Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Respons KPK Sikapi Munculnya Dugaan Ada Kode Capres Tertentu di Amplop 'Serangan Fajar' Bowo Sidik

KPK mengimbau pihak-pihak tertentu agar tak mempolitisasi kasus yang menjerat Anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Respons KPK Sikapi Munculnya Dugaan Ada Kode Capres Tertentu di Amplop 'Serangan Fajar' Bowo Sidik
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petugas disaksikan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menunjukkan barang bukti uang yang berada di dalam kardus terkait OTT Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/3/2019). KPK menetapkan tiga orang tersangka yakni Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso, Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti, dan Seorang pihak swasta Indung serta mengamankan barang bukti uang sekitar Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop pada 84 kardus terkait dugaan suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan di bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK mengimbau pihak-pihak tertentu agar tak mempolitisasi kasus yang menjerat Anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso.

Anggota DPR dari Fraksi Golkar itu ditetapkan tersangka oleh KPK karena menerima suap dan gratifikasi.

Bowo Sidik diduga menerima suap sebesar Rp 310 juta dan USD 85.130 atau sekitar Rp 1,3 miliar dari Marketing Manajer PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti.

Suap diberikan kepada Bowo sebagai bagian dari komitmen fee lantaran dia membantu PT HTK mendapatkan kembali kontrak kerja sama dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) untuk mendistribusikan pupuk yang diproduksi PT Pupuk Indonesia.

Baca: Kabar Terbaru Pembunuhan Calon Pendeta Melinda, Polisi Menyebut Tak Diperkosa hingga Otak Perencana

Selain dari PT HTK yang merupakan unit usaha Humpuss Grup milik Hutomo Mandala Putra atau yang akrab dipanggil Tommy Soeharto, Bowo juga diduga telah menerima gratifikasi sebesar Rp 6,5 miliar.

Jika ditotal dengan suap dari PT HTK, maka angkanya mencapai Rp 8 miliar.

Berita Rekomendasi

Niat Bowo Sidik seperti kata KPK, uang Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu tersebut bakal digunakan untuk kebutuhan 'serangan fajar'.

Karena Bowo Sidik akan mencalonkan kembali sebagai anggota DPR periode 2019-2024.

Dia merupakan caleg dari daerah pemilihan Jawa Tengah II.

Baca: Lihat Reaksi Krisdayanti Saat Ditanya Andai Punya Sahabat Dituding Pelakor, Apa Masih Berteman?

"Jadi ini tidak usah dibawa kepolitisasi. Kita di sini tidak bicara politisasi. Ini adalah faktanya. Saya hanya mengimbau masyarakat pintar memilih. Jadi ini jangan dibawa-bawa ke ranah politik, tapi ini fakta yang kita temukan di lapangan. Supaya tidak dilakukan oleh yang lain juga," ucap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan kepada wartawan, Jumat (29/3/2019).

Namun, kemudian muncul kabar, bahwa uang pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang dimasukan ke dalam 400 ribu amplop tidak digunakan untuk kepentingan Bowo Sidik Sendiri.

Melainkan untuk kepentingan partai terkait Pilpres.

Menanggapi hal itu, Basaria memastikan uang Rp 8 miliar 'serangan fajar' Bowo diperuntukkan bagi dirinya sendiri.

"Ndak.. ndak.. ndak ada, ini sudah pasti dia (Bowo) katakan, ini keperluan dia sendiri. Jadi jangan dibawa kemana-mana," katanya.

Baca: Boyong 3 Penghargaan Sekaligus di Dahsyatnya Awards 2019, Marion Jola Justru Merasa Sedih, Ada Apa?

Sebelumnya, dalam cuitan Juru Bicara BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak yang dibagikan akun twitternya, menyebut jika di 400 ribu amplop itu terdapat kode-kode capres tertentu.

Kemudian Dahnil mengkritik KPK karena tidak mau memperlihatkan amplop saat ekspose barang bukti.

"Kebiasaan @KPK_RI ketika konpres membuka barang bukti, kenapa Bu Basaria melarang membuka barang bukti termasuk 400 ribu amplop2 yg sudah ada kode2 capres tertentu tsb. Publik perlu tahu," tulis Dahnil di @Dahnilanzar.

Basaria pun angkat bicara, menurutnya, pembuktian apakah adanya kode-kode capres tertentu.

Hal itu akan dibuktikan ketika sudah dibuat BAP-nya (Berita Acara Pemeriksaan) dengan disaksikan oleh tersangka, dalam hal ini Bowo.

"Dan kalau amplopnya mau dibuka, iya itu sudah barang tentu. Standar SOP (Standar Operasional Prosedur) kalau mau buka amplop, harus dibuat BAP-nya dengan disaksikan tersangkanya pula, dan dibuktikan," kata Basaria.

Akan tetapi, KPK tetap bakal memverifikasi pengakuan Bowo soal 'serangan fajar' untuk keperluan sendiri atau memang ada kepentingan partai untuk Pilpres.

"Kita masih akan terus pengembangannya dia. Untuk sementara ini dulu saja, lalu berikutnya kita kembangkan. Jadi bisa terjadi apa saja, jadi itu dulu yang kita temukan," ujar Basaria.

Dalam perkara ini, Bowo tidak sendirian. KPK juga menetapkan seorang karyawan PT Inersia bernama Indung dan Marketing Manager PT HTK Asty Winasti sebagai tersangka.

Dalam kasus ini, Asty diduga sebagai pemberi, sedangkan Indung berperan sebagai perantara.

Bowo diduga meminta fee kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD 2 per metrik ton.

Diduga, Bowo Sidik telah menerima enam kali suap dari PT Humpuss.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas