21 Tahun Tragedi Trisakti, Aktifis 98 Berziarah ke Makam Elang dan Hery di Tanah Kusir
Puluhan aktifis reformasi yang tergabung dalam Rembuk Nasional Aktifis (RNA) 98 menziarahi makam kawan Elang dan Hery di TPU Tanah Kusir
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tepat 21 tahun lalu yakni pada 12 Mei 1998 empat mahasiswa Trisakti tewas terkena peluru aparat rezim Orde Baru.
Keempat mahasiwa yang dikenang sebagai Pahlawan Reformasi tersebut, yakni Hendriawan Sie bin Hendrik Sie, Elang Mulya Lesmana bin Bagus Yoga Nandita, Herry Hartanto bin Syahrir, dan Hafidin Royan bin Raden Enus Yunus.
Mengenang peristiwa tersebut puluhan aktifis reformasi yang tergabung dalam Rembuk Nasional Aktifis (RNA) 98 menziarahi makam kawan Elang dan Hery di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Minggu (12/5/2019).
Tampak juga keluarga dari Elang dan Hery berada di antara mereka.
Baca: ICW Sebut Bukti Kasus BLBI Sudah Cukup Jelas
Sampai di hadapan pusara kedua kawannya itu, mereka duduk berkumpul, bertahlil, dan membaca doa untuk kedua temannya sertabagi kebaikan bangsa dan negara.
Tampak juga Anggota DPR RI dari PDIP Adian Napitupulu dan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.
Setelah itu, secara bergantian mereka juga melakukan tabur bunga dan air mawar di atas nisan dan pusara tersebut.
Baca: Rekapitulasi Nasional untuk Kalimantan Selatan: Prabowo-Sandi Unggul 646.224 Suara Atas Jokowi-Maruf
Tidak hanya itu, sejumlah perwakilan dari mereka memberikan refleksi dan orasinya mengingat tragedi Trisakti 1998.
Tampak yang berorasi di sana antara lain Adian, Usman, Anggota DPD RI dari Sulawesi Utara Benny Ramdhani, Kader Partai Hanura Wahab Talaohu, dan tokoh lainnya.
Orasi yang disampaikan mereka beragam.
Namun benang merah dari yang mereka sampaikan adalah mereka siap masuk ke dalam pemerintahan dan menentang kekuatan Orde Baru yang ingin berkuasa.
Hal itu terlihat dari konferensi pers yang mereka senggelarakam setelah acara itu selesai tidak jauh dari makam Elang dan Hery.
"Betapa pun Soeharto yang menjadi simbol kekuasaan totaliter itu telah mundur, namun sebenarnya kekuatan Orde Baru belum pupus. Mereka bermertamorfosa dan memanfaatkan deregulasi politik berupa pendirian partai-partai politik."
"Keterbukaan itu memang telah membuat atmosfer demokrasi membaik. Namun transisi demokrasi tersebut telah dimanfaatkan oleh kekuatan Orba untuk kembali berkuasa. Dan bagian dari unsur kekuatan lama itu adalah kelompok politik Cendana," kata Mantan Ketua Senat Mahasiswa Trisakti tahun 1997-1998 Julianto Hendro.
Baca: Alur Peristiwa Kasus Kivlan Zen: Pemberian Surat di Bandara, Cegah Dicabut, Hingga Laporkan Balik
Julianto pun membacakan garis besar Keputusan hasil RNA 98 yang pernah dibacakan di hadapan Presiden Joko Widodo.
Ada tiga poin hasil keputusan RNA 98 uanh mereka bacakan.
Pertama menetapkan Pahlawan Reformasi dalam Peristiwa Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi sebagai Pahlawan Nasional.
Kedua lenetapan Hari Bhinneka Tunggal Ika.
Baca: Umuh Muchtar Punya Permintaan Ini ke Robert Rene Alberts
Ketiga mendukung Joko Widodo untuk menjadi Presiden RI periode 2019-2024.
"Butir ketiga tersebut, merupakan kesepakatan bahwa Aktivis 98 memasuki politik kekuasaan. Kebulatan tekad para Aktivis 98 untuk memasuki kekuasaan tersebut bertujuian menjaga berjalannya cita-cita Reformasi 98," kata Julianto.
Untuk itu, mereka berharap peristiwa kelam 21 tahun yang lalu tidak terulang kembali ke depannya.
"Kami para Aktivis 98 tidak menginginkan demokrasi yang sudah berjalan sesuai harapan pada saat ini kemudian harus kembali menjadi kelam, seperti Peristiwa 21 tahun lalu. Maka selain melakukan eksperimen politik parlementer sejak 2009, para Aktivis 98 telah membuat sejarah baru dengan menyepakati untuk berkuasa pada 2019 -2024," kata Julianto.
Bawa semangat perubahan
Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai sudah saatnya aktivis 98 masuk dalam legislatif maupun eksekutif pemerintahan Joko Widodo periode 2019-2024.
Ray mengungkapkan, faktor pertama yang melandasi aktivis 98 terjun dan masuk di pemerintahan karena takdir sejarah.
Aktivisi 98, kata Ray Rangkuti, memiliki pengalaman dalam sejarah perjuangan reformasi 1998 menumbangkan rezim orde baru.
Baca: Wakil Ketua DPR Cek Kesiapan Rekapitulasi Penghitungan Suara KPU
Hal itu disampaikan Ray Rangkuti dalam diskusi 'Sudah Siapkah 98 Menjaga Pemerintahan dan Demokrasi Dari Dalam' di Kopi Bang Pred, Gedung Graha Pena 98, Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (3/5/2019).
"Secara usia, partisipasi tinggi. Apalagi mereka terlibat dalam politik di legislatif khususnya di daerah, tidak berlebihan jika 2019 ini mereka bisa masuk ke dalam pemerintahan, yang saya sebut sebagai faktor alami, faktor sejarah atau fakta sejarah," kata Ray Rangkuti.
Baca: Respons Fadli Zon Sikapi Pertemuan Jokowi dengan AHY di Istana
Faktor lain, kata Ray, aktivis 98 menjadi jembatan penghubung sejarah antara di tahun politik 2024, dimana akan hadir wajah-wajah baru.
"Jadi kehadiran teman-teman 98 di eksekutif, saya harapakan bisa menjebatani keterpisahan atau terjadinya keterpisahan antara cerita atau narasi 98, semangat 98 dengan cara kita mengelola bangsa di pemerintahan yang akan datang," ucap Ray.
Aktivis 98, lanjut Ray, bisa menjadi pemicu munculnya kultur baru dalam berpolitik dimana saat ini pemerintahan masih terbawa gaya orde baru.
Baca: Ribuan Titik Cahaya Berbinar-binar saat Ed Sheeran Bawakan Tiga Lagu Romantisnya
Hal itu ditunjukan dengan sensitifnya pemerintah menyinggung soal hak asasi manusia (HAM), dialog perbedaan, dan toleransi.
"Menghantar generasi baru adaptasi dengan kultur yang kita sebut kultur reformasi," tambah Ray.
Selain itu, masuknya aktivis 98 dalam pemerintahan bisa jadi memecahkan mitos bahwa politik moral bisa berbuat untuk rakyat.
Diketahui, selama ini aktivis 98 tak ada yang terjun ke pemerintahan karena terbentur politik moral dimana para aktivisi yang mengkritiksi pemerintah ujung-ujungnya untuk minta kekuasaan.
"Saya kira pengertian politik moral itu perlu di revisi ulang, bahwa yang dinamakan politik moral itu adalah seluruh aktivis dengan menggunakan kekuasaan sebesar besarnya bagi kepentingan publik," tutup Ray.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.