Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menuju Representasi Politik Berkesetaraan, Perludem : Kawal Perolehan Suara Caleg Perempuan

Titi Anggraini mengatakan hal tersebut menjadi krusial dalam rangka menjaga peluang keterpilihan mereka

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Menuju Representasi Politik Berkesetaraan, Perludem : Kawal Perolehan Suara Caleg Perempuan
Tribunnews.com/Rina Ayu
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini di kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Sabtu (15/9/2018) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini menilai perlu adanya upaya untuk mengawal perolehan suara calon legislatif (caleg) perempuan.

Titi Anggraini mengatakan hal tersebut menjadi krusial dalam rangka menjaga peluang keterpilihan mereka.

Baca: Caleg Stres Gagal Raih Kursi Nekat Bakar Surat Suara Pemilu 2019 Terjadi di Beberapa Daerah Ini

"Hal bisa dilakukan untuk mengawal perolehan suara caleg perempuan, yaitu memastikan caleg perempuan memiliki informasi perolehan suaranya di daerah pemilihan masing-masing, yang bisa diperoleh antara lain dari saksi partai politik atau tim kampanye/tim sukses," ujar Titi kepada Tribunnews.com, Rabu (24/4/2019).

Perludem melihat Keterpilihan perempuan sebagai anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD) merupakan salah satu isu strategis yang ramai dibincangkan menjelang Pemilu 2019.

Hal ini mengingat representasi politik perempuan di lembaga legislatif sejak diberlakukannya kebijakan afirmatif pada Pemilu 2004 hingga saat ini, masih rendah.

Sejatinya, representasi politik perempuan bukan sekadar meningkatkan jumlah keterpilihan caleg perempuan dalam pemilu.

BERITA TERKAIT

Namun keterpilihan caleg perempuan sebagai anggota legislatif merupakan “pintu masuk” menuju representasi politik yang berkeadilan dan berkesetaraan.

Selain itu imbuh dia, Caleg perempuan harus ikut memantau proses rekap penghitungan suara di tiap tingkatan sehingga perolehan suaranya tidak dicurangi (hilang, dikurangi).

ILUSTRASI CALEG PEREMPUAN - Sejumlah calon legislatif (Caleg) perempuan dari berbagai partai politik mengikuti temu konstitusi di gedung PWI jalan AP Pettarani Makassar, Rabu (8/1). Kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga studi kebijakan publik (LSKP) ini adalah upaya lebih mengenal caleg perempuan bagi para pemilih. (Tribun Timur/muhammad abdiwan)
ILUSTRASI CALEG PEREMPUAN - Sejumlah calon legislatif (Caleg) perempuan dari berbagai partai politik mengikuti temu konstitusi di gedung PWI jalan AP Pettarani Makassar, Rabu (8/1). Kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga studi kebijakan publik (LSKP) ini adalah upaya lebih mengenal caleg perempuan bagi para pemilih. (Tribun Timur/muhammad abdiwan) (Tribun Timur/muhammad abdiwan/muhammad abdiwan)

Pun caleg perempuan DPRD kabupaten/kota memantau rekap mulai dari tingkat kecamatan hingga kabupaten/kota.

Begitu juga caleg perempuan DPRD provinsi memantau rekap dari kecamatan, kabupaten/kota hingga provinsi.

"Caleg DPR RI dan DPD RI memantau rekap dari kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional," paparnya.

Caleg perempuan menurut dia, dapat memanfaatkan jejaring dengan lembaga pemantau pemilu di daerahnya untuk memperoleh informasi proses rekap suara di dapil bersangkutan.

Lebih lanjut ia menjelaskan, KPU RI dan jajarannya hingga tingkat terendah memastikan transparansi proses rekapitulasi penghitungan suara di tiap tingkatan dengan membuka akses bagi peserta pemilu, caleg, pemantau, dan masyarakat dalam memperoleh dan mendokumentasikan informasi perolehan suara.

KPU RI diminta mengoptimalkan pelayanan pengunggahan data hasil pemilu legislatif secara daring melalui Sistem Informasi Pemungutan dan Penghitungan Suara (Situng).

Sehingga dapat menjadi instrumen pembanding dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas rekapitulasi suara yang berlangsung, khususnya bagi pengawalan suara caleg perempuan.

Bawaslu RI dan jajarannya harus bertindak tegas terhadap upaya pihak-pihak yang ingin melakukan kecurangan dan/atau manipulasi dalam proses rekapitulasi penghitungan suara.

Termasuk bila terjadi praktik jual beli suara, misalnya antara oknum penyelenggara pemilu dengan caleg tertentu, caleg yang perolehan suaranya sedikit dengan caleg lain, dan sebagainya.

Terakhir, mendorong organisasi perempuan di daerah-daerah untuk ikut aktif memantau perolehan suara caleg perempuan di daerahnya termasuk mencatat kecurangan-kecurangan yang merugikan perolehan suara caleg perempuan.

Representasi politik perempuan di lembaga legislatif sejak diberlakukannya kebijakan afirmatif pada Pemilu 2004 hingga saat ini, masih rendah.

Padahal pencalonan perempuan sudah melebihi angka minimal 30 persen sebagaimana diamanatkan UU Pemilu, seperti pada Pemilu 2019 sudah mencapai 40,08 persen pencalonan perempuan untuk DPR RI.

Baca: Tahun 2014 Nyaris Jual Ginjal Karena Terlilit Utang, Caleg Ini Diprediksi Lolos Bareng Istri

Namun realitanya keterpilihan caleg perempuan memiliki kesenjangan yang lebar dengan pencalonannya. Misalnya pada Pemilu 2014, pencalonan perempuan mencapai 37 persen.

Sedangkan keterpilihan perempuan di DPR hanya 17 persen.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas