Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Reaksi TKN Jokowi Hingga PA 212 Atas Syarat Rekonsiliasi 55:45 Yang Ditawarkan Amien Rais

TKN Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin menilai aneh syarat rekonsiliasi yang diajukan Amien Rais.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Reaksi TKN Jokowi Hingga PA 212 Atas Syarat Rekonsiliasi 55:45 Yang Ditawarkan Amien Rais
WARTA KOTA/ALEX SUBAN-TRIBUNNEWS/JEPRIMA
Inilah Beda Sikap Amien Rais Sebelum dan Sesudah Prabowo Bertemu Jokowi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pernyataan Amien Rais yang mensyaratkan rekonsiliasi dengan pembagian kekuasaan sebesar 55:45, mendapat beragam tanggapan.

TKN Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin menilai aneh syarat rekonsiliasi yang diajukan Amien Rais.

Ada pula pengamat yang menilai negatif pernyataan Amien Rais yang dinilainya sebagai pendidikan politik yang tidak patut. Karena seakan mengajarkan mengenai politik transaksional kepada generasi bangsa.

1. TKN Jokowi-Maruf Amin

Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin angkat bicara terkait pernyataan Amien Rais yang mensyaratkan rekonsiliasi dengan pembagian kekuasaan sebesar 55:45.

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Ace Hasan Syadzily menegaskan, tawaran Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Amanat Nasional (PAN) itu aneh.

"Tawaran Pak Amien Rais ini aneh sekali. Kami yang menang tapi kok dia yang menentukan syarat. Itu namanya tidak mau rumongso," ujar ketua DPP Golkar ini kepada Tribunnews.com, Senin (22/7/2019).

Baca: Terduga Teroris N Rencanakan Aksi Terorisme di Sumatera Barat 17 Agustus Mendatang

Berita Rekomendasi

Anggota DPR RI ini menegaskan rekonsiliasi itu bukan untuk bagi-bagi kursi.

Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Amanat Nasional Amien Rais menggelar konferensi pers di kantor DPP PAN Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019). Dalam kesempatan tersebut Amien Rais membacakan surat dari Prabowo Subianto terkait pertemuan Prabowo dengan Joko Widodo beberapa waktu lalu. TRIBUNNEWS/JEPRIMA
Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Amanat Nasional Amien Rais menggelar konferensi pers di kantor DPP PAN Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019). Dalam kesempatan tersebut Amien Rais membacakan surat dari Prabowo Subianto terkait pertemuan Prabowo dengan Joko Widodo beberapa waktu lalu. TRIBUNNEWS/JEPRIMA (TRIBUN/JEPRIMA)

"Apalagi kalau sudah membagi porsi 55-45. Darimana hitungan angka itu. Rekonsiliasi itu bukan untuk bagi-bagi kursi. Perjelas dulu visi dan misi serta platform programnya," tegas politikus Golkar ini.

Sebetulnya koalisi Jokowi-Maruf Amin sangat terbuka untuk menerima masukan dan konsep untuk kebaikan bangsa.

Namun Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang dipimpin Jokowi juga telah memiliki berbagai ide, gagasan dan konsep yang telah diformulasikan dalam Nawacita Jilid kedua yang telah disampaikan dalam kampanye kemarin.

Yaitu pertama, Presiden Jokowi telah memiliki visi dan misi yang telah dikampanyekan dalam momen kampanye dan debat Pilpres 2019 yang lalu.

Dalam kampanye dan debat tersebut jelas sekali terjadi beberapa perbedaan mendasar tentang arah Indonesia lima tahun ke depan.

Baca: Rahasia Selalu Bugar Ala Jokowi, Minum Ramuan Sederhana Ini Sejak Belasan Tahun Lalu

Kedua, terakhir Presiden Jokowi sebagai Capres terpilih telah menyampaikan “Visi Indonesia” dengan jelas dan tegas tentang prioritas pembangunan 5 tahun ke depan.

Tentu kubu Jokowi-Maruf Amin harus mengkaji dulu apakah konsep-konsep yang ditawarkan itu sejalan atau tidak dengan visi dan misi yang ada.

"Kami tidak ingin asal menerima. Harus ada kesesuaian dengan apa yang kami tawarkan kepada rakyat sehingga kami memenangkan Pilpres 2019 ini," jelas Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI ini.

Apalagi kalau sudah membagi porsi 55-45, menurut Ace.

