Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jokowi Bakal Bubarkan TKN Sore Nanti: Peluang Muncul Koalisi Baru hingga Tanggapan Pengamat

Jokowi bakal membubarkan Tim Kampanye Nasional (TKN) Koalisi Indonesia Kerja (KIK), tim pemenangan yang memenangkan Jokowi-Maruf

Penulis: Daryono
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in Jokowi Bakal Bubarkan TKN Sore Nanti: Peluang Muncul Koalisi Baru hingga Tanggapan Pengamat
Vincentius Jyestha/Tribunnews.com
Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo (Jokowi) bakal membubarkan Tim Kampanye Nasional (TKN) Koalisi Indonesia Kerja (KIK), tim pemenangan yang memenangkan Jokowi-Maruf di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu.

Pembubaran TKN KIK bakal dilakukan sore nanti di sebuah restoran. 

Rencananya seluruh pimpinan dan pengurus TKN, serta sekjen partai Koalisi Indonesia Kerja (KIK) akan hadir dalam acara pengakhiran tugas atau pembubaran TKN.

TKN KIK merupakan tim pemenangan yang berasal dari parpol-parpol pendukung Jokowi.

TKN KIK diketahui berjumlah 150 orang.

Baca: Megawati Bertemu Prabowo, TKN Pecah?

Pemimpinnya Erick Thohir dengan delapan orang sebagai wakil, antara lain Moeldoko, Arsul Sani, dan Abdul Kadir Karding.

TKN Jokowi-Ma'ruf ini terdiri dari PDI Perjuangan, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, Hanura, PSI, Perindo, PKPI, dan PBB.

Berita Rekomendasi

Apakah pembubaran TKN KIK mengindikasikan bakal hadirnya koalisi baru setelah Jokowi bertemu Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.

Berikut rangkumannya:

1. Bakal Dibubarkan Langsung oleh Jokowi

Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) secara resmi akan memimpin langsung pembubaran TKN KIK pada hari ini, Jumat (26/7/2019).

Wakil Sekretaris TKN Verry Surya Hendrawan mengatakan, pembubaran TKN KIK di Resto Kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

"Dengan selesainya tugas ini, maka TKN KIK Insya Allah akan resmi dibubarkan hari ini, Jumat, 26 Juli 2019. Langsung oleh Capres terpilih, Pak Jokowi," kata Verry kepada Tribunnews, Jumat (26/7/2019).

Presiden Joko Widodo berfoto usai melakukan sesi wawancara bersama Tribunnews.com di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/7/2019). Dalam kesempatan tersebut Presiden Jokowi memaparkan mengenai visi pemerintahannya dalam 5 tahun ke depan kepada tim Tribunnews.com. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Presiden Joko Widodo berfoto usai melakukan sesi wawancara bersama Tribunnews.com di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/7/2019). Dalam kesempatan tersebut Presiden Jokowi memaparkan mengenai visi pemerintahannya dalam 5 tahun ke depan kepada tim Tribunnews.com. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA (TRIBUN/DANY PERMANA)

Sekjen PKPI ini menambahkan, acara pembubaran ini akan diikuti segera dengan pembubaran Tim Kampanye Daerah (TKD) di 34 Provinsi, dan seluruh Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia.

"Semua kader kader parpol dan anggota ormas atau relawan akan kembali ke wadah organisasi masing-masing," tambah Verry.

Dengan rencana pembubaran TKN KIK ini, kata Verry, tujuan pembentukan wadah ini untuk memenangkan Paslon 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin telah terlaksana dengan baik.

Baca: Moeldoko: Hari Ini Semua Sekjen Partai KIK Berkumpul Bahas Pembubaran TKN

Verry menyebut, tim telah bekerja sesuai dengan arahan dari Paslon untuk selalu berkampanye dan berkontestasi dengan cara-cara yang konstitusional, jujur, amanah dan sesuai dengan Kepribadian Bangsa Indonesia.

"Alhamdulillah, puji syukur bahwa tujuan dan arahan tersebut, dapat kami penuhi dan laksanakan. Tugas telah ditunaikan," jelas Verry.

2. Dibubarkan karena Alasan Politik Dinamis

Wakil Ketua TKN Moeldoko mengatakan ia sempat berpikir bahwa TKN akan bersifat permanen selama jalannya pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

Namun, ia belakangan menyadari bahwa politik bersifat dinamis.

Pembubaran ini adalah salah satu bentuk dinamisme politik itu.

"Ternyata politik begitulah. Tidak ada sesuatu yang permanen. Semua sangat dinamis dan selalu mencari keseimbangan baru. Nah, itu sudah rumus politik, sudah seperti itu," kata dia sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (Tribunnews.com/Chaerul Umam)

Ia pun sekaligus mengapresiasi kekompakan TKN Jokowi-Ma'ruf selama masa Pemilihan Umum 2019.

Menurut Moeldoko, komunikasi sesama anggota TKN Jokowi-Ma'ruf yang terdiri atas sepuluh partai politik terbangun sangat baik.

3. Dimungkinkan Muncul Wadah Baru

Wakil Ketua TKN, Asrul Sani menyebut setelah nantinya TKN dibubarkan, kemungkinan terbentuk wadah lain yang dapat menjadi sarana berkumpulnya para elemen pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin.

Sekjen PPP itu juga menegaskan, meskipun TKN dibubarkan, namun proses mengawal pemerintahan akan tetap berjalan di periode mendatang.

