Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tim Peneliti UGM Ungkap Penyebab Kematian Petugas KPPS, Bukan Diracun

Penyebab meninggalnya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mulai terkuak.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Tim Peneliti UGM Ungkap Penyebab Kematian Petugas KPPS, Bukan Diracun
Tribun Jabar
Suasana TPS 03 Desa Cipeundeuy, Bojong, Kabupaten Purwakarta, Rabu (17/4/2019). 

TRIBUNNEWS.COM - Penyebab meninggalnya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mulai terkuak.

Berdasarkan kajian yang dilakukan tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM), tidak ditemukan adanya racun yang menyebabkan meninggalnya KPPS.

Namun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPS meninggal disebabkan karena sejumlah penyakit.

"Data kami menunjukkan bahwa semua yang meninggal itu disebabkan oleh penyebab natural. Semuanya disebabkan oleh problem kardiovaskuler, entah jantung, stroke atau gabungan dari jantung dan stroke," kata Koordinator Peneliti UGM, Abdul Gaffar Karim di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).

"Kami sama sekali tak menemukan indikasi misalnya diracun atau sebab-sebab lain yang lebih ekstrem," sambungnya.

Kompas.com/Fitria Chusna Farisa
Ketua KPU Arief Budiman dan Tim Peneliti UGM di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019). Peneliti UGM tak menemukan racun di tubuh petugas KPPS yang meninggal, tapi karena penyakit kardiovaskuler
Kompas.com/Fitria Chusna Farisa Ketua KPU Arief Budiman dan Tim Peneliti UGM di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019). Peneliti UGM tak menemukan racun di tubuh petugas KPPS yang meninggal, tapi karena penyakit kardiovaskuler ()

Selain itu, berdasarkan hasil otopsi verbal yang dilakukan tim peneliti, ditemukan bahwa rata-rata beban kerja petugas KPPS sangat tinggi. Tidak hanya selama hari pemungutan suara, tetapi juga sebelum dan sesudahnya.

Tim peneliti juga menemukan adanya kendala terkait bimtek, logistik dan kesehatan masing-masing KPPS.

Berita Rekomendasi

Sehingga, menurut Gaffar, bisa dikatakan bahwa dampak beban kerja yang terlalu tinggi dan riwayat penyakit yang diderita KPPS sebelumnya menjadi penyebab atau meningkatkan risiko terjadinya kematian dan sakitnya petugas KPPS.

Ditambah lagi dengan lemahnya manajemen risiko di lapangan yang menyebabkan sakitnya petugas KPPS tidak tertangani dengan baik, sehingga menyebabkan kematian.

"Jadi temuan kami, (KPPS) yang tidak ada penyakit dan misalnya bisa menghandle tekanan-tekanan dengan baik, itu mereka tidak mengalami peristiwa (kematian dan sakit)," ujarnya.

Untuk diketahui, penelitian ini dilakukan oleh tim peneliti UGM lintas fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK), dan Fakultas Psikologi.

Penelitian dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dari 11.781 TPS yang tersebar di seluruh DIY, tim peneliti melakukan penelitian di 400 TPS.

Adapun dari sekitar 400 petugas KPPS yang meninggal secara nasional, 12 di antaranya berasal dari DIY.

Jumlah KPPS Meninggal Dunia

Menurut data yang masuk ke KPU RI hingga Kamis (16/5/2019) pukul 10.00 WIB, tercatat jumlah korban meninggal mencapai 486 orang. Sedangkan mereka yang sakit sebanyak 4.849 orang.

"Update hingga 16 Mei 2019 jam 10.00 WIB, yang meninggal 486, sakit 4.849," ungkap Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting, saat jeda rapat pleno rekapitulasi suara, di kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2019).

Sementara pihak KPU sudah menyalurkan bantuan kepada para pihak yang terdampak. Penyerahan bantuan dilakukan secara berjenjang setelah KPU Kabupaten/Kota sebagai verifikator mengirim data dari korban yang akan diberi santunan.

Kemudian dana santunan akan langsung ditransfer ke rekening keluarga korban terdampak.

"ini kan kita menyerahkannya berjenjang tentu setelah memverifikasi, teman-teman Kabupaten tinggal memberitahukan kepada kita dan mengirimkan nama-nama yang akan diberikan santunan," ucapnya.

Pemberian dana santunan ini menyusul surat Menteri Keuangan Sri Mulyani tertanggal 25 April 2019 dengan Nomor S-316/ MK.02/ 2019. 

Di dalamnya, Menkeu menyetujui besaran uang santunan untuk diberikan kepada keluarga ataupun ahli waris petugas KPPS yang meninggal dunia.

Diuraikan, besaran santunan disetujui sebesar Rp36 juta bagi petugas meninggal dunia, Rp30 juta untuk mereka yang cacat permanen, luka berat Rp16,5 juta dan luka sedang Rp8,25 juta.

Total dana santunan yang dipersiapkan KPU sebesar Rp50 miliar. Seluruhnya diperuntukkan sebagai dana santunan petugas KPPS yang meninggal dunia dan sakit.

Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan di KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2019).
Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan di KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2019). (Tribunnews.com/ Danang Triatmojo)

Jumlah keseluruhan dana ini merupakan hasil efisiensi KPU RI yang sudah dilakukan. Kemudian dilaporkan ke pemerintah untuk diajukan sebagai dana santunan.

Terkait banyaknya korban meninggal dunia, Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan meminta, jangan sampai gugurnya para petugas KPPS ini malah digunakan oleh beberapa pihak sebagai komoditas politik.

Bila kondisi tersebut marak dilakukan, maka itu sama saja tidak menghormati kerja keras mereka yang telah mengawal suara di tingkat terbawah.

"Jangan gugurnya kawan-kawan kami, dipolitisir sedemikian rupa, sehingga justru menjadi komoditas politik. Kami tidak rela jika itu dilakukan," ungkap Wahyu.
 

Mematahkan Tudingan Diracun

Hasil penelitian tim UGM ini mematahkan berbagai tudingan KPPS meninggal karena diracun.

Banyak pihak yang menuding meninggalnya KPPS yang mencapai ratusan orang itu karena diracun. Sudah banyak orang yang jadi tersangka karena menyebarkan tudingan hoak tersebut.

Terbaru adalah Rahmat Baequni yang ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian dan fitnah atas ceramah yang ia sampaikan.

Ustaz Rahmat Baequni 



Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Kondisi Terkini Ustaz Rahmat Baequni, Ini Foto Penampakannya, Diamankan Polisi Sejak 20 Juni Malam, https://jabar.tribunnews.com/2019/06/21/kondisi-terkini-ustaz-rahmat-baequni-ini-foto-penampakannya-diamankan-polisi-sejak-20-juni-malam?page=all.
Penulis: Yongky Yulius
Editor: Widia Lestari
Ustaz Rahmat Baequni Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Kondisi Terkini Ustaz Rahmat Baequni, Ini Foto Penampakannya, Diamankan Polisi Sejak 20 Juni Malam, https://jabar.tribunnews.com/2019/06/21/kondisi-terkini-ustaz-rahmat-baequni-ini-foto-penampakannya-diamankan-polisi-sejak-20-juni-malam?page=all. Penulis: Yongky Yulius Editor: Widia Lestari (Instagram @ustadzrahmatbaequni)

Baequni dibawa penyidik dari Jalan Parakan Saat II Kelurahan Cisaranten Kecamatan Arcamanik pada Kamis (20/6/2019) malam.

"Yang bersangkutan ditetapkan tersangka Pasal 14 ayat 1 dan atau Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Pemberlakuan Hukum Pidana dan atau Pasal 207 KUH Pidana, Pasal 45 ayat 2 dan 28 Undang-undang ITE" ujar Kabid Humas Polda Jabar Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko di Mapolda Jabar, Jumat (21/6).

Truno mengatakan, proses hukum terhadap Rahmat Baequni berdasarkan laporan polisi nomor LPA/591/VI/2019 pada 17 Juni.

Dalam laporan polisi, ia dilaporkan atas dua video. Video pertama diunggah akun twitter @CH_chotimah berdurasi 2 menit 20 detik.

