Menteri Tenaga Kerja Sebut 6 Pelanggaran Pabrik Korek Api yang Terbakar
Tim pusat dan daerah telah menyelesaikan investigasi tahap awal pada pabrik yang berlokasi Desa Sabirejo, Binjai, Langkat, Sumatera Utara.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim gabungan ketenagakerjaan menemukan enam pelanggaran di pabrik korek api milik PT Kiat Unggul, yang terbakar, pada Jumat lalu.
Tim pusat dan daerah telah menyelesaikan investigasi tahap awal pada pabrik yang berlokasi Desa Sabirejo, Binjai, Langkat, Sumatera Utara.
"Enam pelanggaran itu menjadi pijakan pengawas untuk menyelesaikan kasus ketenagakerjaan diperusahaan tersebut. Sikap pengawas jelas, tiap pelangaran harus ditindak,” kata Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, di Jakarta, Senin (24/6/2019).
Baca: Fakta 30 Pekerja Pabrik Korek Api di Binjai Tewas Terbakar, Digaji Rp 500 Ribu per Bulan
Baca: Pabrik Korek Api Terbakar Menewaskan 30 Orang, Supervisor Menangis Dijerat Pasal Berlapis
Pertama, perusahaan tidak memberikan perlindungan kepada pekerja terkait kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik mental maupun.
Kedua, perusahaan didapati mempekerjakan pekerja anak atas nama Rina umur 15 tahun.
Ketiga, perusahaan belum membuat wajib lapor ketenagakerjaan untuk lokasi kejadian, di mana perusahaan tidak melaporkan keberadaan cabang dari perusahaan dari PT Kiat Unggul yang berada di Jalan Medan-Binjai KM 15,7, Kabupaten Deliserdang, kepada Dinas Ketenagakerjaan, sehingga keberadaannya tak tercatat oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara. Perusahaan masuk kategori ilegal.
Keempat, perusahaan membayar upah tenaga kerja lebih rendah dari ketentuan upah minimum Kabupaten Langkat.
Kelima, perusahaan belum mengikut sertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
“Hanya satu pekerja yang sudah didaftarkan pada BPJS Ketenagakerjaan, selebihnya belum,” ucap Hanif.
Keenam, perusahaan belum melaksanakan sepenuhnya syarat Keselamatan Kesehatan Kerja (K3), seperti tidak adanya jalur evakuasi saat terjadi musibah, perusahaan tidak memiliki alat pemadam kebakaran dan sirkulasi udara yang memenuhi syarat.
Selain itu, pabrik tidak dilengkapi fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), tidak tersedia alat pelindung diri (APD), serta berbagai pelanggaran lain.
Secara terpisah, Pelaksana Harian Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PNK3), Amarudin mengatakan, dari 30 korban meninggal, hanya satu pekerja yang terdaftar BPJS Ketenagakerjaan yakni atas nama Gusliana.
Sedangkan untuk santunan ahli waris pekerja yang belum terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, Dinas Tenaga Kerja Sumatera Utara akan membuat penetapan yang menyatakan para korban sebagai korban kecelakaan kerja, agar ahli waris korban mendapatkan santunan kecelakaan kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
Kebakaran pabrik mengakibatkan 30 orang meninggal dunia, yang terdiri dari 24 pekerja borongan termasuk di dalamnya seorang pekerja anak atas nama Rina (15 tahun), lima anak sebagai pekerja borongan serta seorang adik pekerja yang sedang berkunjung ke pabrik tersebut.
Sementara empat pekerja yang selamat dari insiden tersebut.
--