Teror Bom di Sri Lanka Mirip Pengebom Hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton Jakarta 10 Tahun Lalu
Mirip dengan tragedi bom di JW Marriot, salah satu pengebom bunuh diri di Sri Lanka sempat check-in ke hotel bintang lima dan mengantre untuk sarapan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SRI LANKA - Dua hotel mewah, JW Marriott dan Ritz-Carlton, di Mega Kuningan, menjadi sasaran bom pada 17 Juli 2009.
Pelaku bom bunuh diri di Marriott yang semula diyakini sebagai Nur Said, belakangan dipastikan Dani Dwi Permana--pelaku bom bunuh diri, melewati pemindai logam, metal detector, dengan tenang.
Barang-barang bawaannya pun diperiksa petugas keamanan, tetapi ia lolos tanpa dicurigai.
Adapun seorang pengebom di Hotel Ritz-Carlton, Nana Ikhwan Maulana (28) adalah pelaku bom bunuh diri Hotel Ritz-Carlton pada 17 Juli 2009.
Mereka berdua menjadi 'pengantin' bom bunuh diri. Kepalanya masih utuh dibandingkan Dani Dwi Permana, pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriott.
Pelaku bom bunuh diri selain pengantin, Dani Dwi Permana dan Nana Ikhwan Maulana, juga melibatkan jaringan internasional, yakni Noordin M Top (otak pelaku utama), Ibrohim (floris di Hotel JW Marriot), dan 7 orang lainnya.
Detik-detik sebelum ledakan, Nana Ikhwan Maulana, ia nekat masuk ke restoran, kemudian memesan kopi.
CCTV di Hotel Ritz-Carlton merekam seseorang yang mencurigakan yang mengenakan pakaian dan perlengkapan.
Laki-laki berbadan sedang itu mengenakan jaket hitam dan membawa tas.
Tas yang dibawa laki-laki ini adalah tas ransel yang disandang di dada, bukan di punggung.
Dia terlihat sedikit tertatih-tatih membawa tas jinjing, mungkin karena berat.
Ia memindahkan bawaan dari tangan kiri ke kanan.
Laki-laki ini berjalan lurus, dalam terowongan dari arah Marriott menuju Ritz-Carlton, lalu masuk ke coffee shop atau Restoran Airlangga.
Sebelum masuk restoran, dia sempat ditegur seorang laki-laki penerima tamu (guester).
Seorang sumber menyebutkan, penerima tamu menyapa laki-laki itu yang akan masuk ke Restoran Airlangga.
"Selamat pagi Pak. Maaf, dari kamar nomor berapa?" kata penerima tamu sedikit membungkukkan badan kepada laki-laki yang diduga teroris itu.
Baca: 25 Jenazah Warga Asing Korban Ledakan Bom di Sri Lanka Belum Teridentifikasi
Setelah itu, dia berjalan bergegas menuju tangga, bukan lift, naik ke Restoran Airlangga.
Beberapa detik kemudian terjadi ledakan dahsyat. Ledakan terjadi pukul 07.57 WIB, 10 menit setelah ledakan di Ritz-Carlton.
Mirip atau sama dengan cara itu, rupanya dilakukan pengebom di Sri Lanka, Minggu (21/4/2019).
Salah satu pengebom bunuh diri di Sri Lanka sempat check-in ke hotel bintang lima dan mengantre untuk sarapan prasmanan sebelum meledakkan diri.
Seorang manajer di Hotel Cinnamon Grand di Kolombo mengatakan, pelaku meledakkan diri di sebuah restoran penuh jam 08.30 pagi, seperti dilaporkan dari Daily Mail.
Pengebom itu check-in dengan alamat palsu, mengklaim bahwa ia berada di kota itu untuk urusan bisnis, sebelum melakukan aksi teror pada salah satu hari tersibuk di hotel itu.
Setidaknya 290 orang telah tewas, 25 orang di antaranya oranga asing, dalam delapan ledakan Minggu Paskah, termasuk warga Inggris, Amerika dan warga negara Belanda.
