KPK Dalami Keterkaitan Yayasan Al Fitroh Bangil dalam Korupsi Pengadaan Jasa Perum Jasa Tirta II
KPK mengantongi peran sebuah yayasan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK mengantongi peran sebuah yayasan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017.
Dugaan keterlibatan yayasan tersebut sedang didalami penyidik lembaga antikorupsi.
"Tentu yayasan yang kami lihat ini, telusuri ini, diduga ada kaitannya dengan pokok perkara," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (8/3/2019).
Baca: Joko Driyono Masih Berpeluang Kembali Diperiksa Polisi Meskipun Sudah Dicecar 69 Pertanyaan
Disebut-sebut yayasan tersebut adalah Yayasan Alfitroh An-Nabawiyah di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur.
Dua tersangka kasus korupsi dalam kasus tersebut, mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II, Djoko Saputra dan Andririni Yaktiningsasi dikabarkan memiliki kedekatan lantaran sama-sama duduk sebagai pembina yayasan tersebut.
Meski enggan mengungkap lebih detail mengenai yayasan dan keterkaitan yayasan tersebut dalam kasus ini, Febri mengakui penyidik KPK telah memeriksa sejumlah pihak yang diduga terkait.
Salah satu pihak yang diperiksa adalah seorang notaris.
"Memang ada saksi-saksi yang kami periksa untuk mendalami proses pendirian dan pengurusan yayasan. Penyidik mendalami pengetahuan saksi sebagai notaris tentang yayasan yang terkait dengan tersangka AY (Andririni Yaktiningsasi)," terang Febri.
Baca: Bambang Brodjonegoro Dorong Diterapkannya Sistem Restoratif Justice
Dalam penyidikan kasus ini, penyidik juga memeriksa saksi Lintang Kinantia Ayuningtias dan Dirut PT Dua Ribu Satu Pangripta, Andrian Tejakusuma.
Dari Lintang yang notabenenya seorang mahasiswi, penyidik mendalami dugaan aliran dana terkait korupsi tersebut.
Sedangkan dari Andrian Tejakusuma yang merupakan Ketua Dewan Pengurus Provinsi (DPP) Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) Jawa Barat, penyidik mendalami proses pengadaan dan pekerjaan yang dilakukan oleh konsultan SDM dalam pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017.
"(Terkait dugaan aliran dana) belum bisa saya sampaikan saat ini, kan itu materi proses penyidikan," ungkap Febri.
Baca: KPK Bakal Kaji Berbagai Fakta yang Muncul Dalam Persidangan Kasus Suap Proyek Meikarta
Diketahui, KPK menetapkan Dirut PJT II Djoko Saputra dan seorang swasta bernama Andririni Yaktiningsasi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017.
Djoko sendiri pernah meraih penghargaan Revolusi Mental Award sebagai salah satu The Best Leader.
Pada 2016 atau setelah diangkat sebagai bos Waduk Jatiluhur, Djoko memerintahkan relokasi anggaran.
Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Strategi Korporat yang pada awalnya senilai Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.
Anggaran tersebut terdiri dari perencanaan strategis korporat dan proses bisnis senilai Rp3.820.000.000.
Selain itu Djoko juga mengubah anggaran perencanaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan menjadi senilai Rp5.730.000.000.
Perubahan anggaran ini diduga dilakukan Djoko tanpa adanya usulan baik dari unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku.
Setelah revisi anggaran, Djoko diduga memerintahkan pelaksanan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andririni sebagai pelaksana.
Dalam menggarap kedua kegiatan itu, Andririni menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center (BMEC) dan PT Dua Ribu Satu Pangripta.
Realisasi penerimaan pembayaran untuk pelaksanaan proyek sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 untuk kedua pekerjaan tersebut adalah Rp5.564.413.800.
Padahal, pelaksanaan lelang diduga dilakukan dengan rekayasa dan hanya formalitas.
Bahkan, nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dlpinjam dan dimasukan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT Dua Ribu Satu Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.
Selain itu, penanggalan dokumen administrasi lelang secara backdated.
Akibat rekayasa yang dilakukan Djoko dan Andririni tersebut, keuangan negara diduga dirugikan hingga Rp3,6 miliar.
Kerugian negara ini diduga merupakan keuntungan yang diterima Andririni dari kedua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66 persen dari pembayaran yang telah diterima.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Djoko dan Andririni disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.