Jaksa Pelajari Vonis Hakim Terkait Nama Menpora dalam Kasus Suap Dana Hibah KONI
KPK akan menindaklanjuti aliran dana Rp 11,5 Miliar yang diterima asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Miftahul Ulum
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menindaklanjuti aliran dana Rp 11,5 Miliar yang diterima asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Miftahul Ulum dalam perkara suap dana hibah KONI.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, Ronald, mengatakan pihaknya akan melihat salinan putusan dari majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
"Tetapi akan kami cermati juga, karena ini baru mendengar dari putusan secara lisan. Kami akan melihat lebih lanjut putusannya seperti apa," kata Ronald, ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (20/5/2019).
Baca: TERPOPULER - Jelang 22 Mei, Amien Rais dan Habib Rizieq Shihab Ditantang 6 Tokoh Relawan Jokowi
Baca: Jelang 22 Mei, Hendropriyono Sebut Kekuatan People Power Pendukung Prabowo Sudah Ompong
Dalam sidang beragenda pembacaan putusan terhadap Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, Senin (20/5/2019), majelis hakim mempertimbangkan ada penerimaan Rp 11,5 Miliar yang diterima Miftahul Ulum.
"Cuma apakah uang dari Miftahul Ulum ini untuk kepentingan menpora atau sampai ke menpora itu yang ingin kami gali lebih lanjut," kata dia.
Namun, pada saat dihadirkan sebagai saksi di persidangan, Menpora Imam Nahrawi dan asisten pribadi Miftahul Ulum membantah menerima aliran dana suap dana hibah KONI.
Apakah Imam dan Ulum memberikan keterangan palsu di persidangan, Ronald mengaku belum dapat memastikan.
Baca: Rapat Pleno Rekapitulasi Suara Provinsi Papua Diwarnai Aksi Gebrak Meja
Pihaknya masih akan mempelajari salinan putusan dari majelis hakim.
"Apakah ini keterangan palsu atau tidak? Kami akan mengecek dahulu putusan secara tertulis dan apabila ada indikasi ke sana akan menggali ke langkah-langkah selanjutnya. Tentunya nanti setelah kami pertimbangkan, setelah kami teliti secara seksama baru bisa menentukan apakah bisa diketegorikan sebagai kesaksian palsu atau tidak," kata dia.
Untuk diketahui, Miftahul Ulum, Asisten Pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, disebut menerima Rp 11,5 miliar serta ATM dan buku tabungan dari pihak Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Baca: BREAKING NEWS: KPU Akan Umumkan Hasil Rekapitulasi Suara Pemilu 2019 Dini Hari Ini
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyebut uang untuk Ulum diterima dari Sekretaris Jenderal KONI, Ending Fuad Hamidy, dan Bendahara KONI, Johnny E Awuy
"Untuk memenuhi commitment fee yang diminta, Ending dan Johnny telah memberikan suap kepada Mulyana, Adhi dan Eko untuk mempercepat persetujuan dana hibah. Juga diberikan ke Miftahul Ulum selaku aspri menteri melalui arief yang selurhnya berjumlah Rp 11,5 Miliar," kata hakim Arifin, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (20/5/2019).
Arifin menjelaskan secara rinci pemberian uang itu. Transfer uang diberikan selama kurun waktu akhir November-awal Desember 2018.
Baca: Penjelasan Dokter RSPAD Soal Bintik Hitam di Tubuh Anggota TNI yang Meninggal Dunia
Sementara itu, hakim Rustiono, mengatakan Johnny pernah mentransfer uang Rp 50 juta kepada Ulum. Selain itu, Johnny juga menyerahkan atm dan buku tabungan cabang senayan kepada Ulum.
Untuk diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan, pidana denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan kepada Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy.
Terima Permohonan 'Justice Collaborator' Sekjen KONI
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mengabulkan permohonan justice collaborator yang diajukan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KONI, Ending Fuad Hamidy.
Ketua majelis hakim, Rustiyono, mengatakan Ending sangat kooperatif untuk membantu mengungkap kasus pemberian dana hibah dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada KONI.
"Menyatakan mengabulkan justice collaborator permohonan terdakwa," kata Rustiyono, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (20/5/2019).
Untuk diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan, pidana denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan kepada Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy.
Baca: Pola Kekeluargaan, Rahasia di Balik Penampilan Impresif Persib Bandung di Laga Perdana Liga 1 2019
Baca: VIDEO Pasca-Kecelakaan di Perlintasan Purwosari Solo dan Kondisi Mobil yang Ringsek Ditabrak Kereta
Baca: Jelang 22 Mei, Prabowo Tipiskan Selisih Suara atas Jokowi, Berikut Hasil Rekapitulasi 31 Provinsi
Lamanya hukuman itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, di mana JPU pada KPK menuntut Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy empat tahun penjara, denda Rp 120 juta subsidair tiga bulan.
Ending diseret ke pengadilan karena diduga menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2018. Dari OTT itu, KPK menetapkan 5 orang tersangka yaitu Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy sebagai tersangka pemberi. Kemudian tersangka penerima suap ialah Deputi IV Kemenpora Mulyana, PPK pada Kemenpora Adhi Purnomo dkk, serta staf Kemenpora Eko Triyanto.
Berdasarkan surat dakwaan, Ending memberikan 1 unit Toyota Fortuner hitam dan uang Rp 300 juta kepada Mulyana. Selain itu, Mulyana diberikan kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp 100 juta. Selain itu, Jhonny memberikan ponsel merek Samsung Galaxy Note 9 kepada Mulyana.
Jaksa menduga pemberian hadiah berupa uang dan barang itu bertujuan supaya Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI.
Perbuatan terdakwa tersebut diyakini melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.