Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rommy Dipecat dari Ketua Umum PPP, Pengamat: Kasihan Ya!

Bahkan, DPP PPP melalui Sekjen PPP Arsul Sani mengatakan tidak akan memberikan bantuan hukum kepada Rommy.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Rommy Dipecat dari Ketua Umum PPP, Pengamat: Kasihan Ya!
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ketua Umumm PPP Romahurmuziy atau yang akrab disapa Romy keluar gedung KPK Jakarta memakain rompi tahanan usai diperiksa oleh penyidik, Sabtu (16/3/2019). Romahurmuziy ditahan oleh KPK usai ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan suap seleksi jabatan di Kementerian Agama. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasca terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Muhammad Romahurmuziy dipecat dari jabatannya selaku Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Bahkan, DPP PPP melalui Sekjen PPP Arsul Sani mengatakan tidak akan memberikan bantuan hukum kepada Rommy. 

Menanggapi hal itu, pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, merasa kasihan kepada Rommy atas sikap partainya.

Menurutnya, ada kesan bahwa Rommy ditinggalkan oleh PPP yang notabene dibesarkan oleh dirinya. 

"Kasihan ya Rommy, kesan yang timbul saat ini dia ditinggalkan partai yang juga dibesarkannya," ujar Hendri, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (21/3/2019). 

"Bahasa 'pecat' itu persepsinya buruk sekali, ditambah komentar Sekjen (Arsul Sani, - red) yang mengatakan tidak akan memberikan bantuan hukum," imbuhnya. 

Baca: KPK Akan Periksa Romahurmuziy Hari Ini

Hendri menilai ada baik dan buruk dari sikap yang ditunjukkan oleh PPP dalam masalah tersebut.

Berita Rekomendasi

Di satu sisi, PPP berniat memberikan stigma partai yang tegas terhadap penolakan korupsi. 

Namun, di sisi lain, Hendri menyebut bisa saja partai tersebut dipersepsikan tidak manusiawi, karena menelantarkan salah satu kadernya. 

"Memang ini maksudnya partai tegas, tapi sekaligus dipersepsikan gagal manusiawi," kata dia. 

Seperti diketahui, Rommy diduga terlibat dalam kasus jual beli jabatan di Kemenag.

Ia diduga menerima suap senilai Rp300 juta.

Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin diduga telah menyuap Romy untuk mengurus proses lolos seleksi jabatan di Kemenag. 

Muhammad Muafaq mendaftar untuk posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.

Sedangkan Haris, mendaftar sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.

Padahal, pihak Kemenag menerima informasi jika nama Haris Hasanuddin tidak diusulkan ke Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin lantaran Haris diduga pernah mendapatkan hukuman disiplin.

Namun, demi memuluskan proses seleksi jabatan tersebut, diduga terjadi komunikasi antara ‎Muafaq dan Haris yang menghubungi  Romy untuk mengurus proses lolos seleksi jabatan di Kemenag. 

Diduga, terjadi kerja sama pihak-pihak tertentu untuk tetap meloloskan Haris Hasanuddin dalam proses seleksi jabatan tinggi di Kementeriaan Agama tersebut.

Muafaq dan Haris sebelumnya memberikan uang senilai Rp250 juta di kediaman Romy pada 6 Februari 2019 lalu. Uang itu diduga pemberian yang pertama.

Kemudian, Haris Hasanuddin pada akhirnya dilantik oleh Menag Lukman sebagai Kakanwil Kemenag Jatim pada awal Maret 2019.

Setelah Haris lolos seleksi dan menjabat Kakanwil Kemenag Jatim, Muafaq meminta bantuan kepada Haris untuk dipertemukan dengan Romy.

Lalu, pada Jumat (15/3/2019), Muafaq, Haris, dan Calon Anggota DPRD Kabupaten Gresik dari PPP Abdul Wahab menemui Romy untuk menyerahkan uang Rp50 juta terkait kepentingan seleksi jabatan‎ Muafaq.

Namun, langkah mereka terhenti usai terjaring operasi tangkap tangan KPK bersama dengan yang lainnya. KPK menyebut dalam operasi senyap itu terjerat 6 orang dan berhasil mengamankan uang dengan total Rp 156.758.000.

Saat ini hanya tiga orang yang menyandang status tersangka, sedangkan sisanya hanya sebagai saksi yaitu Abdul Wahab, asisten Romy bernama Amin Nuryadi serta Sopir Muafaq dan Abdul Wahab berinisial S.

Atas perbuatannya, Romy selaku penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan, Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin selaku pemberi suap dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terhadap Muafaq, KPK juga mengenakan Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas