NasDem : Partai Koalisi Indonesia Kerja Cukup Kuat Memenangkan Paket Pimpinan MPR
Johnny G Plate yakin paket yang akan terbentuk nanti yakni paket pimpinan MPR Koalisi Indonesia Kerja dan Paket Koalisi partai di luar pemerintah
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Nasdem Johnny GPlate mengatakan partainya sudah menjajaki komunikasi dengan partai di Koalisi Indonesia Kerja (KIK) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) membahas paket pimpinan MPR.
Untuk diketahui, berbeda dengan DPR, pemilihan pimpinan MPR dilakukan dengan sistem paket.
Baca: MPR: Pimpinan MPR Mendatang Mempunyai Tugas Untuk Mengamandemen UUD
"Sama juga dengan posisi di MPR, dimana ada unsur DPR dan DPD, tentu Koalisi Indonesia Kerja akan bicara dengan DPD, pimpinan kelompok-kelompok di DPD untuk secara konsensus membentuk formasi calon pompinan MPR," ujar Johnny di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (11/7/2019).
Johnny G Plate yakin paket yang akan terbentuk nanti yakni paket pimpinan MPR Koalisi Indonesia Kerja dan Paket Koalisi partai di luar pemerintah.
Bila yang bertarung nanti hanya dua paket, maka paket koalisi Indonesia Kerja akan memenangkan pimpinan MPR.
"Kami dari sisi kekuatan politik saat ini ada 349 anggota Koalisi Indonesia Kerja dan itu setara dengan 67 persen atau menguasai mayoritas parlemen," ujar Johnny G Plate.
Menurut Plate koalisi yang ada saat ini sudah cukup kuat untuk memenangkan pertarungan Paket pimpinan MPR.
Sehingga tidak perlu menambah partai baru di luar koalisi.
"Kan cukup dong engga usah terlalu besar, koalisi sudah bagus untuk kemajuan demokrasi kita," pungkasnya.
Baca: Alasan Bekas Pengacara Koruptor Ini Ikut Seleksi Capim KPK
Pemilihan Calon Ketua MPR akan ditentukan melalui Rapat Paripurna MPR.
Paket calon pimpinan nanti akan dipilih oleh 575 anggota DPR dan 136 anggota DPD.
Pimpinan MPR selanjutnya punya tugas amandemen UUD
Anggota MPR dari Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno berharap Pimpinan MPR mendatang harus bisa menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi dan mengembalikan kewenangan MPR untuk menyusun haluan negara.
"Tugas kita sampai tahun 2024 adalah mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara minus kewenangan untuk memilih Presiden sebagai mandataris," kata Hendrawan dalam dalam diskusi Empat Pilar MPR dengan tema “Menjaga Politik Kebangsaan, Layakkah Semua Fraksi di Kursi Pimpinan MPR?” di Media Center, Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Baca: Soal Menteri dari Kaum Muda, Jokowi Dinilai Sejalan dengan Bung Karno
Diskusi juga menghadirkan narasumber anggota MPR dari Fraksi Partai Demokrat H Mulyadi dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis.
"Dalam Rakernas PDIP perjuangan tanggal 19 Juni yang lalu, yang tertutup, kembali Ketum kami menegaskan, MPR harus menjadi lembaga tertinggi negara supaya dalam Undang-Undang Dasar negara kita ada struktur ketatanegaraan kita," ujarnya.
Selain itu, Hendrawan juga mengungkapkan pentingnya haluan negara. MPR sudah melakukan kajian soal haluan negara.
Ketua MPR juga sudah mengumumkam pembentukan dua panitia ad hoc, yaitu PAH I mengenai haluan negara yang dipimpin oleh Ahmad Basarah dan PAH II tentang rekomendasi MPR yang dipimpin Rambe Kamarulzaman
"Oleh sebab itu, kita cari paket pimpinan MPR yang bertekad melakukan amandemen terhadap UUD NRI Tahun 1945," tuturnya.
Salah satu rekomendasi MPR periode lalu (2009 - 2014) adalah mengkaji sistem ketatanegaraan Indonesia sekaligus melakukan langkah-langkah melakukan amandemen UUD.
Untuk jumlah pimpinan MPR, Hendrawan mengatakan sebaiknya mengikuti UU yang sudah ada, yaitu UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua UU MD3.
