Pemenuhan Hak Kelompok Rentan di Pemilu 2019 Masih Kurang
Ia menjelaskan jika kelompok rentan itu meliputi penyandang disabilitas, pasien rumah sakit hingga kelompok adat masyarakat.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM RI mengungkap masih banyaknya kekurangan bagi pemenuhan hak kelompok rentan di Pemilu 2019.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komnas HAM bidang Internal, Hairansyah, dalam konferensi pers tentang Temuan Penting dan Catatan Kritis Terkait Persiapan Penyelenggaraan Pemilu 2019, Kamis (4/4).
Ia menjelaskan jika kelompok rentan itu meliputi penyandang disabilitas, pasien rumah sakit hingga kelompok adat masyarakat.
Dari sisi penyandang disabilitas, di Jawa Barat mereka masih mengeluhkan sejumlah proses Pemilu 2019 yang membingungkan.
"Diantaranya surat suara yang membingungkan, karena ada 5 kertas suara yang harus dipahami, template yang tersedia hanya 2 untuk Presiden dan DPD saja, sosialisasi yang masih kurang, dan lokasi atau tempat TPS yang belum ramah disabilitas," ujar Hairansyah, di Media Centre Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2019).
Dari kelompok masyarakat adat, Komnas HAM menemukan fakta bahwa Suku Kajang di Sulawesi Selatan hingga saat ini tidak mendapatkan akses memilih, karena tidak mempunyai KTP-el.
"Suku Kajang belum melakukan perekaman KTP-el karena menyangkut kepercayaannya untuk tidak melepas ikat kepala termasuk ketika akan di foto untuk kepentingan perekaman KTP-el," kata dia.
Baca: Survei: PKS dan PAN Panen ‘Coattail Effect’ dari Prabowo-Sandi, Demokrat Belum Move On dari SBY
Hal yang tak jauh berbeda terjadi di Kalimantan Tengah, khususnya di komunitas adat di hulu Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Lamandau.
Di wilayah tersebut, kata dia, masih banyak masyarakat adat yang tidak bisa baca dan tulis atau buta aksara. Sehingga menyulitkan para masyarakatnya dalam melaksanakan hak pilih saat pemilu.
Sementara pasien rumah sakit disebutnya juga terancam kehilangan hak pilihnya. Ia mengatakan temuan Komnas HAM di berbagai wilayah menunjukkan bahwa sampai saat ini belum adanya pendataan pemilih.
"Baik oleh KPU maupun koordinasi dengan pimpinan RS setempat, sehingga potensi kehilangan hak pilihnya sangat besar," tukasnya.