KPK Perpanjang Masa Penahanan Bowo Sidik Pangarso
Selain Bowo, KPK juga memperpanjang masa penahanan tersangka lainnya, yakni Indung (IND) anak buah Bowo dari PT Inersia.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Bowo Sidik Pangarso (BSP), tersangka perkara suap jasa angkut pupuk.
Selain Bowo, KPK juga memperpanjang masa penahanan tersangka lainnya, yakni Indung (IND) anak buah Bowo dari PT Inersia.
"Dilakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari terhadap tersangka BSP dan IND terkait Suap Bidang Pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT HTK (Humpuss Transportasi Kimia). Perpanjangan penahanan terhitung dari 27 Mei-24 Juni 2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (23/5/2019).
Tak cuma itu, pada hari ini penyidik KPK juga memeriksa seorang saksi untuk Indung. Dia adalah Anggota DPR dari fraksi Partai Golkar Eka Sastra dan Sandy Firdaus selaku Kesubdit DAK 1 pada Direktorat Perimbangan Daerah Kementerian Keuangan.
Baca: Tiga Anggota Medis Dompet Dhuafa Terluka Saat Aksi 22 Mei
Baca: Berkah Persib untuk Artur Gevorkyan, Bedakan dengan Ahmet Atayew
Baca: Blackpink Nyanyikan Lagu Stay untuk Hormati Korban Bom Manchester Saat Konser di London
Febri mengatakan, keduanya dikonfirmasi soal penerimaan gratifikasi yang diterima Bowo.
"Dari kedua saksi tersebut, penyidik mendalami keterangan terkait penerimaan gratifikasi oleh tersangka BSP," ungkapnya.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka yakni anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, seorang swasta sekaligus perantara suap dari PT Inersia bernama Indung, serta Manager Marketing PT HTK (Humpuss Transportasi Kimia) Asty Winasti.
KPK menduga Bowo Sidik menerima suap dalam kerja sama pengangkutan pelayaran antara PT HTK dan Pilog (Pupuk Indonesia Logistik) yang sebelumnya telah dihentikan.
Dalam hal ini, Bowo Sidik diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima perusahaan itu sejumlah USD 2 per metrik ton.
KPK menduga Bowo menerima Rp 1,5 miliar dari PT HTK dalam tujuh kali penerimaan, termasuk Rp 89,4 juta saat operasi tangkap tangan (OTT).
Sementara, uang yang disita KPK senilai Rp 8 miliar dari 84 kardus yang terbagi 400 ribu amplop ditemukan di kantor PT Inersia milik Bowo.
Yang nantinya uang di dalam amplop itu bakal digunakan Bowo untuk kepentingan logistik serangan fajar Pemilu 2019.
Artinya, dari Rp 8 miliar dengan penerimaan Rp 1,5 miliar dari PT HTK, ada sisa uang senilai Rp 6,5 miliar yang diduga diterima pihak lain sebagai gratifikasi. KPK telah mengantongi asal muasal gratifikasi tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.