Isinya;

Bahwa jika ada pergerakan yang menamakan NII setelah kematian ku ini maka dia adalah pengkhianat karena sudah jelas mereka dibuat oleh jenderal yang benci Islam. Sadarlah kepada rekan-rekan saya masih berada di NII keluar saja bahwa pemahaman itu sesat.

Ciri kesesatan yang hari ini terjadi dan mereka bukan NII lagi tapi mereka adalah kelompok yang dimanfaatkan intelejen, teman saya sudah menjadi korban. Stratehinya adalah untuk memanfaatkan umat Islam yang dulu mereka lakukan terhadap eks muridnya. Sekarang mereka gunakan karena itu efektif.

Intelejen tidak punya kerjaan kalau tidak begini sebagaimana Densus 88 Anti Teror bekerja gak kalau tidak ada terorisme, ya nganggur gak ada pemasukan kalau gak ada terorisme maka ciptakanlah terorisme tadi. Datang ke kajian-kajian kayak gini dilihat siapa yang aktif dideketin, diajak ngobrol, kenalan, diminta nomor HP, ditelpon, dideketin, didoktrin, didatengin ke rumahnya, diajak kajian, setelah terpengaruh obrolannya diajak kalian.

Kajian inilah yang berkembang hari ini, inilah kajian NII, tinggalkan, berapapun amandemen wilayahnya, demi Allah ini tidak lagi mengatasnamakan, ini produk intelejen, faktanya sekarang pernah meringkung di penjara, dibina oleh seorang yang luar biasa soleh banget, jidatnya item, jenggotnya panjang, Quran haditsnya hafal.

Kagum kepada orang ini, eh ternyata dia Intel. Teman saya ini didoktrin, kajian luar biasa semangat, sekarang ledakan anu, ledakan anu. Muncullah bom panci, muncullah bom molotov di Jalan Panda‎wa nag kayak gini ngebom di Surabaya, ngebom gereja untuk memperburuk citra Islam sebagai teroris.

‎Dalam video kedua diunggah akun twitter @narkosun yang berisi soal petugas KPPS meninggal karena diracun, isinya;

Kamu melakukan kecurangan benar apa yang didoakan ulama, 'ya Allah azablah mereka yang telah berbuat kecurangan. Bapak ibu, boleh saya cerita bapak ibu? Seumur-umur Pemilu dilaksanakan, jujur, boleh saya jujur? Nggak apa-apa ya? Bapak-bapak ada yang sudah senior, nggak sebut sepuh karena berjiwa muda. Seumur-umur kita melaksanakan Pemilu, pesta demokrasi, ada tidak petugas KPPS yang meninggal? Tidak ada ya? Tidak ada. Tapi kemarin, ada berapa petugas KPPS yang meninggal? 229 orang? Itu dari kalangan sipil, dari kepolisian berapa yang meninggal? Jadi total berapa? 390 orang meninggal. Sesuatu yang belum pernah terjadi dan ini tidak masuk di akal. Bapak ibu sekalian, ada yang sudah mendapat informasi mengenai ini?

Tapi ini nanti di-skip ya. Bapak ibu sekalian yang dirahmati Allah, ketika semua yang meninggal ini dites di lab, bukan diautopsi, dicek di lab forensiknya, ternyata apa yang terjadi? Semua yang meninggal ini, mengandung dalam cairan tubuhnya, mengandung zat yang sama, zat racun yang sama. Yang disebar dalam setiap rokok, disebar ke TPS. Tujuannya apa? Untuk membuat mereka meninggal setelah tidak dalam waktu yang lama. Setelah satu hari atau paling tidak dua hari.‎ Tujuannya apa? agar mereka tidak memberikan kesaksian tentang apa yang terjadi di TPS.

(Fitria Chusna Farisa)

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Peneliti UGM: Masalah Kardiovakuler Jadi Penyebab Kematian Petugas KPPS, Bukan Diracun, https://jogja.tribunnews.com/2019/06/25/peneliti-ugm-masalah-kardiovakuler-jadi-penyebab-kematian-petugas-kpps-bukan-diracun.

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas