Keluarga Nazaruddin Dalam Pusaran Kasus Gratifikasi Bowo Sidik Pangarso
KPK memfokuskan penyidikan kepada kakak-beradik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berniat untuk terus mendalami kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso.
Penyidikan difokuskan kepada kakak-beradik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Terpidana kasus korupsi Hambalang dan Wisma Atlet itu diketahui memiliki dua adik.
Semuanya masuk dalam daftar pemeriksaan KPK.
Namun hanya satu adik yang baru bisa dimintai keterangan oleh penyidik.
Dia adalah Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Demokrat, Muhammad Nasir.
Muhammad Nasir
Saat itu, Senin (1/7/2019), Nasir diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Indung, orang kepercayaan Bowo Sidik yang juga staf PT Inersia.
Setelah menjalani pemeriksaan di kantor KPK Senin itu, Nasir tidak berkomentar apa-apa saat ditanyai oleh awak media.
"Penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait dugaan aliran dana gratifikasi kepada tersangka BSP," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan materi pemeriksaan untuk Nasir, Senin (1/7/2019).
Baca: Hendropriyono Berharap Jokowi Bentuk Kabinet Zaken
Baca: Barbie Kumalasari Sebut Pengacara yang Tinggalkan Galih Ginanjar Hanya Cari Panggung
Baca: Harus Kembali Mengenang Masa Lalu, Jadi Kesulitan Larissa Chou Ketika Menulis Buku
Dalam penelusuran perkara ini, ruang kerja Nasir yang merupakan Wakil Ketua Komisi VII DPR pernah digeledah tim penyidik KPK pada Sabtu (4/5/2019) lalu.
Penggeledahan ini dilakukan lantaran KPK menduga Bowo menerima gratifikasi terkait pengurus Dana Alokasi Khusus (DAK).
Namun, tak ada barang bukti yang disita tim penyidik saat menggeledah ruang kerja Nasir.
Ternyata keterangan Nasir dirasa kurang cukup.
Kata Febri, penyidik KPK membutuhkan kesaksian Nasir lagi.
Namun terkait waktu pemanggilannya, Febri belum bisa memberi tahu lebih lanjut.
"Akan dipanggil kembali," ujar Febri singkat ketika dikonfirmasi, Jumat (12/7/2019).
Muhajidin Nur Hasim
Adik Nazaruddin, Muhajidin Nur Hasim, sudah mendapat ultimatum dari KPK.
Muhajidin dipanggil KPK pada Jumat (5/7/2019) pekan lalu.
Sama seperti kakaknya, Nasir, Muhajidin saat itu akan diperiksa untuk tersangka Indung.
Namun, caleg dari Partai Gerindra itu mangkir dari pemeriksaan.
Baca: Sekjen NasDem: Bahaya Bila Semua Berada di Kabinet
Padahal surat pemanggilan, kata Febri, sudah diterima oleh Muhajidin.
"Surat panggilan sudah diterima saksi, namun tidak hadir. KPK melakukan pemanggilan kedua untuk jadwal pemeriksaan Senin, 15 Juli 2019. Kami ingatkan agar saksi hadir memenuhi kewajiban hukum ini," tegas Febri, Jumat (12/7/2019).
Muhammad Nazaruddin
Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang juga terpidana kasus korupsi Hambalang dan Wisma Atlet dijadwalkan Selasa (9/7/2019) pekan ini untuk diperiksa.
Direncanakan diperiksa di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat untuk tersangka Indung, Nazaruddin berhalangan.
"Yang bersangkutan sakit dan tidak jadi diperiksa. Akan dijadwal ulang," kata Febri, Jumat (12/7/2019).
Kini, Nazaruddin beserta kedua adiknya itu diultimatum KPK agar dapat datang ke pemeriksaan guna kepentingan penyidikan.
"Kami ingatkan agar para saksi bersikap koperatif dan memenuhi panggilan penyidik pada waktu yang ditentukan," kata Febri.
KPK menetapkan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso dan anak buahnya, staf PT Inersia bernama Indung serta Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti sebagai tersangka.
Baca: Pengamat: Anak Muda yang Jadi Menteri Jokowi Harus Profesional dan Tidak Terafiliasi Partai Politik
Baca: Daftar Paket Telepon, SMS, dan Internet Haji 2019 dari Telkomsel, XL hingga Indosat, Ini Caranya
Bowo melalui Indung diduga menerima suap dari Asty dan petinggi PT Humpuss Transportasi Kimia lainnya terkait kerja sama bidang pelayaran menggunakan kapal PT Humpuss Transportasi Kimia.
Tak hanya suap dari PT Humpuss Transportasi Kimia, Bowo juga diduga menerima gratifikasi dari pihak lain.
Gratifikasi yang diterima Bowo tersebut diduga terkait pengurusan di BUMN, hingga soal DAK di sejumlah daerah.
Secara total, suap dan gratifikasi yang diterima Bowo mencapai sekitar Rp8 miliar.
Uang tersebut dikumpulkan Bowo untuk melakukan serangan fajar pada Pemilihan Legislatif 2019.