"Rekonsiliasi itu bukan untuk bagi-bagi kursi," dia tegaskan kembali.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua TKN Jokowi-Maruf Amin, Abdul Kadir Karding yang sangat menyayangkan syarat rekonsiliasi yang diajukan Ketua Dewan Kehormatan PAN.

Amien Rais menyatakan syarat rekonsiliasi berupa presentase Menteri untuk partai koalisi pendukung Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, 55 persen berbanding 45 persen.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN), Abdul Kadir Karding berikan keterangan mengenai pemberian sorban hijau dan Tasbih dua ulama kepada Presiden Jokowi, di sebuah hotel, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Sabtu (13/4/2019).
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN), Abdul Kadir Karding berikan keterangan mengenai pemberian sorban hijau dan Tasbih dua ulama kepada Presiden Jokowi, di sebuah hotel, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Sabtu (13/4/2019). (Lendy Ramadhan)

Sangat disayangkan, imbuh dia, karena syarat transaksional itu datang dari seorang politikus senior sekelas Amien Rais.

"Memang sangat kita sayangkan pernyataan tersebut datang dari pak Amien Rais," ujar Wakil Ketua TKN Jokowi-Maruf Amin ini kepada Tribunnews.com, Senin (22/7/2019).

Selain kurang patut, kata anggota DPR RI ini, mantan Ketua MPR RI itu juga menegaskan pendidikan politik yang transaksional kepada generasi penerus bangsa.

"Kurang patut. Selain itu beliau juga menegaskan pendidikan politik yang transaksional," jelas Karding.

Apalagi pada posisi yang kalah, menurut dia, mestinya memahami posisinya.

Baca: Buronan Bandar Narkoba di Riau Tewas Pasca Kontak Senjata dengan Polisi

Di samping itu juga, dia mengingatkan, arus kuat masyarakat menginginkan fungsi oposisi dalam sisitim politik.

Karena itu, imbuh dia, yang kalah legowo untuk tetap berada di luar pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.

"Idealnya yang sejak awal memilih berbeda maka membangun fungsi oposisi," tegasnya.

Sebelumnya Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais mengatakan bahwa dalam membangun rekonsiliasi harus ada kesamaan program.

Selain itu ada pembagian kekuasaan sebesar 55-45 persen sesuai dengan perolehan suara di Pilpres 2019.

Demokrat: Amien Rais Beri Pendidikan Politik yang Buruk

Partai Demokrat menyayangkan pernyataan Amien Rais yang menyatakan, presentase Menteri untuk partai koalisi pendukung Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, 55 persen berbanding 45 persen.

Menurut Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, pernyataan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) itu menjadi pendidikan politik yang buruk bagi demokrasi di Indonesia.

Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean
Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean (KOMPAS.COM)

"Yang disampaikan Amien Rais ini menjadi pendidikan politik yang buruk bagi demokrasi kita," tegas mantan anggota BPN Prabowo-Sandiaga ini kepada Tribunnews.com, Senin (22/7/2019).

Seolah dia mengkritik, rekonsiliasi diartikan oleh Amien Rais, bagi-bagi keluasaan sesuai dengan hasil suara pemilu.

"Ini tidak baik sebagai pendidikan politik kepada generasi bangsa," ucap Ferdinand Hutahaean.

Dia menilai tidak masuk akal dan agak aneh ketika rekonsiliasi harus bagi-bagi kekuasaan sebesar suara perolehan pemilu.

Dia tegaskan, ini pola pikir oragmatis dan transaksional, buruk bagi demokrasi di Indonesia.

Padahal rekonsialisi itu maknanya adalah yang kalah mengakui kekalahan dan menerima pemenang.

Untuk itu ia pun memberikan saran kepada Jokowi agar tetap menggunakan haknya sebagai pemenang pemilu dan tidak perlu menanggapi apa yang disampaikan oleh Amien Rais.

"Anggap saja itu pernyataan biasa saja. Pernyataan yang tak perlu dianggap penting," jelasnya.

Pengamat: Amien Rais Makin Tampakkan Sikap Politisi Yang Transaksional

Pengamat politik dari Diksi Indonesia Sebastian Salang mengkritik Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais yang menyampaikan syarat rekonsiliasi pasca-Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 dengan pembagian kursi 55:45.

Menurut Sebastian Salang, Amien Rais hanya menunjukkan karakter politisi yang sangat transaksional ketika mengajukan syarat rekonsiliasi tersebut.