Pengeboman tersebut menargetkan hotel-hotel seperti Cinnamon Grand yang populer dengan pengunjung asing, serta St Anthony's Shrine di Kolombo, yang juga sering dikunjungi oleh wisatawan.
Ambulans terparkir di depan Gereja St Anthony pasca-ledakan bom, di Kochchikade, Kolombo, Sri Lanka, Ahad, 21 April 2019.
Sebanyak 138 orang lebih dilaporkan tewas dan 400 lebih terluka dalam ledakan bom di tiga gereja dan tiga hotel di Sri Lanka pada Minggu Paskah.
Ledakan lain dilaporkan di Gereja St Sebastian di Negombo, sebuah kota mayoritas Katolik, dan di Gereja Sion di kota Batticalo di bagian timur.
Manajer Grand Cinnamon mengatakan penyerang telah check-in malam sebelumnya sebagai Mohamed Azzam Mohamed.
Baca: Pemerintah Sri Lanka: Kelompok Garis Keras Lokal National Thowheed Jamaath Dalang Teror Bom
Pengebom itu baru saja akan dilayani ketika ia meledakkan bom yang diikat di punggungnya, membunuh dirinya sendiri dan banyak tamu.
"Ada kekacauan total. Saat itu jam 8.30 pagi dan sibuk. Dan penuh keluarga," kata manajer.
"Dia maju ke antrean paling depan dan meledakkan diri. Salah satu manajer kami yang menyambut tamu adalah di antara mereka yang tewas seketika," tambahnya.
Grand Cinnamon adalah salah satu dari empat hotel yang menjadi target pengeboman Minggu Paskah.
Total ada delapan ledakan dalam teror bom di Sri Lanka, diawali enam ledakan di tiga gereja dan tiga hotel, kemudian dua ledakan di hotel dekat kebun binatang dan sebuah rumah.
Lolos dari Maut
Sementara Kieran Arasaratnam lolos dari maut.
Andai saja dia tidak kembali ke kamarnya, Arasaratnam bakal menjadi salah satu korban tewas ledakan bom yang terjadi di Sri Lanka Minggu.
Arasaratnam, seorang profesor di Imperial College London Business School, tengah menginap di Hotel Shangri-La yang menjadi salah satu lokasi serangan.
Kepada BBC dan Daily Mirror, Arasaratnam mengungkapkan dia kembali ke Sri Lanka sejak terakhir kali dia bertolak ke Inggris dengan status pengungsi 30 tahun silam.
Dia kembali demi membantu peluncuran sebuah lembaga sosial setempat.
Arasaratnam mengaku dia tengah berada di kamar ketika mendengar suara seperti "guntur".
Arasaratnam mengatakan dia bakal terkena ledakan jika saja memutuskan menunda sarapan dan kembali ke kamar karena ada barangnya yang saat itu tertinggal.
Profesor berusia 41 tahun itu awalnya meninggalkan kamar sekitar pukul 08.45 dan turun untuk sarapan.
"Namun, sesuatu mengganjal di pikiran saya," ucapnya.
Ternyata, dia lupa mengambil kartu debitnya. Jadi, dia kembali ke kamar untuk mengambil dompetnya, membuka gorden, dan membalikkan tanda "Jangan Diganggu".
Saat itulah dia mendengar suara ledakan yang keras.
Arasaratnam bergegas turun ke bawah melalui tangga darurat ketika mencium "bau darah di mana-mana".
"Segalanya sangat kacau. Semua orang berada dalam mode panik. Saya melihat ke kamar yang berada di sebelah kanan dan melihat ada darah di segala tempat," ungkapnya.
Arasaratnam berkata dia melihat ada orang yang membutuhkan perawatan karena mengalami luka parah, dan memperhatikan tamu lain mencari keluarga mereka yang hilang.
"Sangat menyedihkan melihat anak-anak berlumuran darah. Saya meninggalkan Sri Lanka dengan status pengungsi 30 tahun silam. Saya tak menyangka bakal kembali melihatnya," terang dia. (kompas.com/tempo.co)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.