Tim Hukum Prabowo-Sandi Sebut Lima Bentuk Kecurangan TSM Jokowi-Maruf
Bentuk kecurangan yang dilakukan Presiden Joko Widodo adalah, pertama, penyalahgunaan anggaran belanja negara dan program kerja pemerintah.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengungkapkan terdapat lima bentuk kecurangan terstruktur, sistematif, dan masif oleh pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-KH Maruf.
Lima bentuk kecurangan itu dibeberkan oleh ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, pada saat sidang pembacaan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk pemilihan presiden (pilpres) di ruang sidang lantai 2 Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami mendalilkan bahwa dalam Pilpres 2019 ini, yang berkompetisi bukanlah paslon 01 dengan paslon 02, tetapi adalah antara paslon 02 dengan Presiden petahana Joko Widodo lengkap dengan fasilitas dan aparatur yang melekat pada lembaga kepresidenan," kata pria yang akrab disapa BW itu di Gedung MK, Jumat (14/6/2019).
Bentuk kecurangan yang dilakukan Presiden Joko Widodo adalah, pertama, penyalahgunaan anggaran belanja negara dan program kerja pemerintah.
Baca: FPI Tegaskan Tak Berpihak Kubu 01-02
Kedua, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketiga, ketidaknetralan aparatur negara, polisi, dan intelijen, keempat, pembatasan kebebasan media dan pers, kelima, diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.
"Kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu semuanya bersifat TSM, dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana, dan mencakup dan berdampak luas kepada banyak wilayah Indonesia," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto alias BW, membacakan permohonan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk pemilihan presiden (pilpres).
BW membacakan permohonan di ruang sidang lantai 2 gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/6/2019).
Objek sengketa yang pemohon ajukan untuk dibatalkan adalah Keputusan KPU RI Nomor 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden-Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota.
Baca: Mantan Penasehat KPK Abdullah Hehamahua Berharap MK Bersih dan Jujur
Lebih jauh, karena terkait, perlu juga dimintakan pembatasan atas Berita Acara KPU RI Nomor 135/PL.01.8-BA/06/KPU/V/2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019.
"Tentu saja pembatalan yang dimohonkan dalam perkara ini adalah hanya untuk keputusan dan berita acara KPU tersebut yang berkaitan dengan penetapan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden," kata BW, saat membacakan permohonan.
Dia menyebut MK berwenang menangani perkara itu. Dia menegaskan, salah satu kewenangan Mahkamah adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Kewenangan itu berdasarkan Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK.
Lalu, Pasal 475 ayat (1) UU Nomor z Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 29 ayat (1) huruf d UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
"Oleh sebab itu, maka Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo," kata BW.
Untuk diketahui, MK mempunyai waktu selama 14 hari untuk menangani permohonan PHPU yang diajukan. Setelah meregistrasi perkara pada hari Selasa (11/6/2019), pihak MK mengirimkan salinan berkas permohonan kepada pihak termohon, yaitu KPU RI, dan pihak terkait, tim hukum pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-KH Maruf Amin.
Kemudian pada 14 Juni 2019, MK akan memutuskan lanjut atau tidaknya sengketa ke tahapan persidangan dengan mempertimbangkan permohonan beserta barang bukti yang diajukan. Agenda ini dikenal dengan sidang pendahuluan.
Selanjutnya pada 17 hingga 21 Juni 2019 MK akan melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan pembuktian. Pada 24 sampai 27 Juni 2019 diagendakan sidang terakhir dan rapat musyawarah hakim.
Secara resmi, MK membacakan sidang putusan pilpres pada 28 Juni 2019. Hingga 2 Juli 2019 MK akan menyerahkan salinan putusan.
Tak Menyumbang
Tim Kampanye Nasional (TKN) menjawab tudingan Tim Hukum Prabowo - Sandiaga, Bambang Widjojanto (BW) soal uang Rp 13 miliar kampanye Jokowi-Maruf Amin.
Juru Bicara TKN Arya Sinulingga mengatakan, Capres Jokowi tak pernah menyumbang uang untuk dana kampanye.
Ia bahkan mempertanyakan informasi yang disampaikan BW bersumber dari mana.
"Soal masalah kosong 02 yang mengadukan soal keuangam, itu Pak Jokowi enggak pernah nyumbang itu. Enggak ada itu, BW baca dimana itu, 02 itu baca laporan dimana itu. Dan kita sudah diaudit oleh akuntan dari KPU itu. Jadi sudah lolos," kata Arya kepada wartawan, Jumat (14/6/2019).
Politisi Perindo ini pun meragukan informasi yang disampaikam BW tak sesuai fakta.
Sebab, kata Arya, BW tak merinci sumber uang dan informasi yang dimaksud itu.
Ia menuding Tim Hukum 02 justru melontarkan peryataan yang berbau hoaks.
"BW dan kawan-kawan pengacara 02 itu tak baca, detail mengenai itu semua. Sampai mengatakan itu sudah hoaks juga itu. Pak Jokowi itu tidak ada nyumbang. Itu hoaks itu," jelas Arya.
Diketahui, Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto - Sandiaga Uno mempersoalkan sumber dana kampanye pasangan calon nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin pada Pilpres 2019.
Baca: Presiden Jokowi Targetkan Revitalisasi Pasar Sukawati Gianyar Rampung Tahun 2020
Sumber dana kampanye berasal dari sumbangan pribadi Jokowi yang dipersoalkan kubu Prabowo. Ada Rp 13 miliar duit sumbangan yang dinilai misterius.
Ketua Tim Hukum Prabowo - Sandiaga, Bambang Widjojanto (BW) menuturkan, berdasarkan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) pada tanggal 25 April 2019 tercatat sumbangan pribadi dari Jokowi sebesar Rp 19.508.272.030.
Berdasar Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dilaporkan Jokowi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 12 April 2019 hanya berjumlah Rp 6.109.234.705.
"Di Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara/LHKPN Joko Widodo yang diumumkan KPU pada tanggal 12 April 2019, harta kekayaan berupa Kas dan Setara Kas hanya berjumlah Rp 6.109.234.704," kata BW dalam keterangan tertulis, Rabu (12/6/2019) malam.
"Ada pertanyaan, apakah dalam waktu 13 hari saja, harta kekayaan Ir Joko Widodo berupa Kas dan Setara Kas bertambah hingga sebesar Rp 13.399.037.326?" lanjut Bambang.