Baca: Ramalan Zodiak Cinta Besok Rabu 24 Juli 2019, Gemini Ragu, Virgo Introspeksi diri

"Pernyataan pak Amien tampak sekali sebagai sikap politisi yang sangat transaksional," ujar pendiri lembaga Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) ini kepada Tribunnews.com, Senin (22/7/2019).

Melalui syarat 55:45 itu, terlihat Amien Rais seakan akan hanya ingin berburu dan berbagi kekuasaan. Nilai lain tak ada.

Seakan-akan, jika ingin rekonsiliasi kekuasaan dibagi rata.

Sebaliknya jika tidak, dia mempertanyakan, 'apakah negeri ini dibiarkan terbelah oleh dua kekuatan politik yang bertarung dalam pemilu presiden 2019 lalu?

Sebastian Salang
Sebastian Salang (ISTIMEWA)

"Sikap dan pandangan seperti ini sangat disesalkan karena lahir dari seorang mantan pendidik dan politisi senior," tegas Sebastian Salang.

"Yang diharapkan dari politikus senior sekelas Amien Rais itu adalah menjadi oase kabajikan dan kearifan dalam sikap dan pandangan," ucap Sebastian Salang.

Meskipun keputusan ada di tangan Presiden terpilih Jokowi, tetapi menurut dia,
nalar politik menjadi rusak jika mengikuti syarat rekonsiliasi yang diajukan Amien Rais.

"Lazim terjadi di Indonesia presiden boleh saja melibatkan satu atau dua partai non-koalisi untuk bergabung. Tetapi bukan dipatok seperti yang diusulkan Amien Rais," tegas Sebastian Salang.

Lebih jauh menurut dia, jumlah partai dan kursi partai politik pengusung Jokowi-Maruf Amin di DPR adalah mayoritas.

Baca: Besok, Lion Air Turunkan Harga Tiket hingga 50 Persen?

Karena itu dia menyarankan kepada Jokowi, bahwa tidak perlu lagi menambah anggota koalisi.
Sebab jika terlalu banyak, koalisi itu tidak meringankan beban, malah sebaliknya.

"Biarkan koalisi Prabowo menjadi kekuatan penyeimbang pemerintahan terpilih. Dengan begitu pemerintah memiliki sparing partners yang memadai dalam menjalankan pemerintahan ke depan," ujarnya.

Sebelumnya Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais mengatakan bahwa dalam membangun rekonsiliasi harus ada kesamaan program.

Selain itu ada pembagian kekuasaan sebesar 55-45 persen sesuai dengan perolehan suara di Pilpres 2019.

Reaksi Drajad Wibowo

Wakil Ketua Dewan Kehormatan PAN Drajad Wibowo mengatakan, yang dimaksud senior partainya Amien Rais tentang pembagian porsi 55:45, adalah kursi di pemerintahan.

Drajad juga menjelaskan bahwa pembagian porsi demikian antara pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno merupakan salah satu syarat rekonsiliasi pasca-Pemilu 2019.

"Jadi, akan terjadi rekonsiliasi dukungan, yang disesuaikan juga dengan persentase suara resmi (perolehan suara parpol yang diumumkan KPU)," ujar Drajad saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/7/2019).

Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Amanat Nasional Amien Rais menggelar konferensi pers di kantor DPP PAN Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019). Dalam kesempatan tersebut Amien Rais membacakan surat dari Prabowo Subianto terkait pertemuan Prabowo dengan Joko Widodo beberapa waktu lalu. TRIBUNNEWS/JEPRIMA
Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Amanat Nasional Amien Rais menggelar konferensi pers di kantor DPP PAN Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019). Dalam kesempatan tersebut Amien Rais membacakan surat dari Prabowo Subianto terkait pertemuan Prabowo dengan Joko Widodo beberapa waktu lalu. TRIBUNNEWS/JEPRIMA (TRIBUN/JEPRIMA)

Dradjad mengatakan, usul pembagian kursi sebesar 55:45 di dalam pemerintahan itu diungkapkan Amien Rais didasarkan kepada persentase perolehan suara pilpres yang diumumkan oleh KPU.

Dengan demikian, apabila sebanyak 45 persen kursi di pemerintahan diberikan kepada kubu Prabowo, maka dukungan terhadap pemerintah baru menjadi 100 persen.

Pemerintah diyakini akan kuat.

Baca: BREAKING NEWS: Di Kabupaten TTU-NTT, 130 Desa Alami Bencana Kekeringan

"Artinya, nanti 55 ditambah 45 sama dengan 100 persen. Itu bersama-sama membantu pak Jokowi dan pak Ma’ruf sebagai Presiden dan Wapres," kata Dradjad.

