Kuasa Hukum Sjamsul Nursalim Sebut Audit BPK Tahun 2017 Terkait Kasus BLBI Tidak Objektif
Kuasa hukum Sjamsul Nursalim, Otto Hasibuan, menyebut audit yang dilakukan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2017 tidak objektif dan independen.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
"Kita sudah mengimbau berapa kali agar pulang," kata Saut di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (12/6/2019).
Saut ingin berkas perkara dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istri, Itjih Nursalim segera rampung. KPK ingin proses persidangan digelar segera.
"Tetapi yang jelas kita harus masuk secepatnya prosesnya di pengadilan, ya itu dulu," ujar Saut.
Saut juga menjawab pertanyaan pewarta terkait rencana meminta agar Sjamsul Nursalim ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO).
Baca: Polisi Ringkus Pencuri Senjata Brimob Saat Rusuh 22 Mei
"Banyak cara, banyak cara yang bisa dipakai. Itu banyak cara yang bisa kita pakai, itu banyak cara yang bisa kita pakai kita bilang," katanya.
Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang telah menjerat mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung.
Kasus ini bermula saat BDNI mendapat bantuan dana BLBI sebesar Rp 37 triliun. BDNI juga menerima BLBI sebesar Rp 5,4 triliun dalam periode 1999-2001 berupa saldo debet dan bunga fasilitas saldo debet. Namun BPPN menduga BDNI menyalahgunakan dana bantuan itu dan menetapkan BDNI sebagai bank yang melanggar hukum.
Sementara Syafruddin Arsyad Temenggung yang menjadi Kepala BPPN sejak 22 April 2002 malah menandatangani surat yang menjelaskan bahwa Sjamsul sudah menuntaskan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
Syafruddin dinilai terbukti menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira. Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang dijamin Sjamsul Nursalim dalam PKPS.
Namun setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hak tagih utang dari para petambak plasma tersebut hanya sebesar Rp 220 miliar. Meski demikian, sisa utang BDNI sebesar Rp 4,58 triliun belum dibayarkan.
Perbuatan Syafruddin dinilai membuat Sjamsul mendapat keuntungan sebesar Rp 4,58 triliun. Hal tersebut pula yang kemudian dihitung sebagai besaran kerugian negara.
Syafruddin sudah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia dinyatakan bersalah dan dihukum 13 tahun penjara.
Hukumannya diperberat di tahap banding menjadi 15 tahun penjara dan sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Temukan aset