Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

DAFTAR 9 Kepala Daerah Wanita yang Tersandung Kasus Korupsi Selain Bupati Talaud

Daftar 9 kepala daerah wanita yang ditangkap KPK karena tersandung kasus korupsi. Terbaru, ada Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip.

Penulis: Sri Juliati
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in DAFTAR 9 Kepala Daerah Wanita yang Tersandung Kasus Korupsi Selain Bupati Talaud
TRIBUNNEWS/HERUDIN/IRWAN RISMAWAN /INSTAGRAM @swmanalip
Berikut daftar sembilan kepala daerah wanita yang ditangkap KPK karena tersandung kasus korupsi. Terbaru, ada Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip 

Berikut daftar sembilan kepala daerah wanita yang ditangkap KPK karena tersandung kasus korupsi. Terbaru, ada Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip

TRIBUNNEWS.COM -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali satu kepala daerah yang tersandung kasus korupsi.

Adalah Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip yang ditangkap tim KPK, Selasa (30/4/2019).

Dikutip dari Kompas.com, Sri Wahyumi ditangkap atas dugaan penyalahgunaan APBD tahun 2018 Kabupaten Talaud.

Ia ditangkap pukul 11.20 Wita, di Kantor Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud.

Penangkapan Bupati Sri Wahyumi Maria Manalip itu pun menambah daftar panjang kepala daerah wanita yang harus berurusan dengan KPK karena terjerat kasus korupsi.

Baca: Aksi Kontroversial Bupati Talaud: Keluar Negeri Tanpa Izin, Mutasi Pejabat, Hingga Ditangkap KPK

Baca: Masa Jabatannya Tinggal 2,5 Bulan Lagi, Bupati Talaud Sri Wahyumi Keburu Ditangkap KPK

Baca: Gubernur Olly Dondokambey Berharap Kejadian yang Menimpa Bupati Talaud Tak Terjadi Lagi di Sulut

Sebelum Bupati Sri Wahyumi, ada beberapa kepala daerah wanita lainnya yang pernah ditangkap KPK.

Berita Rekomendasi

Ada yang kini telah bebas dan kembali menjabat sebagai kepala daerah hingga masih menjalani masa tahanan.

Berikut Tribunnews.com rangkumkan sejumlah kepala daerah wanita yang tersangkut kasus korupsi.

1. Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip

Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip
Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip (kolase/ instagram)

KPK menangkap Bupati Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip di di Kantor Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud, Selasa (30/4/2019).

Selain Sri Wahyumi Maria Manalip, KPK juga mengamankan lima orang lainnya di sejumlah lokasi.


KPK menduga ada pemberian hadiah berupa tas, jam dan perhiasan berlian.

"Diduga telah terjadi transaksi terkait pengadaan atau proyek di Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud."

"Diduga hadiah yang diberikan berupa tas, jam dan perhiasan berlian dengan nilai sekitar ratusan juta rupiah," ujar Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif melalui keterangan tertulis, Selasa.

Masih dari Kompas.com, tim penindakan KPK bergerak di Jakarta, Manado, dan Talaud, sejak Senin (29/4/2019) malam hingga Selasa.

Dari Manado dan Talaud, KPK mengamankan dua orang, yang satu di antaranya Sri Wahyumi.

Menurut Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, keduanya sedang dibawa menuju Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

"Di Jakarta, tim mengamankan empat orang pihak swasta dan saat ini sudah berada di kantor KPK untuk menjalani pemeriksaan," kata Laode.

Sementara itu, Wakil Ketua I DPC Hanura, Kabupaten Kepulauan Talaud, Jimmy Tindi membenarkan penangkapan tersebut.

Menurut Jimmy Tindi, penangkapan wanita yang menjabat sebagai Ketua DPC Hanura Kabupaten Talaud itu bukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).

"Ini bukan OTT. Saat ini kita menggunakan asas praduga tak bersalah. Dan kita akan melakukan pendampingan hukum."

"Beliau saat ini tidak membawa baju, hanya memakai seragam. Kemungkinan besok kita membawa baju ke beliau," ujarnya saat diwawancarai wartawan di Bandara Sam Ratulangi, Manado, Selasa siang.

"Surat penangkapannya, yaitu penangkapan membawa paksa. Jadi, bukan OTT," lanjut dia.

2. Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin

Eks Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin (kanan), bersama empat terdakwa lainnya, yakni Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi Nurlaili, Kepala Dinas PTSP Dewi Kaniawati, dan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat Banjarnahor menjalani sidang dakwaan dalam kasus dugaan menerima suap dalam pengurusan izin proyek Meikarta, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (27/2/2019). Kelimanya didakwa melanggar Pasal 12 huruf b dan Pasal 11 Undang - undang Pemberantasan Tipikor.
Eks Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin (kanan), bersama empat terdakwa lainnya, yakni Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi Nurlaili, Kepala Dinas PTSP Dewi Kaniawati, dan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat Banjarnahor menjalani sidang dakwaan dalam kasus dugaan menerima suap dalam pengurusan izin proyek Meikarta, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (27/2/2019). Kelimanya didakwa melanggar Pasal 12 huruf b dan Pasal 11 Undang - undang Pemberantasan Tipikor. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Pada 16 Oktober 2018, KPK menangkap Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin terkait kasus dugaan penerimaan suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta.

Selain Neneng, KPK juga beberapa mengamankan beberapa anak buahnya karena bertindak sebagai penerima suap.

Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat M Nohor, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Bekasi Kabupaten Dewi Tisnawati, serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi.

Saat anak buahnya ditangkap KPK, Neneng sempat bersumpah jika ia tidak mengetahui soal kasus tersebut.

"Saya demi Allah nggak tahu," kata Neneng.

Saat ini, kasus dugaan penerimaan suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung.

Sementara itu, Neneng yang akhirnya mundur sebagai bupati juga baru saja melahirkan anak ke empatnya pada Jumat (19/4/2019) lalu.

3. Bupati Subang, Imas Aryumningsih

Bupati Subang non aktif Imas Aryumningsih menjalani sidang putusan kasus suap perizinan, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (24/9/2018). Dalam sidang putusan tersebut, Majelis Hakim memvonis Imas 6 tahun 6 bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider kurungan tiga bulan penjara.
Bupati Subang non aktif Imas Aryumningsih menjalani sidang putusan kasus suap perizinan, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (24/9/2018). Dalam sidang putusan tersebut, Majelis Hakim memvonis Imas 6 tahun 6 bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider kurungan tiga bulan penjara. (TRIBUN JABAR /GANI KURNIAWAN)

Bupati Subang, Imas Aryumningsih ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT), 14 Februari 2018 atau dua hari jelang masa kampanye.

Imas Aryumningsih juga terjerat kasus suap terkait pengurusan izin dari dua perusahaan di Subang, Jawa Barat.

Pada OTT tersebut, KPK mengamankan sejumlah uang yang diduga untuk transaksi praktik korupsi dan beberapa orang lain termasuk kurir, pihak swasta, dan pegawai setempat.

Imas Aryumningsih rencananya akan ikut Pemilihan Bupati Subang 2018 berpasangan dengan Sutarno.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pun menjatuhkan pidana penjara selama 6,5 tahun serta denda Rp 500 juta atau setara tiga bulan penjara.

Selain itu, Imas juga diwajibkan membayar uang ganti rugi pada negara senilai Rp 410 juta.

"Jika setelah satu bulan keputusan tidak sanggup membayar, maka diganti dengan disitanya harta benda terdakwa, atau diganti kurungan penjara selama satu tahun," ujar hakim.

4. Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari

Terdakwa kasus suap pemberian izin lokasi perkebunan di Kutai Kartanegara Rita Widyasari menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (6/7/2018). Majelis hakim memutuskan memberikan hukuman kepada Rita Widyasari 10 tahun penjara dengan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan dan Khairudin dihukum 8 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan.
Terdakwa kasus suap pemberian izin lokasi perkebunan di Kutai Kartanegara Rita Widyasari menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (6/7/2018). Majelis hakim memutuskan memberikan hukuman kepada Rita Widyasari 10 tahun penjara dengan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan dan Khairudin dihukum 8 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Pada awal Januari 2018, KPK menetapkan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bersama-sama Khairudin, Komisaris PT Media Bangun Bersama.

Bupati Rita Widyasari menerima gratifikasi sebesar Rp 110 miliar sebagai balas jasa dengan sejumlah pengusaha.

Selain itu, Rita juga terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun terkait pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit.

Atas perbuatannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Rita dengan hukuman pidana 10 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, hak politik Rita juga dicabut agar publik tidak salah pilih pemimpin yang pernah terbukti korupsi.

"Menjatuhkan pidana tambahan pada Rita Widyasari berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik, 5 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok," ujar ketua majelis hakim Sugianto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (6/7/2018).

5. Wali Kota Tegal, Siti Masitha

Wali Kota nonaktif Tegal Siti Masitha Soeparno bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Senin (18/12/2017). Berkas perkara pemeriksaan Siti Masitha Soeparno dinyatakan lengkap dan siap untuk disidangkan.
Wali Kota nonaktif Tegal Siti Masitha Soeparno bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Senin (18/12/2017). Berkas perkara pemeriksaan Siti Masitha Soeparno dinyatakan lengkap dan siap untuk disidangkan. (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno juga terjerat kasus korupsi terkait suap pengelolaan dana jasa pelayanan RSUD Kardinah Kota Tegal Tahun 2017 dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kota Tegal tahun 2017.

Siti Masitha ditangkap KPK di Rumah Dinas Wali Kota di Kompleks Balai Kota, Jalan Ki Gede Sebayu, Kota Tegal, Selasa (29/8/2017).

Siti diduga menerima suap Rp 7 miliar yang akan digunakannya untuk ongkos politik karena Siti berniat mencalonkan diri sebagai wali kota Tegal untuk periode 2019-2024.

Pengadilan pun memvonis Siti dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta atau setara dengan 4 bulan kurungan.

6. Wali Kota Cimahi, Atty Suharti

Wali Kota Cimahi nonaktif, Atty Suharti dan suaminya mantan Wali Kota Cimahi, Itoc Tochija, tiba di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (19/4/2017), untuk menghadiri sidang perdana sebagai terdakwa kasus suap pembangunan Pasar Atas Cimahi. Jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK dalam surat dakwaan yang dibacakannya pada sidang perdana tersebut menjerat Atty dan Itoc dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Wali Kota Cimahi nonaktif, Atty Suharti dan suaminya mantan Wali Kota Cimahi, Itoc Tochija, tiba di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (19/4/2017), untuk menghadiri sidang perdana sebagai terdakwa kasus suap pembangunan Pasar Atas Cimahi. Jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK dalam surat dakwaan yang dibacakannya pada sidang perdana tersebut menjerat Atty dan Itoc dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN )

KPK juga menangkap Wali Kota Cimahi Atty Suharti di kediamannya di Jalan Sari Asih IV No. 16 Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, Kamis (1/12/2016) malam.

Atty ditangkap bersama suaminya Itoc Tochija yang merupakan mantan Wali Kota Cimahi.

Keduanya ditangkap dalam kasus korupsi pembangunan Pasar Atas Cimahi.

Atty dan Itoc menerima uang Rp 500 juta dari pengusaha Triswara Dhanu Brata dan Sani Kuspermadi.

Uang tersebut untuk menjadikan perusahaan keduanya sebagai pelaksana pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi tahap II tahun 2017 dengan nilai anggaran Rp 57 miliar.

Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri (PN) Bandung pun memvonis empat tahun penjara kepada mantan Wali Kota Cimahi Atty Suharti dan tujuh tahun penjara kepada suaminya Itoc Tochija.

7. Bupati Klaten, Sri Hartini

Bupati Klaten Sri Hartini tiba di kantor KPK, Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Rabu (12/4/2017). Sri Hartini diperiksa terkait kasus dugaan suap promosi dan mutasi jabatan di lingkungan Kabupaten Klaten.
Bupati Klaten Sri Hartini tiba di kantor KPK, Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Rabu (12/4/2017). Sri Hartini diperiksa terkait kasus dugaan suap promosi dan mutasi jabatan di lingkungan Kabupaten Klaten. (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

KPK juga pernah menangkap Bupati Klaten, Sri Hartini dalam operasi tangkap tangan di Klaten, Jawa Tengah pada Desember 2016.

Bupati petahana itu ditangkap bersama anak anak perempuannya, Dina Permata Sari yang diduga memiliki peran penting.

Operasi tangkap tangan terhadap Bupati Klaten diawali adanya laporan dari masyarakat yang mencium adanya praktik KKN di lingkungan kantor Bupati.

Penyuapan tersebut berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan dalam pengisian perangkat daerah di Kabupaten Klaten.

Atas perbuatannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang memvonis Sri Hartini dengan pidana 11 tahun penjara serta denda Rp 900 juta atau setara 10 bulan penjara.

8. Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah

Terdakwa kasus pengadaan alat kesehatan Ratu Atut Chosiyah berjalan seusai menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/7). Ratu Atut Chosiyah divonis 5,5 tahun penjara serta diwajibkan membayar denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Terdakwa kasus pengadaan alat kesehatan Ratu Atut Chosiyah berjalan seusai menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/7). Ratu Atut Chosiyah divonis 5,5 tahun penjara serta diwajibkan membayar denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. (Harian Warta Kota/Henry Lopulalan)

Nama Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah yang pernah ditangkap KPK, Jumat (20/12/2013) sempat jadi perbincangan di kalangan masyarakat.

Penangkapan bekas orang nomor satu di Banten ini juga menguak dinasti politik di provinsi tersebut.

Tak hanya itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar juga terseret dalam kasus ini karena adiknya, Tubagus Chaeri Wardana juga ditangkapk dalam kasus penyuapan.

Atut Chosiyahdivonis 5,5 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Atut juga diwajibkan membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Atut terbukti merugikan negara sebesar Rp 79,7 miliar dalam pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten.

Ia dinilai telah memperkaya diri sendiri dan orang lain.

9. Bupati Minahasa Utara, Vonnie Anneke Panambunan

Bupati Minahasa Utara, Vonnie Anneke Panambunan
Bupati Minahasa Utara, Vonnie Anneke Panambunan (TRIBUNMANADO)

Bupati Minahasa Utara, Vonnie Anneke Panambunan pernah terjerat kasus korupsi saat menjabat sebagai bupati pada 2005–2010.

Ia tersandung kasus korupsi pembangunan Bandara Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, saat baru tiga tahun menjabat sebagai bupati.

Atas perbuatannya, ia divonis hukuman 1,5 tahun serta denda Rp 100 juta atau hukuman kurungan selama enam bulan.

Majelis juga mewajibkan Vonnie membayar kerugian negara sebesar Rp 4,006 miliar.

Setelah selesai menjalani masa hukuman pada 2015, Vonnie kembali maju di Pilkada Minahasa Utara yang kembali mengantarkannya ke kursi bupati periode 2016-2021.

(Tribunnews.com/Sri Juliati)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas