Tindaklanjuti Putusan MK, Dukcapil Layani Rekam KTP Elektronik Pada Hari Libur
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan KTP-elektronik dan Surat Keterangan Pengganti KTP-el merupakan syarat wajib bagi pemilih dalam Pemilu 2019.
Direktur Jenderal Dukcapil, Zudan Arif Fakrulloh, menilai putusan MK itu sangat adil dan progresif.
Sebab, keputusan itu mendorong terwujudnya ketunggalan data penduduk sehingga sesuai dengan semangat untuk mewujudkan Single Identity Number (SIN) dan semangat tertib administrasi kependudukan.
Baca: Pelaku Dinyatakan Tidak Waras, Polisi Hentikan Kasus Penusukan di Halte TransJakarta BKN
"Dengan putusan ini diharapkan, masyarakat yang belum merekam mau segera pro aktif datang ke Dinas Dukcapil setempat," kata Zudan Arif Fakrulloh dalam keterangannya, Jumat (29/3/2019).
Terhadap putusan tersebut, kata dia, Ditjen Dukcapil beserta jajaran langsung merespons dengan menginstruksikan unit pelayanan administrasi kependudukan di daerah tetap melakukan pelayanan di hari Sabtu, Minggu, dan hari libur lainnya.
Dia menjelaskan, upaya itu dilakukan dengan tujuan untuk memastikan proses perekaman KTP-el terus berlangsung sehingga penduduk bisa segera mendapatkan KTP elektronik.
Baca: Ada Gangguan di Antara Stasiun Tanah Abang-Palmerah, KCI Rekayasa Pola Operasi KRL
"Dukcapil juga akan lebih pro-aktif melakukan jemput bola. Aksi jemput bola itu dilakukan untuk menjangkau masyarakat yang memiliki kesulitan akses pada kantor Dukcapil untuk melakukan perekaman KTP-el," kata dia.
Dia menegaskan, upaya itu dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan yang seluas-luasnya pada masyarakat dan dalam rangka melaksanakan putusan MK.
Selain itu, saat ini, dirinya sudah menandatangani surat edaran yang ditujukan kepada gubernur, bupati, dan walikota agar mengatur proses pelayanan di hari libur dengan segera, sehingga masyarakat dapat langsung terlayani.
Di sisi lain, masyarakat diminta pro aktif melakukan perekaman KTP-el.
Alasannya, putusan MK itu bersifat final dan mengikat, mengikat masyarakat, mengikat penyelenggara Pemilu, juga termasuk mengikat Dukcapil.
"Masyarakat harus juga punya kesadaran untuk pro aktif mendatangi Dinas Dukcapil untuk melakukan perekaman," kata dia.
Dia menambahkan, pada saat ini sudah 98% wajib KTP- el sudah merekam, hanya tersisa 2 persen yang belum merekam.
Baca: BREAKING NEWS : Foto Wanita yang Diduga Pelakor Ditempel di Pagar Hebohkan Warga Palembang
Menurut dia, jumlah yang 2 persen ini yang wajib melakukan perekaman supaya bisa mencoblos.
Apabila masyarakat, ini merekam, pasti suket diterbitkan, dalam hal KTP-el nya sudah status print ready record, maka KTP-elnya langsung dicetakkan.
Dengan digunakannya KTP-el, akan dapat dipastikan arah penunggalan data kependudukan menjadi lebih pasti.
"Keuntungannya adalah daftar pemilih akan dapat terbebas dari data ganda karena data kependudukan Dukcapil Kemendagri adalah data by name by address yang telah dikonsolidasikan," tambahnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) tidak menjadi satu-satunya syarat untuk dapat memilih di Pemilu 2019 yang akan dilakukan pada 17 April 2019.
MK memutuskan itu saat membacakan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, pada Kamis (28/3/2019).
"Menyatakan frasa "kartu tanda penduduk elektronik" dalam Pasal 384 ayat (9) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "termasuk pula surat keterangan perekaman kartu tanda penduduk elektronik yang dikeluarkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil atau instansi lain yang sejenisnya yang memiliki kewenangan untuk itu," ujar Ketua MK, Anwar Usman.
MK menyebut dalil permohonan a quo, yaitu berkenaan dengan Pasal 384 ayat (9), UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "dalam hal tidak mempunyai KTP elektronik, dapat menggunakan kartu identitas lainya, yaitu KTP non-elektronik, surat keterangan, akta kelahiran, kartu keluarga, buku nikah, atau alat identitas lainnya yang dapat membuktikan yang bersangkutan mempunyai hak memilih, seperti Kartu Pemilih yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum" adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.