TRIBUNNEWSWIKI: Ki Hajar Dewantara
Setelah tidak menuntaskan pendidikan dokternya karena sakit, Ki Hajar Dewantara bekerja sebagai wartawan.
Penulis: Adya Rosyada Yonas
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
TRIBUNNEWSWIKI - Ki Hajar Dewantara
Nama ningrat: Raden Mas Soewardi Soerjaningrat
Nama: Ki Hajar Dewantara
Julukan: Bapak Pendidikan Nasional
Lahir: Yogyakarta, 2 Mei 1889
Wafat: Yogyakarta, 26 April 1959
Agama: Islam
Baca: Hari Pendidikan Nasional Momentum Bangun SDM Indonesia yang Berkarakter
Baca: Ada 108 Ruas Jalan di Indonesia Dinamai Ki Hajar Dewantara
Alamat:
- Museum: Museum Dewantara Kirti Griya, Jl. Taman Siswa No.25, Wirogunan, Mergangsan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55151(dahulu adalah rumah Ki Hajar Dewantara)
- Makam: Taman Wijaya Brata, Jl. Soga No.28, Tahunan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55167
- Taman Siswa: Jl. Kusumanegara No.157, Muja Muju, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55165
Riwayat pendidikan:
- Pesantren Kalasan, Prambanan, Yogyakarta (pernah menjadi santri beberapa tahun saat masih kecil)
- ELS (Sekolah Dasar untuk anak-anak Eropa/Belanda dan bangsawan)
- Kweekschool (sekolah pendidikan guru di Yogyakarta)
- STOVIA (sekolah pendidikan dokter khusus pribumi di Batavia, sekarang adalah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)
Baca: Ki Hajar Dewantara, Pelopor Pendidikan Indonesia yang Ternyata Adalah Anggota Kerajaan
Baca: Museum Taman Siswa dan Perjuangan Ki Hajar Dewantara
Riwayat karier:
Setelah tidak menuntaskan pendidikan dokternya karena sakit, Ki Hajar Dewantara bekerja sebagai wartawan. Ki Hajar Dewantara pernah bekerja di beberapa surat kabar yaitu Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.
Pada 1908, Ki Hajar Dewantara bergabung dalam Boedi Oetomo. Ki Hajar Dewantara menyadarkan masyarakat akan pentingnya semangat persatuan bangsa Indonesia.
Kemudian bersama dengan Douwes Dekker dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo mereka membentuk organisasi Indische Partij. Mereka bertiga dikenal dengan 'Tiga Serangkai'.
Dalam dunia jurnalistik, Ki Hajar Dewantara dikenal mempunyai gaya menulis yang khas, yaitu cenderung tajam dan menyinggung kolonial.
Salah satu tulisannya yang berjudul Als Ik Eens Nederlander was (andaikan aku seorang Belanda) dianggap menyinggung kolonial. Tulisan tersebut adalah sebuah reaksi terhadap rencana pemerintah Belanda yang akan mengadakan perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari penjajahan Perancis. Perayaan itu akan dilaksanakan pada November 1913 dengan memungut biaya kepada rakyat secara paksa.
Tulisan tersebut membuat Ki Hajar Dewantara diasingkan oleh kolonial. Awalnya Ki Hajar Dewantara akan diasingkan di Pulau Bangka. Kabar pengasingan ini menuai protes dari anggota 'Tiga Serangkai' lainnya yaitu Douwes Dekker dan Dr. Tjipto Mangunkusumo. Kemudian mereka bertiga diasingkan ke Belanda pada 1913.
Saat masa pengasingan di Belanda Ki Hajar Dewantara berhasil mendapatkan ijazah Europeesche Akte, ijazah pendidikan bergengsi di Belanda. Dengan bekal inilah nantinya Ki Hajar Dewantara membangun lembaga pendidikan di Indonesia.
Setelah kembalinya ke Indonesia pada 1919, Ki Hajar Dewantara mengajar di sekolah milik saudaranya.
Pada 1920, lagi-lagi karena tulisannya Ki Hajar Dewantara dihukum penjara dan kerja paksa. Selain itu oraganisasi Indische Partij-nya juga dilarang dan dibubarkan pada 1922.
Berbekal pengalaman dari sekolah tempatnya mengajar, pada 3 Juli 1922 Ki Hajar Dewantara mendirikan sekolah miliknya. Sekolah tersebut diberi nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau sekarang dikenal sebagai Taman Siswa di Yogyakarta.
Ki Hajar Dewantara terkenal dengan semboyannya di dunia pendidikan yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani, yang berarti di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan.
Pada 1945 setelah Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantoro diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi Menteri Pengajaran Indonesia atau sekarang dikenal dengan nama Menteri Pendidikan.
Berkat jasanya di dunia pendidikan, Ki Hajar Dewantara diberi gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Dikutip dari kompas.com, dalam Keputusan Presiden Nomor 316 tahun 1959, hari kelahirannya ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional sebagai bentuk penghargaan Pemerintah atas jasa Ki Hadjar Dewantara yang telah memelopori sistem pendidikan nasional berbasis kepribadian dan kebudayaan nasional.
Selain itu Ki Hajar Dewantara juga ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional dalam Keputusan Presiden Nomor 305 Tahun 1959.
Ki Hajar Dewantara pernah mengeluarkan fatwa tentang pendidikan yang disebut sebagai 10 Fatwa akan Sendi Hidup Merdeka”. Setelah melalui pengembangan dan kajian ulang, fatwa ini sekarang dikenal dengan istilah 'pendidikan karakter'.
10 fatwa tersebut adalah:
1. Lawan sastra ngesti mulya (dengan pengetahuan kita menuju kemuliaan)
2. Suci tata ngesti tunggal (dengan suci batinnya, tertib lahirnya menuju kesempurnaan)
3. Hak diri untuk menuntut salam dan bahagia
4. Salam bahagia diri tak boleh menyalahi damainya masyarakat
5. Kodrat alam penunjuk untuk hidup sempurna
6. Alam hidup manusia adalah alam hidup berbulatan
7. Dengan bebas dari segala ikatan dan suci hati berhambalah kita kepada sang anak
8. Tetep–mantep–antep (ketetapan hati-setia dan taat-berat berisi dan berharga)
9. Ngandel–kendel–bandel (percaya-berani-tahan dan tawakal)
10. Neng-ning–nung–nang atau meneng-wening-hanung-menang (tenteram lahir batih-jernih pikiran-kokoh lahir batin-mendapat wewenang)
Penghargaan:
- Mendapat gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Gadjah Mada (UGM)
- Mendapat julukan "Bapak Pendidikan Nasional"
- Dinobatkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Soekarno
- Tanggal lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (2 Mei)
- Gambar wajahnya diabadikan di dalam uang pecahan dua puluh ribu rupiah
Baca: Inilah KRI Ki Hajar Dewantara, Kapal Perusak Rudal
Baca: Sekjen PDI Perjuangan: Ki Hajar Dewantara Ajarkan Pendidikan Sebagai Jalan Pembebasan
Keluarga:
- Ayah: Pangeran Suryaningrat
- Ibu: Raden Ayu Sandiah
- Saudara: Soerjopranoto
- Istri: Raden Ajeng Sutartinah (1890, menikah pada 1907)
- Anak: Bambang Sokawati Dewantara, Subroto Aria Mataram, Ratih Tarbiyah, Asti Wandansari, Syailendra Wijaya, Sudiro Alimurtolo
Sumber:
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Yonas)