Partai Politik Diminta Serius Buktikan Bagian dari Pemberantasan Korupsi
Rekomendasi Komisi KPK agar Partai Politik tidak mencalonkan orang yang punya rekam jejak kasus korupsi jadi Kepala Daerah dinilai tepat
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegiat antikorupsi, Hendrik Rosdinar menilai tepat rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar Partai Politik tidak mencalonkan orang yang punya rekam jejak kasus korupsi jadi Kepala Daerah.
Partai politik menurut Hendrik Rosdinar harus serius membuktikan sebagai bagian dari pemberantasan korupsi.
Untuk itu partai politik harus memiliki komitmen kuat untuk mewujudkan kepemimpinan daerah yang bebas korupsi.
Baca: Jokowi Persilakan Anaknya Ikut Pilkada, Gibran: Bapak dan Ibu Tidak Pernah Memaksa
Baca: Pansel Diminta Tidak Loloskan Calon Pimpinan KPK yang Belum Laporkan LHKPN
Baca: Siswa SMA Kabur dan Tak Mau Tanggung Jawab Setelah Cabuli Mahasiswi Sampai Punya Anak
Baca: Aksi Heroik Satgas Tinombala, Gunakan Helikopter Demi Selamatkan Ibu yang Hendak Melahirkan
"Rekomendasi KPK sudah tepat. Partai politik harus memiliki komitmen kuat untuk mewujudkan kepemimpinan daerah yang bebas korupsi," kata Manajer Advokasi Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika) kepada Tribunnews.com, Minggu (28/7/2019).
Hendrik Rosdinar menegaskan, memilih calon kepala daerah yang bersih adalah bukti nyata.
"Jika parpol tetap mencalonkan seseorang dengan rekam jejak korupsi, maka artinya parpol belum menjadi bagian dari pemberantasan korupsi," tegasnya.
Menurut dia, Parpol tidak bisa membiarkan koruptor berkembang biak di dalam tubuhnya.
Karena itu dia tegaskan, mencalonkan seseorang yang bersih dan tidak memiliki rekam jejak korupsi akan memberikan kontribusi signifikan.
"Bukan solusi satu-satunya, tetapi memiliki peran penting karena terkait dengan kepemimpinan puncak di daerah," ucapnya.
Jika perlu, imbuh dia, KPK, DPR, Presiden, KPU dapat menyepakati kebijakan lebih teknis untuk mencegah calon kepala daerah yang pernah terlibat korupsi tidak bisa mencalonkan diri.
Sekalipun telah menjalani masa hukumannya.
Kasus penangkapan Bupati Kudus Muhammad Tamzil menunjukkan hukuman pidana bukan solusi karena tidak menimbulkan efek jera.
Harapan ini sebenarya juga perlu disematkan kepada Mahkamah Agung.
Mereka harus bisa memastikan hukuman maksimal dan pencabutan hak politik jangka panjang dalam putusan pengadilan tipikor.
"Jadi, setiap putusan kasus korupsi, haru selalu ada putusan pencabutan hak politik," jelasnya.
Pernyataan KPK
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan menyesalkan kembali terjadinya suap yang melibatkan kepala daerah terkait dengan jual beli jabatan.
KPK baru saja menetapkan Bupati Kudus, Muhammad Tamzil, sebagai tersangka kasus suap.
Baca: Update Bupati Kudus M Tamzil Ditangkap KPK, Merasa Dijebak hingga Tebar Senyuman
Basaria Panjaitan menegaskan agar kasus jual beli jabatan ini tidak boleh terjadi lagi karena merusak tatanan pemerintahan.
"Ini juga tidak sejalan dengan rencana pemerintah untuk pengembangan SDM yang professional sebagai salah satu tujuan dari reformasi birokrasi yang tengah dilakukan. Reformasi birokrasi juga menjadi salah satu fokus dari Program Stranas PK yang sudah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo," ujar Basaria Panjaitan kantor KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2019).
Muhammad Tamzil sebelumnya pernah divonis bersalah dalam kasus korupsi dana bantuan saran dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus saat menjadi Bupati Kudus pada periode pertama (2003-2008).
Namun dirinya kembali dicalonkan pada Pilkada Kudus dan kembali menjabat sebagai Bupati.
Melihat hal tersebut, KPK meminta agar partai politik tidak mencalonkan calon kepala daerah yang pernah menjadi napi korupsi.