Meski demikian, Drajad juga menyebut bahwa Amien sendiri tidak yakin konsep tersebut dapat terwujud.

Namun, itu tidak jadi sebuah masalah bagi Amien.

"Jika tidak disetujui ya tidak masalah. Solusi dari pak Amien itu juga kan merespon keinginan Pak Jokowi dan tim beliau," ujar Drajad.

Aspirasi 212

Drajad juga mengatakan Amien Rais ingin agar aspirasi Persaudaraan Alumni (PA) 212 diakomodasi oleh pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"(Pernyataan Amien Rais) mengakomodasi aspirasi dan perjuangan para pendukung Prabowo, termasuk tentunya jemaah 212," ujar Dradjad

Sementara itu, lanjut Dradjad, platform perjuangan atau aspirasi PA 212 telah masuk ke dalam visi misi pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait Pilpres 2019.

Dradjad tidak menjelaskan secara spesifik mengenai aspirasi PA 212 yang ia maksud.

Namun seperti diketahui, pada September 2018 lalu, Prabowo menandatangani 17 poin pakta integritas hasil ijtima ulama dan tokoh nasional II.

Beberapa poin pakta integritas antara lain, menjaga kekayaan alam nasional untuk kepentingan sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia, menjamin kehidupan yang layak bagi setiap warga negara untuk dapat mewujudkan kedaulatan pangan, ketersediaan sandang dan papan.

Ada pula soal hak konstitusional dan atributif yang melekat pada jabatan presiden untuk melakukan proses rehabilitasi, menjamin kepulangan, serta memulihkan hak-hak Habib Rizieq Shihab sebagai warga negara Indonesia.

Selain itu, memberikan keadilan kepada para ulama, aktivis 411, 212, dan 313 yang pernah disangkakan.

Penegakan keadilan juga perlu dilakukan terhadap tokoh-tokoh lain yang mengalami penzaliman.

Baca: KPAI Ingatkan Pihak Sekolah Anak Nunung Ciptakan Suasana Belajar yang Nyaman

"Karena itu sangat logis jika Pak Amien meminta platform perjuangan Prabowo dan pendukungnya dimasukkan oleh Pak Jokowi sebagai bagian dari platform nasional," kata Dradjad.

"Artinya, akan terjadi 'Rekonsiliasi Platform' antara 'Platform Jokowi' dan 'Platform Prabowo'. Bagaimana rinciannya? Tentu perlu tim ahli dari kedua pihak untuk merumuskannya," ucapnya.

Sebelumnya, Amien Rais mengungkapkan dua syarat rekonsiliasi antara kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Kedua syarat itu yakni diterimanya ide yang diajukan kubu Prabowo dan pembagian kursi 55:45.

Jika tidak, pihaknya memilih jadi oposisi. Amien menilai rekonsiliasi mestinya didasarkan atas kesamaan program atau platform.

Platform yang perlu disamakan adalah soal kedaulatan pangan, energi, tanah, hingga air.

Reaksi PDI Perjuangan

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menanggapi pernyataan Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais soal pembagian porsi kekuasaan menjadi 55-45.

Menurut Hasto Kristiyanto, dalam menentukan kabinet serta pimpinan lembaga pihaknya tidak berdasarkan persentase seperti yang dibicarakan Amien Rais.

Baca: Baru Hamil Setelah 4 Tahun Menikah, Titi Kamal Sempat Dinyinyiri Artis Ini, Shireen : Gue Sakit Hati

"Ya tentu saja kita tidak berbicara berapa persentasenya. Kita bicara mana anak bangsa yang punya kemampuan menjadi pendamping pak Jokowi menjadi pembantu daripada presiden di dalam menjalankan visi misi presiden," ujar Hasto Kristiyanto di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7/2019).

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (22/7/2019).
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (22/7/2019). (Fransiskus Adhiyuda)

Menurut Hasto Kristiyanto, penentuan menteri yang bakal masuk kabinet merupakan hak prerogatif dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baginya, partai bisa mengusulkan, namun tetap Jokowi akan melihat kompetensi sosok yang akan menjadi pembantunya.

"Kita bernegara berdasarkan konstitusi tidak ada jatah-jatah menteri dengan pengertian itu hak preogratif sepenuhnya. Partai boleh mengusulkan tetapi presiden yang punya kewenangan untuk mengambil keputusan terhadap siapa yang paling pas," tutur Hasto.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas