Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dirut PLN Nonaktif Sofyan Basir Melawan KPK

Dirut nonaktif PT PLN Sofyan Basir mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama PLTU Riau.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Dirut PLN Nonaktif Sofyan Basir Melawan KPK
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (6/5/2019). Sofyan Basir diperiksa perdana sebagai tersangka untuk kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama nonaktif PT PLN Sofyan Basir mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sofyan Basir mendaftarkan gugatan praperadilan tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 8 Mei 2019, dengan nomor perkara 48/Pid.Pra/2019/PN.JKT.SEL. Adalah KPK c.q. pimpinan KPK menjadi Termohon perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka.

"Perkara Praperadilan terdaftar dengan No. 48/Pid.Pra/2019/PN.Jkt.Sel dengan Pemohon Sofyan Basir dan Termohon KPK," kata humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Achmad Guntur, saat dikonfirmasi, Jumat (10/5/2019).

Dalam petitum atau tuntutan yang diminta dalam praperadilan Sofyan Basir, disebutkan misalnya dalam provisi menerima dan mengabulkan permohonan provisi dari pemohon untuk seluruhnya.

Selanjutnya, memerintahkan termohon untuk tidak melakukan tindakan hukum apa pun, termasuk melakukan pemeriksaan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan tidak melimpahkan berkas perkara dari penyidikan ke penuntutan dalam perkara.

Sebagaimana dimaksud pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019 dan Surat KPK R.I. Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019, perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan.

Baca: Kasat Narkoba Polres Siak Tertembak

Dalam pokok perkara disebutkan, Sofyan Basir meminta majelis hakim untuk mengabulkan permohonan bahwa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019 dan Surat KPK RI Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019 perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan adalah adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan aquo tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Berita Rekomendasi

Selanjutnya, Sofyan meminta majelis hakim yang mengadili dapat memerintahkan kepada KPK selaku termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon sebagaimana Sprindik tersebut.

Pengadilan telah menetapkan sidang perdana praperadilan Sofyan Basir digelar pada Senin, 20 Mei 2019, pukul 09.00 WIB. PN Jakarta Selatan telah menetapkan hakim tunggal Agus Widodo untuk memimpin jalannya sidang praperadilan tersebut.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, meski Biro Hukum belum menerima dokumen terkait pengajuan praperadilan itu, KPK pada dasarnya siap menghadapi praperadilan Sofyan Basir.

"Belum ada dokumen dari pengadilan yang kami terima di Biro Hukum. Namun, jika ada praperadilan yang diajukan, KPK pasti akan hadapi," kata Febri Diansyah.

Menurut Febri, KPK yakin bahwa prosedur dan substansi perkara yang ditangani sudah berjalan sebagaimana mestinya.

"Apalagi sejumlah pelaku lain telah divonis bersalah hingga berkekuatan hukum tetap," kata dia.

Pada 24 April 2019, KPK menetapkan Sofyan Basir selaku Dirut PT PLN (Persero) sebaga tersangka baru dalam kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Baca: Kebijakan Jokowi Menaikkan Gaji PNS Berujung pada Pelaporan Dugaan Menyalahgunakan Kekuasaan

Penetapan tersangka terhadap Sofyan Basir merupakan pengembangan atas kasus yang menjerat Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan.

Eni Saragih telah divonis enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.

Dari fakta-fakta yang muncul dalam persidangan sejumlah terdakwa kasus yang sama hingga pertimbangan hakim, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang dugaan keterlibatan Sofyan Basir dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1.

KPK memiliki cukup bukti jika Sofyan Basir membantu tersangka Eni Maulana Saragih dalam proses penerimaan suap sebesar Rp 4,75 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.

Kotjo merupakan pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd, anggota konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-1.

Sofyan juga diduga menerima janji fee yang sama besar dengan Eni Maulani Saragih dan mantan Menteri Sosial sekaligus mantan Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham.

Jonan akan Diperiksa
KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan sebagai saksi untuk dua tersangka, Dirut nonaktif PT PLN, Sofyan Basir dan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan.

Baca: Bawaslu: Boleh Demo Soal Pilpres Asal Sesuai Aturan

Penyidik meminta Jonan untuk hadir memenuhi panggilan pemeriksaan pada Rabu, 15 Mei 2019.

"Untuk jadwal pemeriksaan pada hari Rabu pekan depan. Direncanakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SFB (Direktur Utama nonaktif PT PLN Sofyan Basir) dan SMT (Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan)," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah.

Sofyan Basir dan Samin Tan merupakan dua tersangka dalam dua perkara yang berbeda. Sofyan Basir merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1 di Provinsi Riau.

Sementara, Samin Tan merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait terminasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Kasus yang menjerat Samin Tan merupakan pengembangan dari kasus yang juga menjerat Sofyan Basir, kasus PLTU Riau 1.

"Kami harap tentu saja saksi bisa hadir dan memberi keterangan sesuai dengan kebutuhan penyidikan. Karena yang dipanggil sebagai saksi, kami memandang yang bersangkutan mengetahui sebagian atau pada bagian tertentu dari peristiwa yang sedang dilakukan penyidikan saat ini," kata Febri.

Dalam kasus dugaan suap terkait terminasi PKP2B, Samin Tan diduga memberikan Rp 5 miliar kepada Eni.

Uang tersebut terkait terminasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Perjanjian itu antara PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). (tribun network/dit/kcm/coz)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas