Silang Pendapat antara Tim Pansel dan KPK Soal Kasus Novel Baswedan di Seleksi Capim
Yenti Garnasih, tidak menganggap penting isu penyerangan terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, diangkat menjadi materi khusus seleksi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pansel Capim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yenti Garnasih, tidak menganggap penting isu penyerangan terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, diangkat menjadi materi khusus seleksi.
Menurut Yenti, itu bukan tugas yang harus dilakukan oleh Pansel.
“Menurut saya dan teman-teman itu bukan masalah yang harus diketahui KPK kan. Kita kan bukan tim TGPF. Tapi enggak apa-apa masukan silakan sampaikan nanti kita pertimbangkan,” ujar Yenti di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (29/7/2019).
Yenti menyatakan, pihaknya menerima setiap kritik dan masukan dari publik. Terkait isu Novel dan penyerangan terhadap pegawai KPK menjadi materi khusus akan dipertimbangkan Pansel.
Baca: Laba Pelita Samudera Naik Tipis Jadi Rp. 61,6 Miliar
Baca: Membuat Kolak Pisang Tanpa Menggunakan Santan? Mau Tahu Caranya? Yuk Ikuti Trik Ala Chef Norman
Baca: Perkembangan Terbaru Bursa Transfer Liga Inggris: Daftar Pemain Masuk-Keluar Liverpool, MU, Man City
“Apa yang disampaikan kita pertimbangkan dan kita lihat acuan kita di Undang-Undang dan hukum yang berlaku,” ujar Yenti.
Kendati demikian, Yenti menyebut masukan tersebut tidak bisa mendikte Pansel Capim KPK. Karena keputusannya berada pada sembilan orang anggota Pansel.
“Kita akhirnya yang memutuskan juga. Jadi masukan boleh, tapi tidak boleh mendikte,” tegas Yenti.
Hal yang berbeda disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. Ia menyampaikan kasus Novel Baswedan maupun penyerangan terhadap pegawai KPK menjadi penting jika diangkat pada proses seleksi. Hal ini untuk melindungi para aktivis pemberantasan korupsi.
“Jadi bukan hanya soal Novel ya, ini soal yang lebih luas. Bagaimana pimpinan KPK, pegawai KPK, masyarakat yang menjadi pelapor kasus korupsi, masyarakat yang menjadi saksi, mereka yang menjadi ahli dalam kasus korupsi, dan semua pihak yang berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi termasuk juga jurnalis, itu bisa dikuatkan dan diberikan payung hukum,” kata Febri.
Menurut Febri, pimpinan KPK perlu mempunyai komitmen melindungi para aktivis pemberantasan korupsi. Ini demi suksesnya lembaga antirasuah ke depan.
“Tidak akan mungkin pemberantasan korupsi berhasil kalau aparaturnya tidak dilindungi, kalau masyarakat yang melaporkan itu justru malah mendapatkan ancaman,” tegas Febri.
Sebelumnya, Koalisi Kawal Capim KPK menginginkan kasus penyerangan Novel Baswedan diangkat menjadi materi khusus untuk para kandidat Capim KPK periode 2019-2023. Hal ini menjadi penting untuk bagaimana Capim KPK mempunyai perhatian khusus untuk melindungi para pegawainya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan jika kasus penyiraman air keras Novel Baswedan diangkat menjadi materi seleksi. Ini akan melihat bagaimana komitmen kandidat untuk menyelesaikan kasus Novel. Terlebih di dalamnya terdapat kandidat dari intitusi Polri dan Kejaksaan.
“Novel Baswedan diangkat jadi salah satu isu Capim KPK, maka kita bisa melihat bagaimana komitmennya untuk melindungi dari setiap pegawai KPK termasuk Novel,” kata Kurnia, Minggu (28/7/2019).
Kurnia menyebut, para kandidat Capim KPK dapat memaparkan grand desain terkait kasus penyelesaian kasus Novel Baswedan. Menurutnya, hal ini bisa menjadi perhatian serius untuk kandidat dari Polri dan Kejaksaan.
“Bagaimana manajerial lembaga ada perlindungan khusus bagi setiap pegawai KPK. Bagaimana mereka menarik kasus Novel Baswedan sendiri,” pungkas Kurnia.