ICW Minta Mahkamah Agung Tolak Semua Permohonan PK yang Diajukan Terpidana Korupsi
ICW juga meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi mengawasi jalannya persidangan serta Hakim yang memeriksa PK terpidana korupsi.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan ICW meminta tiga hal terkait maraknya terpidana korupsi yang mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) setelah Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun pada Selasa (22/5/2018).
Hal itu disampaikan Kurnia dalam diskusi di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan pada Rabu (13/3/2019).
"Mahkamah Agung menolak setiap permohonan PK yang diajukan oleh terpidana korupsi," kata Kurnia.
Selain itu ICW juga meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi mengawasi jalannya persidangan serta Hakim yang memeriksa PK terpidana korupsi.
"Ketiga, kami meminta Komisi Yudisial turun langsung untuk mengawasi perilaku hakim yang menyidangkan PK," kata Kurnia.
Ia mengatakan tiga permintaan tersebut mungkin dilakukan oleh para pihak karena tidak bertentangan dengan regulasi yang ada meski upaya PK adalah hak narapidana.
"Semuanya mungkin dan tidak bertentangan dengan regulasi yang ada," kata Kurnia.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sekurangnya ada 26 narapidana korupsi tengah mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung sejak 9 Maret 2018 sampai 13 Desember 2018.
Baca: ICW Duga 21 Terpidana Korupsi Ajukan PK Karena Hakim Agung Artidjo Alkostar Pensiun
Dari 26 narapidana korupsi tersebut ada 21 narapidana korupsi yang mengajukan PK setelah Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun pada Selasa (22/5/2018).
Mereka antara lain Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Mantan Menteri Agama Surya Daharma Ali, Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Jero Wacik, Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar, Anggota DPR RI Dewie Yasin Limpo, dan sejunlah orang lainnya dari berbagai latar belakang.
"Hampir keseluruhan narapidana yang mengajukan PK tersebut justru mendaftarkan permohonannya sesaat setelah Hakim Artidjo purna tugas per tanggal 22 Mei 2018. Tercatat ada 21 narapidana," kata Kurnia di Kantor ICW, Kalibata Jakarta Selatan pada Rabu (13/3/2019).
Ia mengatakan, rekam jejak Artidjo terkait penanganan kasus korupsi perlu diapresiasi.
ICW mencatat, sejak 2009 sampai 2018 ada Artidjo telah menyidangkan 842 pelaku korupsi dengan mayoritas putusan tergolong sangat berat.
Selain itu Artidjo juga telah menolak 10 permohonan PK narapidana korupsi.
"Atas dasar itu maka menjadi mudah membangun teori kausalitas atas tindakan narapidana yang sedang mengajukan PK saat ini," kata Kurnia.