Sidang Lanjutan, Hakim Tanya Kondisi Kesehatan Irwandi
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang beragenda pembacaan putusan kasus suap dan gratifikasi Irwandi Yusuf.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang beragenda pembacaan putusan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf.
Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (8/4/2019) sekitar pukul 20.15 WIB.
Di awal persidangan, ketua majelis hakim Syafruddin Zuhri menanyakan mengenai kondisi kesehatan Irwandi.
"Saudara Irwandi sehat," kata Zuhri.
Irwandi menjawab sehat. Namun, dia mengaku sudah menunggu sidang dari Senin pagi.
Baca: Bandara Kertajati Sepi, Menhub: Pembangunan Keinginan Pemda
"Sudah sampai ke tepi. Sudah sampai ke tepi sehat, karena menunggu dari pagi," kata Irwandi yang memakai baju lengan pendek berwarna biru dari kursi terdakwa.
Semula, sidang dijadwalkan akan dilangsungkan pada Senin sekitar pukul 10.00 WIB. Namun, sidang terpaksa mengalami penundaan karena terdapat sejumlah sidang lainnya yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta. Akhirnya, sidang baru digelar pada Senin malam.
Adapun, terdakwa Irwandi sudah berada di lokasi pengadilan pada Senin pagi. Hingga, akhirnya terpaksa menunggu jalannya sidang beragenda putusan tersebut.
Selain Irwandi, terdakwa Teuku Saiful Bahri, orang kepercayaan Irwandi, dan Hendi Yuzal, staf Irwandi menjalani sidang beragenda pembacaan putusan.
Mereka bertiga berdampingan duduk di kursi terdakwa. Adapun, majelis hakim membacakan putusan secara terpisah.
Salah satu tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu diproses hukum atas perbuatan melakukan dua tindak pidana. Tindak pidana pertama, menerima suap dari Bupati Bener Meriah, Ahmadi senilai Rp 1 Miliar. Duit itu untuk memperlancar program pembangunan dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.
Irwandi menerima uang secara bertahap. Pemberian pertama sebesar Rp 120 juta, lalu, Rp 430 juta, dan terakhir Rp 500 juta.
Dana digunakan untuk mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Provinsi Aceh memberikan persetujuan terkait usulan Ahmadi agar kontraktor dari Kabupaten Bener Meriah bisa mengerjakan kegiatan pembangunan yang bersumber dari DOKA tahun anggaran 2018.
Sementara itu, tindak pidana kedua, Irwandi Yusuf disebut menerima gratifikasi Rp 41,7 miliar selama menjabat gubernur Aceh. Irwandi Yusuf menjabat gubernur periode 2007-2012 dan periode 2017-2022.
Pada periode 2007-2012, Irwandi bersama-sama orang kepercayaannya Izil Azhar didakwa menerima gratifikasi Rp 32.454.500.000. Periode 2017-2022, Irwandi didakwa menerima gratifikasi Rp 8.717.505.494. Sehingga total gratifikasi yang diterima Irwandi Rp 41,7 miliar.
Atas perbuatan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menuntut Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf, berupa 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Selain itu, JPU pada KPK juga menuntut agar hakim mencabut hak politik Irwandi selama lima tahun.
Pada saat membacakan tuntutan, JPU pada KPK juga menuntut orang kepercayaan Irwandi, Teuku Saiful Bahri. Saiful Bahri dituntut enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Selain itu, Hendi Yuzal, staf Irwandi juga dituntut selama lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.