Dalam UU itu disebutkan Pimpinan MPR terdiri dari satu orang ketua dan empat orang wakil ketua yang dipilih dalam satu paket. “Kita jalankan saja UU ini karena sudah jelas,” katanya
Sementara itu anggota MPR dari Partai Demokrat, Mulyadi mengatakan tidak ada formula dan ketentuan yang mengatur lima pimpinan mpr dari fraksi apa saja. Tidak ada yang baku siapa yang layak sebagai ketua MPR.
Dia mencontohkan pada 2009 ketika Partai Demokrat menjadi pemenang pemilu, kursi pimpinan MPR diserahkan ke PDI Perjuangan, Almarhum Taufiq Kiemas. Penyerahan kursi ketua MPR itu merupakan bagian dari distribusi kekuasaan.
“Sebaiknya yang sudah mendapat kursi di DPR, tidak lagi mendapat kursi di MPR. Pimpinan MPR diprioritaskan pada partai yang belum mendapat kursi di pimpinan DPR. Ini bagian dari distribusi kekuasaan,” kata Mulyadi.
Soal layak atau tidak layak semua fraksi mendapat kursi pimpinan MPR, Mulyadi menilai pemilihan pimpinan lembaga dewan, termasuk MPR, adalah persoalan politik terkait dengan keinginan-keinginan partai. Sehingga terjadi negosiasi-negosiasi di antara partai supaya tidak terjadi kegaduhan.
“Dalam hal ini, Partai Demokrat mengalir saja. Kita lihat situasi dan kondisi atau pandangan fraksi nanti,” ujarnya.
Narasumber lain pakar hukum tata negara Margarito Kamis berpendapat pemilihan pimpinan MPR bukanlah persoalan hukum melainkan soal politik.
Untuk menjaga atmosfir kebangsaan dan kehidupan bernegara, Margarito mengatakan DPR dipimpin oleh ketua dari kalangan nasionalis, sedangkan MPR dipimpin oleh ketua dari kalangan agama.
“Kalau ketua DPR dari kelompok nasionalis, maka masuk akal jika ketua MPR dari kelompok agama,” katanya.
Baca: Calon Pimpinan DPR dari NasDem Tunggu Hasil Rapat DPP
“Partai berazaskan Agama perlu dipertimbangkan dalam rangka memastikan atmosif kebangsaan mewakili kekuatan besar nasionalis dan kekuatan agama. Layak atau tidak layak bukan soal hukum tapi soal politik, yaitu persoalan integrasi bangsa, kesatuan dan kekokohan bangsa,” katanya.
Anggota DPD dan DPR miliki hak duduki kursi pimpinan MPR
Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai setiap anggota DPR dan DPD memiliki hak untuk mengisi semua jabatan di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui jalur konstitusi.
Meskipun dalam praktiknya, selama ini masih dalam kewenangan fraksi masing-masing partai politik.
Baca: Kasus Ikan Asin Fairuz Masuk Media Internasional, Penulis Beri Pesan Penting utnuk Galih Ginanjar
Baca: Update Jadwal Laga dan Jam Tayang Indonesia Open 2019 di Trans7, Babak Final Mulai Pukul 14.00 WIB
Baca: Jelang Lawan Persija, Robert Alberts Kaitkan Rapuhnya Pertahanan Persib dan Kondisi Fabiano Beltrame
Hal itu dikatakannya dalam diskusi Empat Pilar MPR bertajuk 'Menjaga Politik Kebangsaan, Layakkah Semua Fraksi di Kursi Pimpinan MPR?', di Media Center Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/7/2019).
"Pada intinya, semua organ yang ada di MPR itu bisa dipangku atau dipimpin oleh semua anggota DPR maupun DPD. Karena sesuai dengan UUD kita, yang namanya MPR itu anggotanya adalah gabungan dari DPD dan DPR," jelasnya.
Ia mengatakan berdasarkan pengalaman sebelumnya, anggota yang mengisi kursi pimpinan tidak harus partai politik pemenang pemilu.
Baca: KPK Belum Terima Laporan Tim Gabungan Bentukan Polri Terkait Kasus Penyerangan Novel Baswedan
Tapi, partai politik yang kalah pun kata Margarito bisa menguasai kursi pimpinan baik di DPR ataupun di MPR.