"Di TKN itu kan tidak hanya elemen-elemen partai saja, tetapi juga ada kelompok relawan."

"Tentu kami berharap bahwa silahturahmi di antara seluruh elemen yang mendukung Pak Jokowi itu bisa tetap berjalan mengawal pemerintah beliau bersma Pak Kyai Ma'ruf Amin," pungkas Arsul.

Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf Arsul Sani
Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf Arsul Sani (Taufik Ismail)

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Arsul Sani membenarkan bahwa esok (26/7)

Ia menyatakan pembubaran TKN akan dilakukan secara formal dan hal ini merupakan langkah lanjutan, pasca berakhirnya kontestasi pemilihan Presiden 2019.

"Memang besok ada undangan dari pimpinan TKN, kepada semua pengurus TKN dan juga sekjen partai, tetapi itu lebih terkait pengakhiran tugas Tim Kampanye Nasional (TKN) paslon 01 ya, kami kan selama ini kan belum menyikapi mau seperti apa. Besok itu baru kemudian kita putuskan, mungkin secara formal TKN itu kita bubarkan, tapi kita bentuk wadah yang lain," ungkap Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/7/2019).

4. Pengamat Sebut Koalisi Gemuk Bakal Bebani Jokowi

Kemungkinan munculnya wadah baru setelah TKN dibubarkan membuka peluang adanya koalisi gemuk. 

Hal ini karena mungkin saja bakal ada tambahan parpol di wadah atau koalisi baru.

Pengamat komunikasi politik CSIS, Arya Fernandes, memandang, tambahan parpol yang bergabung ke koalisi pendukung justru akan membebani Jokowi dan pemerintahan lima tahun ke depan.

Baca: TKN Dukung Langkah Jokowi Bubarkan Lembaga Negara Yang Tak Bermanfaat

Menurut dia, seolah ada dua blok di internal koalisi Jokowi, yakni parpol pendukung yang sudah lama berdiri di barisan mereka, dan blok pendatang yang disambut oleh Megawati dan Jokowi.

"Ini tentu tidak menguntungkan bagi Jokowi karena akan kesulitan bernegosiasi dengan dua blok ini yang mungkin saja permintaannya banyak," ujar Arya kepada Kompas.com, Kamis (25/7/2019).

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (tengah) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) sebelum mengadakan pertemuan tertutup di kediaman Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar, Jakarta, Rabu (24/7/2019). Pertemuan tersebut sebagai silaturahmi serta membahas berbagai persoalan bangsa. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (tengah) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) sebelum mengadakan pertemuan tertutup di kediaman Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar, Jakarta, Rabu (24/7/2019). Pertemuan tersebut sebagai silaturahmi serta membahas berbagai persoalan bangsa. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Menurut Arya, lumrah jika partai pendukung Jokowi merasa tak nyaman jika kedatangan personel baru.

Sebab, merekalah yang sejak awal berada di belakang Jokowi.

Bisa jadi muncul kekhawatiran bahwa jika ada partai oposisi yang bergabung, akan berpengaruh pada pembagian posisi strategis.

Tak hanya itu, kata Arya, sejak awal Jokowi dan Prabowo membawa visi dan misi yang berbeda dalam mengelola pemerintahan.

Program tersebut pun sudah dirancang matang sejak jauh hari.

Jika ada partai yang sebelumnya berada di sisi seberang kemudian merapat, harus ada program yang harus disesuaikan kedua pihak tersebut.

"Risiko politik kalau menerima partai baru di koalisi jauh lebih besar ketimbang dia tetap mempertahankan koalisi lama," kata Arya.

Arya menilai, tak ada kebutuhan khusus yang mendesak Jokowi untuk menggemukkan koalisinya.

Koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin telah memegang 60 persen kekuatan sehingga relatif aman.

Presiden Joko Widodo dan rivalnya di Pilpres 2019 Prabowo Subianto akhirnya bertemu. Pertemuan terjadi di stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (13/7/2019).
Presiden Joko Widodo dan rivalnya di Pilpres 2019 Prabowo Subianto akhirnya bertemu. Pertemuan terjadi di stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (13/7/2019). (KOMPAS.COM/KRISTIAN ERDIANTO)

Justru, menurut Arya, koalisi gemuk memiliki risiko yang kurang baik, pun tak berpengaruh besar dalam hal kinerja legislasi pemerintah.

Sebagai contoh, dalam lima tahun pemerintahan Jokowi, ada 52 rancangan undang-undang yang diusulkan pemerintah dalam program legislasi nasional.

Sementara yang disahkan DPR hanya enam RUU.

Baca: Viral Susunan Menteri-menteri Jokowi-Maruf Berlogo Garuda, Ketua TKN Pastikan Hoaks & Tak Ada Rapat

Itu pun tiga di antaranya merupakan RUU yang dibahas sejak periode pemerintahan sebelummya.

Semestinya, kata Arya, dengan koalisi dominan di parlemen, partai koalisi Jokowi lebih punya kekuatan untuk merealisasikan RUU yang diajukan pemerintah.

"Mestinya kalau dukungan parlemen tinggi, pemerintah akan mudah mendorong kebijakan atau RUU tertentu. Artinya, koalisinya tidak efektif men-support RUU pemerintah," kata Arya.

(Tribunnews.com/Daryono) (Kompas.com/Ambaranie Nadia Kemala Movanita/Ihsanuddin)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas