ditahan bersama sejumlah pemuda Talangsari.

Meski di dalam tahanan, ia mengaku saat itu masih mendapat gaji sebagai PNS meski beberapa bulan sempat tidak menerima gaji.

Baca: Gara-gara Sentuh Organ Intim Istrinya, Lelaki Ini Nekat Potong Tangan Saudara Iparnya

Namun menurutnya, jumlahnya hanya setengah dari yang seharusnya.

Untuk itu, istrinya bahkan harus menjual ternak ayam petelurnya untuk kebutuhan hidup dan karena tidak bisa mengurusnya.

"Jadi ternak yang saya pelihara itu kan ibu tidak bisa mengurus. Akhirnya dijual untuk melanjutkan kehidupannya. Gaji kan ada beberapa bulan yang tidak diberikan," kata Amir.

Ia mengaku baru dibebaskan pada 1990 dan baru bisa kembali mengajar pada 2003.

Sejak 1990 sampai pensiun pada 2005, ia pun mengaku hanya mendapat gaji setengah dari yang seharusnya.

Meski ia telah berupaya menuntut haknya ke Dinas Pendidikan sampai tingkat Provinsi, namun hasilnya nihil.

"Pensiun saja tidak diberi SK dan tidak digaji otomatis. Sudah saya urus berkali-kali. Alasannya, 'Pokoknya kamu, Pak otomatis pensiun'. Mana SK nya? 'Tidak ber-SK' itu hukum seperti apa?" kata Amir menceritakan nasibnya.

Baca: Syahrini dan Reino Barack Akan Buka Suara Soal Pernikahan

Amir mengalami hal tersebut hingga kini meski peristiwa itu sudah sejak 30 tahun lalu.

Amir menceritakannya ketika mendatangi kantor Komisi Nasional HAK Asasi Manusia RI (Komnas HAM RI) Menteng Jakarta Pusat, Senin (4/3/2019).

Ia datang bersama enam orang korban dan keluarga korban peristiwa Talangsari lainnya serta aktivis HAM dari Amnesty International Indonesia dan KontraS untuk meminta Komnas HAM RI menolak deklarasi damai Talangsari pada Rabu (20/2/2019) dan mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

Ia bahkan mengatakan, akan meminta anak-anaknya untuk terus menyuarakan pengusutan kasus tersebut jika dirinya meninggal suatu hari nanti.

"Selama saya masih hidup ini harus dilanjutkan (pengusutannya). Walaupun sampai mati pun anak saya akan saya ajak untuk meneruskan," kata Amir.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas