Bertemu dengan Pengacara Terdakwa, KPK Sebut Hakim Kayat Lakukan Pelanggaran Berat
"Ini sebenarnya salah satu yang paling dilarang kalau kita baca Pedoman Perilaku Hakim (PPH)," katanya
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif mengatakan Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan Kayat telah melakukan pelanggaran berat.
Pelanggaran tersebut yakni, Kayat menemui pengacara terdakwa Sudarman, Jhonson Siburian.
Baca: Kronologi OTT Hakim Kayat, Kelabui Petugas KPK dengan Keresek Hitam Berisi Botol Minum Bekas
Bahkan menawarkan bantuan bisa membebaskan Sudarman asal diberi fee Rp 500 juta.
"Ini sebenarnya salah satu yang paling dilarang kalau kita baca Pedoman Perilaku Hakim (PPH). Karena hakim bertemu dengan pihak yang berperkara itu tidak boleh. Bahkan bertemu jaksa pun harus di meja tidak boleh di ruangan lain," tegas Laode M Syarif, Sabtu (4/5/2019) di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Ini dilarang tapi terjadi. Sudah jelas ini pelanggaran berat. Jadi ini bisa dilihat oleh Komisi Yudisial (KY) untuk langsung menjatuhkan sanksi karena itu dilarang. Ini bukan lagi zona abu-abu tapi betul-betul zona merah palagi bertemu dan ada uang pula," tambah Laode M Syarif.
Berkaca pada kasus Hakim Kayat, di mana perangkat peradilan lagi-lagi terseret di ranah tindak pidana korupsi, Laode M Syarif berharap kedepan sistem peradilan menjadi betul-betul baik dan bersih.
Seperti telah diberikan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Kayat sebagai tersangka kasus dugaan suap pemulusan perkara penipuan.
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyidik KPK melakukan gelar perkara atas Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Balikpapan pada Jumat (3/5/2019) kemarin.
Selain Hakim Kayat, KPK juga menjerat dua orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus ini.
Mereka yakni Advokat Jhonson Siburian, dan pihak swasta Sudarman.
Konstruksi perkara bermula pada tahun 2018, Sudarman dan dua terdakwa lainnya disidang di Pengadilan Negeri Balikpapan dalam kasus pemalsuan surat.
Setelah sidang, Kayat bertemu dengan Jhonson Siburian yang adalah pengacara Sudarman untuk menawarkan bantuan dengan fee Rp 500 juta jika Sudarman ingin bebas.
Sudarman belum bisa memenuhi permintaan Kayat, namun ia menjanjikan akan memberikan Rp 500 juta jika tanahnya di Balikpapan laku terjual.
Untuk memberikan keyakinan pada Kayat, Sudarman sampai menawarkan agar Kayat memegang sertifikat tanahnya dan akan memberikan uang setelah tanahnya laku terjual.
Namun Kayat menolak dan meminta fee diserahkan dalam bentuk tunai saja.
Pada Desember 2018, jaksa penuntut umum menuntut Sudarman dengan pidana 5 tahun penjara.
Beberapa hari kemudian masih di Bulan Desember 2018, Sudarman divonis bebas oleh Hakim Kayat.
Sekitar satu bulan setelah pembacaan putusan uang belum diserahkan oleh Sudarman.
Kayat menagih janji melalui Jhonson.
Kemudian, pada 2 Mei 2019, Jhonson bertemu Kayat di Pengadilan Negeri Balikpapan dan Kayat menyampaikan akan dipindahtugaskan ke Sukoharjo. Kayat menagih janji fee dan bertanya : oleh-olehnya mana?.
Lanjut pada 3 Mei 2019, karena sudah mendapatkan uang muka dari pihak pembeli tanahnya, Sudarman mengambil uang sebesar Rp 250 juta di sebuah bank di Balikpapan.
Dari jumlah tersebut, Rp 200 juta ia masukan ke dalam kantong plastik hitam, dan Rp 50 juta ia masukan ke dalam tasnya.
Kemudian ia menyerahkan uang Rp 200 juta kepada Jhonson dan staffnya untuk diberikan pada Kayat di sebuah Restoran Padang.
Pada 4 Mei 2019, Jhonson menyerahkan uang sebesar Rp 100 juta kepada Kayat di Pengadilan Negeri Balikpapan. Sedangkan Rp 100 juta lainnya ditemukan di kantor Jhonson.
Baca: KPK Tetapkan Kayat Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan sebagai Tersangka
Atas perkara ini, sebagai pihak yang diduga penerima, Kayat disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Sudarman dan Jhonson yang diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 .