Uniknya Strategi Menuju Swasembada Bawang Putih
Di tengah pro kontra langkah Indonesia yang masih impor dalam memenuhi kebutuhan konsumsi bawang putih, Ditjen Hortikultura memastikan pertanaman bawa
Editor: Content Writer
Di tengah pro kontra langkah Indonesia yang masih impor dalam memenuhi kebutuhan konsumsi bawang putih, Ditjen Hortikultura memastikan pertanaman bawang putih lokal terus on the track menuju swasembada 2021.
“Konsep (bawang putih) beda dengan yang lain. Kalau yang lain kan produksi dalam negeri naik, impornya dikurangi setiap tahunnya. Kalau bawang putih, impor sesuai kebutuhan konsumsi semua. Karena yang diproduksi dalam negeri diproses menjadi benih sampai nanti di 2021. Sehingga tidak ada kompetisi segmen bawang putih,” kata Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi di Jakarta.
Suwandi menuturkan swasembada bawang putih bukan hanya mengembalikan kejayaan bawang putih. Tetapi lebih mendalam yaitu menghilangkan ketergantungan dengan negara lain, baik dari segi pasokan maupun harga yang telah membuat merugi justru rakyat Indonesia.
"Jadi, hingga nanti 2021, kita perkuat dan perbanyak benih untuk kebutuhan di dalam negeri. Kita sudah hitung untuk kebutuhan 2021, membutuhkan luasan sampai 100 ribu hektar untuk pemenuhan kebutuhan benih dan konsumsi. Kurang lebih 60 ribu hektar saja untuk kebutuhan konsumsi," kata Suwandi.
Langkah tersebut sudah on the track dilakukan berbagai pihak. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, importir bahkan petani bawang putih.
"Kita lakukan bertahap dari tahun ke tahun. Dari awalnya hanya Temanggung dan Sembalun, kini sudah ada di 80 kabupaten dan berkembang menjadi 110 kabupaten se Indonesia," tuturnya.
Suwandi mengungkapkan, rintisan swasembada tersebut dimulai pada 2017 dengan luas pertanaman 1.900-an hektar. Semua hasil panen dijadikan benih untuk ditanam 2018. Sedangkan pada 2018, ditargetkan pertanaman di 11 ribu ha. Hasil pertanaman 2018 kemudian dijadikan benih untuk pertanaman 2019 di lahan seluas 20-30 ribu ha.
Kini, hasil pertanaman di 2019 digunakan sebagai benih untuk pertanaman di 2020 mendatang dengan target luasan mencapai 60-80 ribu ha. Semua yang dihasilkan merupakan benih lokal dengan varietas Sangga Sembalun, Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, Tawangmangu. Kelebihan benih dalam negeri dibandingkan benih impor, aroma bawang putih lokal lebih kuat.
Kalkulasi pemerintah pada 2021 dengan luasan mencapai 100 ribu ha dan produktivitas rata-rata nasional mencapai 6 ton/ha maka kebutuhan benih dan bawang putih konsumsi sudah bisa dipenuhi di dalam negeri.
“Di 2021 nanti swasembada, importir nanti statusnya menjadi pelaku usaha yang bermitra dengan petani sehingga ada keberlanjutan usaha. Nanti impor ditutup, setiap yang ditanam pastinya akan habis diserap pasar,” tukasnya.
Untuk mendorong pertanaman bawang putih, Suwandi mengakui, pemerintah memang mengajak pelaku usaha, khususnya Importir bawang putih untuk ikut membudiayakan bawang putih sebagai konsekuensi dan prasyarat terbitnya Rekomendasi Importasi Produk Hortikultura (RIPH).
"Pendanaan untuk pertanaman bawang putih terbagi tiga yaitu dari APBN, Wajib Tanam (importir) dan Swadaya. Kebanyakan petani bermitra dengan importir minimal 5 persen dari wajib tanam dan berproduksi," tuturnya.
Dengan berbagai strategi itu, dalam setahun bawang putih yang ditanam pelaku usaha harus semakin bertambah, baik dari luasan maupun lokasi pertanaman. Importir menurut Suwandi, bisa bertanam di lahan sendiri, bermitra dengan petani atau sewa lahan.
“Tapi importir wajib tanam dan berproduksi minimal 5 persen dari volume pengajuan RIPH," tegasnya.
Pelaku usaha penerima RIPH yang tidak melaksanakan komitmen kesanggupan pengembangan bawang putih dalam negeri sesuai ketentuan akan diberikan Surat Peringatan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura.
Bagi Pelaku Usaha yang tidak memenuhi ketentuan sesuai isi dari surat peringatan tersebut akan ditindak lanjuti dengan penerapan sanksi dalam pasal 37 ayat 3 Permentan No. 38 tahun 2017 dan perubahannya.
"Yang nakal-nakal, importir ya diblacklist, melanggar aturan ditutup enggak dilayani (RIPH)nya," tukas Suwandi. (*)