"Dengan terjadinya peristiwa ini, KPK kembali mengingatkan agar pada Pilkada Tahun 2020 mendatang, partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang buruk," tegas Basaria Panjaitan.
"Kasus ini juga sekaligus menjadi pelajaran bagi parpol dan masyarakat bahwa penting untuk menelusuri rekam jejak calon kepala daerah. Jangan pernah lagi memberikan kesempatan kepada koruptor untuk dipilih," tambah Basaria Panjaitan.
Seperti diketahui, KPK menetapkan Muhammad Tamzil sebagai tersangka kasus gratifikasi terkait pengisian perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2019
Dalam kasus ini, selain menetapkan Muhammad Tamzil, sebagai penerima KPK juga menetapkan Staff Khusus Bupati, Agus Surantoe, sebagai tersangka.
Sedangkan pihak yang diduga menjadi pemberi adalah Plt Sekretaris Dinas DPPKAD Kabupaten Kudus, Plt Sekretaris Dinas DPPKAD Kabupaten Kudus, Akhmad Sofyan.
Baca: Ditetapkan Tersangka, Bupati Kudus Pernah Dipenjara Bersama Staf Khususnya
Terhadap pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Profil Muhammad Tamzil
Berikut profil dan rekam jejaknya sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Pernah Menjadi Calon Gubernur Jawa Tengah 2008
M Tamzil yang saat itu menjabat Bupati Kudus periode 2003-2008 pernah menjadi calon gubernur Jateng dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jateng 2008.
Mengutip Kompas.com, saat itu, ia berpasangan dengan Abdul Rozaq Rais.
Baca: KPK Beberkan Kronologi OTT Terhadap Bupati Kudus
Keduanya diusung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional.
Kala itu, pasangan Tamzil- Rozaq Rais bersaing dengan empat pasangan lainnya yakni Mayjen (Purn) Agus Soeyitno-Kholiq Arif (PKB), Bambang Sadono-M Adnan (Partai Golkar), Sukawi Sutarip-Sudharto (Partai Demokrat dan PKS), serta Letjen (Purn) Bibit Waluyo-Rustriningsih (PDI-P).
Sayangnya, Tamzil gagal menjadi Gubernur Jateng.
Pilgub Jateng 2008 itu dimenangkan oleh pasangan Bibit Waluyo-Rustriningsih.
2. Bekas Napi Koruptor
Sebelum menjadi Bupati Kudus periode 2018-2023, M Tamzil pernah mendekam di LP Kedungpane, Semarang.
Ia bebas dari LP Kedungpane pada Sabtu, 26 Desember 2015.
Baca: Dugaan Jual Beli Jabatan, Bupati Kudus Ditangkap KPK
Tamzil merupakan terpidana kasus korupsi pengadaan sarana prasarana pendidikan di Kabupaten Kudus tahun 2004.
Ia dinyatakan bersalah atas kasus korupsi pengadaan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus tahun 2004.
Ia dijatuhi hukuman selama 22 bulan penjara.
Selain M Tamzil, hakim juga menghukum dua terdakwa lain yaitu mantan Kepala Dinas Pendidilkan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), Ruslin, yang divonis 1 tahun 6 bulan dan Direktur CV Gani and Son's, Abdulghani Auf, selama 2 tahun 2 bulan.
3. Terpilih Kembali Jadi Bupati Kudus di 2018
Keluar dari penjara, Tamzil kembali maju sebagai bupati dalam Pilkada Kudus 2018.
Ia berpasangan dengan Hartopo.
Dalam Pilkada itu, Tamzil-Hartopo (Top) memenangi Pilkada setelah mengalahkan empat pasangan lainnya.
Pasangan Top memeroleh suara sebanyak 213.990 atau 42,51 persen.
Menyusul kemudian pasangan Masan-Noor Yasin dengan perolehan 194.093 suara atau 38,55 persen.
Pada urutan ketiga ditempati pasangan Sri Hartini-Setia Budi Wibowo dengan perolehan 76.792 suara atau 15.25 persen.
Sementara pasangan Akhwan-Hadi Sucipto mendapat 11.151 suara atau 2.22 persen.
Urutan terakhir ditempati Nor Hartoyo-Junaidi yang memeroleh 7.393 suara atau 1.47 persen.
Dilantik jadi Bupati Kudus 2018-2023 oleh Gubernur Jateng (24/9/2018) atau masih 10 bulan menjabat.